Driver Grab dan Gojek Berat Mengaspal, Istri “Dibuat Kerja” Bikin Masker

Ojek online gulung tikar

Ilustrasi driver ojek online (Mojok.co)

MOJOK.COIstri driver ojol Grab “dibuat bekerja” bikin masker ketika yang mereka butuhkan adalah uang tunai. Driver Grab dan Gojek berat mengaspal, dapur mereka belum tentu mengepul.

Tulisan ini tidak ada maksud untuk mengecilkan penderitaan profesi lain yang terdampak pandemi virus corona. Saya rasa, hampir semua jenis pekerjaan kena dampaknya. Tulisan ini hanya sekadar udar rasa betapa “status mitra” ojol Gojek dan Grab bisa bikin dilema. Katanya “mitra”, tapi kok nggak kayak temen jadinya.

Saya punya empat saudara yang berprofesi sebagai ojol; Gojek dan Grab. Seperti profesi lainnya, keempatnya juga sempat curhat ke Bapak saya. Kebetulan saya ikut mendengar curhatan mereka. Saya kurang tahu istilah dunia ojol. Tapi, yang bisa saya tangkap seperti ini:

Jumlah tarikan untuk mengantar orang sangat jauh menurun. Sebelum PSBB diberlakukan, situasinya sudah sedemikian buruk. Beberapa driver ojol, baik dari Gojek maupun Grab, cuma mengandalkan antaran gofood, yang mana jumlahnya meningkat karena orang di rumah saja. Nah, dua dari empat saudara saya yang berprofesi sebagai driver ojol, tidak bisa menikmati naiknya jumlah antaran gofood.

Dua orang ini betul-betul khawatir akan penularan virus corona. Apalagi sempat ada dugaan virus corona bisa menempel di benda mati selama beberapa jam sebelum akhirnya mati. Mereka memilih mengurangi jam kerja dan jumlah antaran sebagai bentuk antisipasi.

Dua saudara saya lainnya tetap berangkat bekerja seperti biasanya. Mereka mendapat bantuan masker dan hand sanitizer gratis dari Pak RT yang bisa dibawa-bawa ketika narik. Kebetulan, istri dari dua saudara saya yang tetap berangkat ini sama-sama jualan di kantin. Yang satu jualan di kantin sebuah SMP Pangudi Luhur di dekat stadion Mandala Krida, satunya di Taspen Jogja.

Murid-murid SMP Pangudi Luhur sudah belajar dari rumah sejak lama. Otomatis, tidak ada pemasukan. Sementara itu, yang jualan di kantin Taspen, jam kerjanya dipangkas jadi setengah hari saja. Ketika masa puasa seperti ini, situasi jadi makin runyam.

Yang saya rekam dari kisah mereka adalah pendapatan yang jauh berkurang. Ini jelas. Selama ini, para istri bekerja untuk menopang keuangan keluarga. Namun, karena pandemi corona, istri para driver ojol, baik Gojek maupun Grab ada yang kehilangan pekerjaan. Jadi, yang menopang keuangan keluarga, praktis, cuma yang berani narik saja.

Ketika situasinya seperti ini, yang mereka harapkan bukan pelatihan ndakik-ndakik bayar mahal ala kartu prakerja. Mereka butuh uang tunai untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Driver ojol yang masih punya tabungan, bisa bertahan selama beberapa minggu atau bulan. Namun, ada juga yang belum punya tabungan dan bertahan hidup dari pemasukan yang jumlahnya menurun.

Realitanya seperti itu. Mungkin sama seperti penderitaan profesi lain yang terdampak pandemi. Jadi bisa kamu pakai sebagai ukuran bahwa keberadaan uang tunai di tangan itu krusial sekali.

Setelah kita bersepakat bahwa keberadaan uang tunai itu sangat penting, saya mendapati sebuah berita sedih yang dibalut dengan manis sekali. Beberapa hari yang lalu, di Makassar, istri-istri driver ojol Grab “dibuat kerja” membuat masker. Yang mengadakan acara ini melabelinya dengan kata “pelatihan”.

Tujuan dari pelatihan ini adalah supaya istri ojol mendapatkan “keterampilan baru dan meningkatkan produktivitas”.

“Kami harap pelatihan ini dapat turut menambah penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dari keluarga para mitra pengemudi kami. Sejalan dengan misi GrabFood untuk menggunakan teknologi untuk kebaikan, kami senang dapat melakukan kegiatan ini,” kata Ahmad Hidayat, City Manager Makassar, Grab Indonesia.

“Dengan tingginya kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan di tengah pandemi, masker menjadi salah satu kebutuhan yang wajib dimiliki oleh setiap orang. Oleh karena itu, menjalankan usaha penjualan masker saat ini tentunya akan dapat turut menjadi sarana untuk mendapatkan penghasilan tambahan,” kata Sidiq Pradipta Laksmana, pemilik usaha Makassar Jeans House Company, yang diajak Grab kerja sama.

Kalimat-kalimat tersebut terdengar indah. Istri driver ojol mendapat pelatihan keterampilan membuat masker. Dan kelak, istri-istri ojol bisa jualan masker, begitu? Seakan-akan, yang jualan masker cuma istri para driver ojol. Padahal, sekarang ini, kita bisa membeli masker dengan harga murah di apotek, Indomaret, Alfamart, dan tempat lainnya. Harganya sudah normal; murah.

Pelatihan membuat masker tentu berbeda dengan pelatihan menjahit baju. Apakah dengan bisa bikin masker, otomatis bisa mencoba profesi tukang jahit? Jelas belum tentu. Ilmunya berbeda.

Kenapa Grab, atau mungkin Gojek dan startup transportasi daring lainnya, tidak menggelontorkan uangnya sendiri untuk membeli masker dari industri rumahan saja? Masker bisa langung dibagikan ke “mitra” dan keluarganya. Bukankah seperti itu yang “lebih masuk logika”?

Untuk kamu ketahui, masker bikinan istri driver ojol itu tidak semuanya dibawa pulang. Dari 3.000 buah yang jadi, cuma 300 yang dibawa pulang. Sisanya untuk dibagikan ke merchant GrabFood dan juga GrabKios. Kok terasa lucu, ya. Sudah tidak dibayar sebagaimana mestinya “buruh”, mereka hanya membawa pulang masker dan konon bekal keterampilan.

Kita kembali ke ketersediaan uang tunai di atas. Jika masker yang dibawa pulang itu dijual, istri driver ojol dapat uang berapa? Jika ingin menggunakan keterampilan yang didapat dari “pelatihan”, siapa yang akan menyediakan modal? Siapa yang akan menyediakan kain dan mesin jahit? Siapa yang akan menyediakan target pasar masker istri driver ojol? Apakah Grab? Gojek? Startup transposrtasi daring lainnya? Pemerintah? Pak RT? Pak Dukuh? Dukun beranak?

Adalah baik dari niat “menyediakan pelatihan”. Namun, pada titik tertetu, yang baik belum tentu tepat. Terkadang, orang butuh uang tunai saja untuk bertahan hidup saat ini. Keterampilan, mungkin, baru akan berguna ketika pandemi usai. Kapan pandemi selesai? Ya emboh.

BACA JUGA Hey Customer Ojol, Driver Grab dan Gojek Itu Bukan Babu! atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.

Exit mobile version