MOJOK.CO – Menjadi Admin Twitter Gerindra adalah sebuah jalan pedang yang tak semua orang kuat menjalaninya.
Menjadi admin media sosial itu gampang-gampang susah. Gampang karena kualifikasi pentingnya pada dasarnya hanya dua, yakni asyik dan paham product knowledge. Susah karena dua kualifikasi itu tadi bukanlah hal yang sederhana.
Admin yang asyik akan membuat audience betah berlama-lama berinteraksi dengannya. Ini tentu hal yang penting, sebab memang itulah salah satu tujuan akun media sosial: sebagai kanal komunikasi. Sedangkan paham product knowledge adalah hal yang tak kalah penting, sebab pada dasarnya, akun media sosial adalah etalase untuk menawarkan sebuah produk. Admin yang tak paham product knowledge hanya akan membuatnya sering mengatakan “Silakan lihat di website resmi kami ya, Kak.”
Khusus untuk media sosial Twitter, kualifikasi itu mutlak bertambah satu, yakni aktif dan interaktif. Sebab, hanya di Twitterlah balasan komentar bisa tampil di beranda, sehingga aktif dan tidaknya satu akun bisa sangat terlihat.
Di Twitter, admin media sosial punya panggung yang sangat potensial untuk membuktikan keasyikannya melalui twit atau balasan-balasan atas banyak pertanyaan yang dilontarkan kepadanya.
Sayangnya, hal ini juga membawa konsekuensi besar. Satu blunder atas satu twit atau balasan sudah cukup untuk membuat panggung itu rusak.
Nah, itulah yang saat ini kiranya sedang dialami oleh admin Twitter Partai Gerindra.
Sebagai partai yang nggak terlalu punya kesan muda, Gerindra boleh dibilang cukup berhasil membangun audience dan perhatian generasi milenial dan generasi z di Twitter melalui konten-konten ringan dan gaya percakapan yang anak muda sekali. Pokoknya jenis-jenis konten yang sangat tidak Prabowo.
Admin Twitter Gerindra, misalnya, dengan subtil mengambil ceruk-ceruk tema relationships yang kalau di-break down isinya adalah soal cinta, selingkuh, rindu, move on, dan sebangsanya. Mereka juga tak segan-segan membagi-bagikan bingkisan melalui giveaway selayaknya akun-akun selebtwit yang habis dapat endorse.
Hasilnya luar biasa. Dalam beberapa waktu terakhir, follower akun Gerindra naik dengan sangat pesat. Interaksinya bagus sekali. Kalau saja tidak membawa bendera partai, akun tersebut bahkan sangat berpotensi untuk tumbuh menjadi seperti akun Raden Rauf atau Rintik Sedu.
Saking asyiknya, orang yang beda partai pun sampai bisa ikut menikmati twit-twit dan balasan-balasan dari akun Gerindra.
Namun, segala prestasi yang dibangun dengan susah payah melalui ribuan twit dan banyak sekali bingkisan giveaway ini bisa rusak begitu saja karena satu twit.
Adalah pertanyaan dari salah satu follower tentang perkembangan kasus pemerkosaan terhadap remaja di bawah umur yang melibatkan anak anggota DPRD Kota Bekasi dari Fraksi Gerindra sebagai pelaku. Kasus pemerkosaan tersebut menjadi sangat ramai diperbincangkan salah satunya karena adanya wacana untuk menikahkan korban dengan pelaku.
Ketika ditanya pendapatnya terkait kasus tersebut, admin Twitter akun Gerindra memberikan jawaban yang bukan hanya buruk, namun juga tak elok.
“Semua kembali lagi kepada keluarga korban. Apakah ingin melanjutkan kasus ini secara hukum atau mengambil langkah atau pilihan lain.” Begitu tulis akun Gerindra.
Jawaban yang belakangan sudah dihapus tersebut tentu saja memancing reaksi yang keras dari netizen. Maklum saja, jawaban tersebut selain terkesan lepas tangan, juga sama sekali tidak mengandung keberpihakan terhadap korban.
Jawaban tersebut juga sangat tidak sejalan dengan semangat Gerindra yang dalam beberapa tahun terakhir cukup intens memberikan dukungan terhadap pengesahan RUU-PKS untuk memberikan perlindungan dan keadilan yang lebih maksimal kepada para korban kekerasan seksual. Pdahal, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rahayu Saraswati selama ini juga dikenal sebagai politisi yang sangat vokal bergiat dalam isu-isu melawan kekerasan seksual.
Lebih jauh lagi, di berbagai kanal media sosial, Gerindra rutin membagikan konten bertajuk ‘Suara Gerindra’ yang berisi pernyataan-pernyataan anggota-anggota legislatif Partai Gerindra dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat di berbagai isu, dari mulai bansos tunai, pendidikan tatap muka, kebocoran data penduduk, disiplin prokes, ketahanan pangan, dan isu-isu publik lainnya.
Maka, tak berlebihan jika kemudian jawaban admin Gerindra atas kasus pemerkosaan yang melibatkan anak salah satu kadernya itu menjadi antitesis konten-konten Gerindra di media sosial.
Kalau diringkas dalam satu kalimat sederhana, blunder admin Gerindra itu bisa ditulis menjadi “Sok-sokan keras, giliran dapat isu pelecehan seksual yang melibatkan anak kader sendiri, langsung jadi empuk dan melempem dan lembek kayak kerupuk dikuahin.”
Padahal, seandainya mau bersikap oportunistik, alih-alih cari aman, momentum tersebut sejatinya bisa digunakan oleh Gerindra untuk bersikap tegas dan mendulang simpati yang jauh lebih banyak.
Admin Gerindra seharusnya bisa menjawab dengan jawaban seperti yang disarankan oleh Tunggal Pawestri: “Partai Gerindra mengutuk pelaku kekerasan seksual dan mendukung keadilan bagi korban. Melalui anggota kami di parlemen, kami pun mendorong disahkannya RUU PKS.”
Atau kalau memang mau menjadi “pengecut” dan cari aman, admin Gerindra bisa saja bersikap diam dan mengabaikan pertanyaan-pertanyaan tentang kasus tersebut. Memang memalukan, tapi setidaknya, hal itu tidak sampai meruntuhkan branding akun Gerindra yang sedang dicitrakan asyik itu.
Insiden tak sedap itu tentu memberikan pelajaran berharga untuk kita. Bahwa satu pernyataan bodoh sudah lebih dari cukup untuk menutupi ribuan pernyataan baik. Reputasi besar yang dibangun oleh ribuan hal bisa dengan mudah diruntuhkan hanya oleh satu hal.
Dalam titik itulah pentingnya manajemen bersikap. Tidak semua hal harus ditanggapi agar tampak relevan. Ada kalanya, diam menjadi pilihan yang aman masuk akal. Diam menjelma menjadi benar-benar emas, sebab memang orang akan selalu mudah mengingat pernyataan bodoh seseorang, namun jarang memperhatikan diamnya.
Akun Gerindra seharusnya bisa belajar dari insiden akun Twitter Jokowi. Akun Gerindra seharusnya paham, bahwa akun citra akun Jokowi yang sangat personal dan dipegang sendiri oleh Jokowi itu runtuh hanya karena satu twit konyol dari admin akun Jokowi yang ndilalah kok ya lupa switch akun dan kemudian menulis tentang JKT 48.
BACA JUGA Jakarta Memang Keras, dan Itu Membuat Saya Tak Berani Bekerja di Sana dan artikel AGUS MULYADI lainnya.