Nasi goreng adalah makanan penyelamat. Saat tanggal tua, kelaparan tengah malam, atau bingung mau makan apa, nasi goreng selalu jadi jawaban. Meski sederhana, kuliner satu ini nyatanya cocok di lidah kebanyakan orang. Saya saja kalau bingung mau kasih makan anak apa, tinggal pesan nasi goreng. Aman karena pasti dimakan.
Akan tetapi di balik asap wajan dan aroma bumbu bawang yang menggoda, terselip dosa para penjual yang merusak kenikmatan seporsi nasi goreng. Misalnya seperti dosa-dosa ini.
#1 Nasi yang digunakan tidak pera
Dosa pertama yang merusak kenikmatan tentu saja penggunaan nasi yang lengket dan lembek. Saya yakin dosa satu ini umum dijumpai.
Sejatinya, nasi goreng paling enak terbuat dari nasi yang pera. Nasi pera memiliki tekstur kering dan nggak terlalu pulen. Saat dimasak, butiran nasi akan terpisah, nggak lengket satu sama lain. Biasanya nasi pera ini cocok untuk dibuat nasi goreng atau sebagai pendamping makanan berkuah dan berlemak seperti nasi Padang.
Sayangnya, masih ada beberapa penjual yang nggak menggunakan nasi pera. Akhirnya tekstur nasi goreng jadi lembek dan cenderung menggumpal. Jadinya kurang mantap untuk dinikmati.
Baca halaman selanjutnya: Level pedas menyesatkan…
#2 Level pedas menyesatkan
Saya paling sebel kalau ketemu penjual yang menyesatkan ini. Ada beberapa penjual yang meremehkan kemampuan lidah pembelinya. Waktu saya bilang, “Pedes dikit ya, Bang.” Eh, yang datang pedas banget.
Lain waktu saat saya pesan, “Pedas banget ya, Bang.” Eh, yang datang malah nasi goreng yang rasanya kayak menggelitik kerongkongan. Akhirnya jadi kurang nikmat karena nggak sesuai ekspektasi pembeli.
Saya memahami mungkin ini semua karena faktor kepedasan cabai yang kadang berbeda. Mengutip Tempo, ternyata kepedasan cabai dipengaruhi lingkungan dan varietasnya. Penelitian mengungkap bahwa rasa cabai sangat pedas ketika tanah tempat tumbuh sering basah dan cukup terkena sinar matahari.
#3 Beri topping nasi goreng sedikit
Pernah nggak kalian pesan nasgor seafood, tapi isinya cuma satu ekor bayi udang dan dua potong cumi yang lebih mirip karet penghapus? Atau pesan nasgor ayam tapi isinya cuma suwiran ayam yang seikhlasnya?
Nah, penjual yang jualan kayak gini ada, lho. Biasanya sih alasannya karena harganya sudah dibanderol murah, jadi topping-nya minimalis. Tapi kalau kayak gini kan yang rugi pembeli. Niat hati pengin makan nasi goreng seafood tapi seafood yang datang seadanya. Saya pribadi sih mending bayar lebih tapi puas ketimbang sudah bayar tapi dapat seadanya. Toh sama-sama keluar uang.
#4 Penjual nasi goreng lupa memberi acar dan kerupuk
Dosa terakhir penjual yang mengurangi kenikmatan rasa adalah lupa memberi acar dan kerupuk. Saya pernah menulis soal acar di Terminal Mojok beberapa waktu lalu. Menurut saya, acar adalah sebaik-baiknya pendamping nasi goreng. Maka kehadirannya wajib ada. Nggak boleh terlewat.
Acar ini diam-diam bermanfaat, lho. Selain menambah tekstur krenyes, acar juga memberi rasa ringan pada mulut. Soalnya bumbu nasgor kan cenderung berat dan berminyak, sehingga acar hadir sebagai penawarnya.
Kehadiran kerupuk juga tak kalah penting dalam seporsi nasgor. Malahan kayaknya kerupuk ini nggak bisa dipisahkan dari budaya makan orang Indonesia. Rasanya yang gurih hingga teksturnya yang renyah menjadi penambah rasa dalam tiap kuliner.
Itulah keempat dosa penjual nasi goreng yang kerap saya jumpai. Pada akhirnya dosa-dosa di atas hanya sedikit bagian dari lika-liku perburuan kuliner kita. Kalau kalian pernah ketemu penjual nasgor yang melakukan dosa apa?
Penulis: Intan Ekapratiwi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Apes Awal ke Jogja: Makan Nasi Goreng Nggak Enak di Malioboro Rp35 Ribu hingga Mie Ayam Rp120 Ribu, Pengin Seneng-seneng Berujung Linglung dan catatan menarik lainnya di rubrik POJOKAN.
