MOJOK.CO – Fyi aja, ya. Sebagai seorang perempuan lajang, sesekali dipanggil ibu dalam aktivitas keseharian, itu sungguh menyebalkan.
Perempuan mana sih, yang nggak pengin tampak awet muda? Berbagai produk kecantikan itu kan dijual supaya perempuan selalu terlihat muda, bersih, dan bersinar. Nah, ketika sudah bersusah payah mendapatkan itu semua dengan rutinitas skincare yang nggak biasa. Eh, kok ndilalah, malah dipanggil ibu-ibu sama orang asing.
Bagi seorang perempuan lajang, jelas itu terasa menyesakkan. Ya, mohon maaf, apakah itu artinya rutinitas panjang ber-skincare ria setiap menjelang tidur itu nggak terlihat hasilnya sama sekali? Atau bagaimana?
Seorang teman perempuan saya, pernah sangat uring-uringan ketika dipanggil ibu saat sedang membeli es dawet di sebuah foodcourt. Saat kembali ke meja kami, wajahnya menekuk. Merasa sebal nggak ketulungan.
“Bak Buk Bak Buk, emangnya aku setua itu, ya?” Omelnya. Dia nggak terima dipanggil ibu karena dia masih belum genap 25 tahun. Dia masih lajang dan dia belum bersuami apalagi punya anak. Baginya, panggilan tersebut langsung menurunkan kepercayaan dirinya secara drastis. Dia merasa wajahnya sudah tampak tua, sehingga dipanggil demikian.
“Padahal kan, aku pakai baju khas anak muda, tren terkini? Kok bisa, sih? Aku dipanggil ibu-ibu? Lanjutnya. Saking kesalnya dia mendapat panggilan semacam itu. Dia kemudian bertekad, “Aku nggak akan mau lagi, beli es dawet di situ.” Wow, masalah salah manggil ternyata berdampak pada penjualan seseorang, ya?
Sebetulnya, tidak hanya teman saya saja yang sebal dengan panggilan tersebut. Saya juga. Mungkin bedanya, teman saya ini baru pertama kali atau jarang mengalaminya. Sementara saya? Hahaha sering. Terlalu sering bahkan. Ya, sama petugas parkir, mas-mas konter pulsa, penjaga kasir, pramuniaga, abang Gojek, dan banyak lagi yang lainnya.
Saya pun sebal dipanggil ibu oleh orang lain. Bahkan oleh teller bank sekalipun, yang jelas-jelas memanggil dengan sebutan ibu dan bapak sebagai sebuah profesionalitas kerja dan menghormati kita sebagai kliennya. Lihat saja dalam film Mantan Manten, ketika Yasnina masih menjadi manajer investasi, ia dipanggil ibu oleh asistennya. Dan panggilan tersebut “diminta” berhenti, saat dia tak menjabat lagi.
Itu artinya apa, Maemunah? Panggilan tersebut betul-betul diniatkan untuk memberikan penghormatan. Bukan berdasarkan pengamatan. Maksudnya, panggilan itu nggak ada hubungannya dengan kenampakan soal keriput-keriput di wajah atau uban-uban di rambut sebagai salah satu tanda penuaan. Percayalah, nggak ada. Sebutan ibu memang betul sebagai sebuah penghargaan dan tanda respek orang lain kepada kita. Seperti itu~
Perasaan saya yang berusaha baik-baik saja ketika mendapatkan panggilan ibu-ibu ini karena dari kecil sejak masih SD, banyak orang yang mengatakan kalau saya ini punya “wajah dewasa”, alih-alih menyebutnya tua. Oleh karena itu, setelah betul-betul mendewasa dan kemudian dianggap “tua”, saya berusaha menerima kenyataan pahit tersebut.
Iya, itu pahit, Saudara-saudara. Lagi-lagi, karena industri kosmetik telah menjadikan wajah perempuan sebagai salah satu investasi penting sebelum ngurusin anggota badan lainnya. Produk-produk tersebut telah menciptakan pesona kecantikan dengan kriteria yang itu-itu saja.
Sudah berapa banyak produk kecantikan untuk mencegah penuaan? Bahkan sudah bisa dipakai jauh-jauh sebelum tanda penuaan itu hadir. Lha kok, taktala sudah diusahakan sedemikian rupa, masih saja disebut ibu-ibu? Itu maksudnya apa? Apakah, maksudnya, treatment kecantikan yang bermodalkan uang, waktu, dan tenaga yang nggak sedikit itu, belum terlihat hasilnya? Gitu?
Tetapi, pemahaman bahwa nggak semua perempuan lajang itu nyaman dipanggil ibu, harus disadarkan ke setiap makhluk. Pasalnya, supaya hal yang tidak menyenangkan yang dialami oleh seorang driver Gojek, tidak dialami oleh orang lainnya. Jadi, karena dipanggil ibu oleh seorang driver Gojek, ia merasa sangat tidak nyaman. Dampaknya apa? Dampaknya si driver ini mendapatkan bintang satu. Ya, bintang satu untuk sebuah ketidaknyamanan dipanggil ibu.
Masalahnya, nggak ada jaminan semua orang mau memahami ini. Lantas, kalau kayak gitu, apa iya, kita terus-terusan merasa sebal setiap kali mendengar panggilan yang nggak mengenakkan hati? Toh, bukankah panggilan itu juga nggak bisa langsung nambah usia kita begitu saja? Apalagi bakal memengaruhi kualitas kepribadian kita. Iya, nggak?
Jadi, supaya sapaan orang lain pada kita ini bisa betul-betul tepat, memang butuh lebih dari satu kedipan mata. Supaya mereka bisa yakin, kata yang pas untuk memanggil kita.
Nah, kalau memang pengin mereka-mereka ini bisa langsung tahu dalam sekejap, tanpa perlu kita susah-susah menjelaskan. Tenang saja, kami punya masukan: pakai saja kaos dengan tulisan gede, “TOLONG, PANGGIL SAYA MBAK, JANGAN DIPANGGIL IBU. SAYA MASIH MUDA.”