Dear Ibu-Ibu yang Bawa Bayi Nangis di Pesawat…

MOJOK.CO Sebuah surat terbuka untuk seluruh ibu yang membawa bayi nangis di pesawat, kereta api, bus, dan banyak tempat lainnya. We love you!

Dear ibu-ibu yang bawa bayi nangis di pesawat…

Capek, ya, Bu, baca berita soal orang-orang yang protes dengan adanya bayi nangis di pesawat—atau transportasi umum manapun—dan perkataan soal “lebih baik duduk di sebelah hewan daripada bayi”? Atau, jangan-jangan Ibu malah ketawa memaklumi, alih-alih emosi buka suara untuk membela kepentingan bayi?

Yang manapun yang sedang kamu lakukan, Bu, ketahuilah: kamu nggak sendirian.

Dalam beberapa kesempatan bepergian menggunakan angkutan umum—baik berupa bus, kereta api, hingga pesawat sekalipun—saya menyadari ada banyak jenis penumpang di sana. Beberapa orang datang dengan rambut memutih, ada pula yang sepanjang perjalanan menutup telinga dengan earphone, dan—tentu saja—bayi-bayi kecil yang berlindung di balik ketek gendongan orang tuanya, termasuk Ibu.

Penumpang jenis terakhir yang saya sebut ini, harus diakui, adalah yang paling sering menarik perhatian, baik karena kelucuannya maupun karena kerewelannya. Maksud saya, ya ampun, gemes banget nggak, sih, mukanya bayi tu???

Meskipun, yah, beberapa menit kemudian ia bisa juga berubah menjadi produsen suara tangis paling keras sedunia~

Dear ibu-ibu yang bawa bayi nangis di pesawat…

Saya minta maaf, ya. Saya pernah kesal waktu naik Bus Efisiensi dan harus menempuh perjalanan 5 jam, tapi malah diiringi dengan suara tangis bayi yang nggak berhenti-berhenti. Tapi, waktu saya tengok ke belakang dan melihat bagaimana Ibu berdiri dan berjalan bolak-balik di dalam bus sambil menepuk-nepuk lembut si bayi, saya merasa malu setengah mati.

Kok bisa-bisanya tadi saya menyalahkan si ibu di dalam hati karena bayinya nangis???

Bu, saya juga punya ibu. Saya pun punya adik yang jaraknya 11 tahun di bawah saya. Kami pernah bepergian bersama waktu adik saya masih bayi.

Adik saya nangis sembarangan. Di mana saja: di kereta api, di pesawat, bahkan di masjid waktu lagi salat Tarawih. Seluruh tangisan ini, tentu saja, tidak saya dan ibu saya rencanakan. Malah, saya jadi merasa segan sendiri saat beberapa orang menatap kami setiap kali adik saya memekik lebih keras.

Padahal, ibu saya sudah kelihatan lelah. Saya membantunya membawa tas berisi peralatan bayi, tapi itu jelas tidak sebanding dengan kepusingannya waktu adik saya menangis. Adik saya memang nyebelin, Bu, bahkan sampai sekarang waktu umurnya udah 16 tahun dan udah punya pacar yang tiba-tiba follow akun Instagram saya biar kelihatan akrab.

Ckck. Untung sayang.

Dear ibu-ibu yang bawa bayi nangis di pesawat…

Bayi-bayi yang “nyebelin” ini, nyatanya memang tidak bisa diajak kerja sama, ya?

Maksud saya, nggak mungkin juga, kan, kita selotip mulutnya biar nggak nangis? Yah, itu sih saran beberapa orang yang—duh—saya sendiri nggak tahu gimana caranya bisa sampai hati mikir begitu.

Nggak mungkin juga, kan, kalau bayi-bayi ini kita suruh bikin penjelasan ke semua penumpang soal kenapa mereka menangis? Yah, takutnya sih bayi-bayi ini dianggap toxic dan manipulatif karena nggak bisa kasih penjelasan, persis kayak pacar yang suka menghilang tiba-tiba.

Dear ibu-ibu yang bawa bayi nangis di pesawat…

Meski kadang sedikit terganggu, saya—dan banyak penumpang lainnya—tidak akan menyalahkanmu, kok. Kami semua mendengar senandung yang Ibu nyanyikan, melihat ekspresi-ekspresi lucu yang Ibu berikan, botol susu, mainan, jajan, bahkan senyum malu-malu Ibu waktu ada penumpang lain yang turut membantu menghibur si bayi.

Seluruhnya, bagi kami, tampak begitu manis. Lagian, bayi nangis di pesawat pun adalah hal yang sesungguhnya wajar-wajar saja, sama seperti beberapa orang yang mabuk udara, lalu muntah, atau bapak-bapak yang protes waktu mendapatkan teh yang airnya sudah dingin dan tidak lagi panas.

Jadi, dear ibu-ibu yang bawa bayi nangis di pesawat…

Saya harap, omongan orang lain tidak lagi bakal mengganggumu terlalu banyak. Mungkin kadang-kadang kamu juga berharap berada di tempat lain saat bayimu tahu-tahu menangis, tapi tidak apa-apa—bersikap kuatlah untuk bayimu. Toh, kalau saya dan penumpang lain terganggu, selalu ada cara lain yang bisa dilakukan, misalnya menggunakan earplugs atau mendengarkan musik.

Maafkan kami yang kadang tampak menghakimi, ya, Bu. Nanti, kalau kami sudah punya bayi dan bayi kami nangis di pesawat, semoga orang-orang berpengalaman seperti Ibu bisa turut memaklumi.

Bukankah itu terdengar damai dan menyenangkan?

Tapi, yah, satu pesan dari kami, dear ibu-ibu yang bawa bayi nangis di pesawat:

…bayinya nggak usah dibawa nonton ke bioskop, ya, Bu.

Exit mobile version