Kenapa Sih, Kita Cemburu Sama Mantannya Pacar?

MOJOK.COCemburu pada mantannya pacar itu cuma menunjukkan bahwa kita merasa rendah diri dan tidak cukup baik bersanding dengannya.

Jika ada seseorang yang sering kita anggap musuh, meski kita—bisa jadi—belum pernah ketemu dengannya apalagi berhubungan dengannya. Hanya dari sebuah cerita saja kita bisa langsung memutuskan nggak suka dengannya, itu adalah: mantannya pacar.

Biasanya, rasa cemburu kepada mantannya pacar—apalagi bagi perempuan—itu sungguh sulit dibendung. Meski kita cuma mendengar dari cerita-ceritanya saja dan tahu bahwa si mantan tidak mungkin cawe-cawe hubungan kita saat ini. Meski kita betul-betul menyadari, bahwa mantannya hanyalah cerita di masa lalunya yang kita pun juga punya cerita itu sendiri…

…rasa cemburu itu tetap ada dan mudah berkembang biak. Ah, andai rasa cemburu itu laku kalau dijual~

Misalnya, hanya karena kita tahu bahwa si mantannya pacar ini lebih cantik dan menarik dari kita, kita langsung cemburu begitu saja. Atau karena kita tahu bahwa mereka sudah berpacaran cukup lama, kita merasa tidak cukup baik berada di antara hubungan mereka. Kita merasa keberadaan kita saat ini justru menganggu kemungkinan mereka yang berharap pengin balikan.

Lha terus, apa ya salahnya si mantannya pacar, kalau dia lebih cantik dan lebih lama pacaran sama kekasih kita sekarang? Toh, hubungan tersebut juga sudah berakhir meski masih mungkin bisa dimulai kembali.

Lantas, mengapa kita masih saja membuang energi untuk menyimpan rasa curiga terhadap cerita yang telah lalu itu? Bahkan jika hal ini dibiarkan ada, justu sering kali memunculkan konflik dan pertengkaran di dalam hubungan kita.

Ingat, Sayang. Rasa cemburu itu muncul karena kita merasa tidak mampu, karena kita merasa TIDAK CUKUP BAIK DIBANDINGKAN DIA!!!111!1!! Mamam tuh.

Nah, supaya api cemburu itu tidak terus meradang dan membuat hubungan kita semakin tidak kondusif, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan, untuk me-manage-nya.

Misalnya, berusaha untuk intropeksi pada diri sendiri, menanyakan pada diri kita sendiri: kenapa sih, kita harus cemburu dengan dia? Kenapa sih, kita pengin misuh kalau inget cerita tentang mereka berdua? Padahal kenal aja nggak!

Apakah, karena kita merasa rendah diri ketika membandingkan diri dengannya? Ataukah kita merasa sang kekasih masih bersikap berlebihan sama mantannya? Masih sering chatingan, telponan, video call-an, bahkan ketemuan? Atau yang paling parah…

…dia masih merasa bertanggung jawab terhadap kehidupan si mantan pacar yang tidak tahu diri itu?!! Sehingga, dia berusaha selalu ada untuk mantannya, meski saat ini ia sudah menjalin komitmen dengan kita. Apakah saat ini, justru bukan kita prioritas dalam hidupnya? Iya?

Ataukah sebetulnya nggak ada alasan apa-apa? Yang kita rasakan cuma ‘POKOKNYA NGGAK SUKA SAMA MANTANNYA PACAR’. Kita sudah berusaha memikirkan alasan, namun tak juga menemukannya. Pokoknya ya, kita nggak suka aja!

Coba kita tanyakan pada diri kita dan catat, apa saja hal-hal yang membuat kita menganggap perasaan cemburu itu ada. Dengan mencatatnya, kita akan lebih mudah menemukan si ‘benang merah’ untuk memahami gejolak yang ada di dada.

Selanjutnya, jika kita sudah membuat list tersebut, ceritakan perasaan tersebut kepada seseorang yang dekat dan kita percaya. Hal ini supaya mereka dapat memandang rasa cemburu kita itu dengan lebih objektif.

Pasalnya, kalau anggapan ini hanya berdasarkan dengan apa yang kita rasakan doang—yang mungkin terjadi—kita justru merasa sakit-sakit sendiri. Atau sebaliknya, langsung pengin ngelabrak si mantannya pacar karena dianya udah keganjenan seperti orang yang kurang belaian kasih sayang.

Jadi sudut pandang orang ketiga lain dibutuhkan untuk membantu kita lebih menetralkan rasa. Uwww~

Jika kita merasa bahwa kecemburuan kita pada mantannya pacar memang beralasan dan perlu untuk dikomunikasikan, sebaiknya kita menceritakannya langsung pada pacar. Tentang hal-hal yang kita rasakan. Tentang perasaan rendah diri dan tidak pantas. Atau tentang sikap pacar yang memang sudah keterlaluan ketika berhubungan dengan mantannya itu.

Siapa tahu sang kekasih punya solusi, supaya kita tidak perlu lagi memiliki perasaan-perasaan yang mendatangkan penyakit hati seperti: cemburu, dengki, dan iri hati. Namun yang harus diingat, kita harus menceritakannya dengan menggunakan alasan. Jangan cuma mengatasnamakan ‘pokoknya’ dan ‘pokoknya’.

Sayang, tidak akan ada yang dapat membantu, jika kita hanya menggunakan alasan ‘pokoknya’ dalam pembicaraan semi-semi sensitif ini. Menggunakan alasan ‘pokoknya’ dengan berlebihan, akan membuat kita terlihat ‘pekoknya’. Sungguh, jika ini terjadi, justru menjatuhkan kita dengan paripurna.

Selanjutnya, jangan biarkan api cemburu itu menguasai kita terlalu lama. Pasalnya, kita malah merasa lelah-lelah sendiri. Perasaan negatif yang melingkupi kita, tidak hanya membuat kita lelah, namun juga menjadikan kita tidak tahu apa yang harus dilakukan. Semuanya yang tertutupi kemarahan membuat kita tidak akan sanggup untuk berpikir lebih jernih.

Tapi, kalau memang cemburu tersebut beralasan dan kita sudah terlalu sering makan hati dengan sikapnya yang—keseringan—kelewat batas, UDAH PUTUSIN AJA!!11!! *Iklan bukunya Felix Siauw~

Itu artinya dia memang tidak betul-betul menjadikan kita sebagai prioritasnya. Sebaliknya, kita tidak perlu lagi menjadikan dia sebagai prioritas dalam hidup kita. Perasaan cinta harusnya membawa energi positif, bukan bawa-bawa penyakit.

Exit mobile version