MOJOK.CO – Perdebatan bagusan jurusan IPA atau IPS tak akan pernah berhenti selama penjurusan itu masih ada. Semua punya argumennya sendiri dan ngotot dalam mempertahankannya.
Kalau membicarakan perdebatan abadi bagusan jurusan IPA atau IPS, saya punya cerita tersendiri. Karena kebodohan yang tidak saya sesali sampai sekarang, saya pernah dikeluarkan dari SMA. Di sekolah yang lama, saya adalah murid kelas IPA. Karena kehidupan IPA yang membosankan dan tentu saja ketat, setelah pindah sekolah saya justru memaksa masuk IPS.
Tentu saja orang tua saya mengelus dada, kelakuan anaknya memang ajaib.
Kalau dilihat sekilas saya terkesan menyesal masuk jurusan IPA, padahal ya nggak. Dari SMP saya sudah diproyeksikan untuk masuk IPA, jadi masuk IPA pun bagi saya tetap prestasi dan nggak menyesal. Gimana nggak saya anggap prestasi, orang tua pada umumnya pengen anaknya masuk IPA karena dianggap kelas orang-orang pinter.
Memang bagi orang tua, kelas IPA punya kedudukan tersendiri. IPA punya stereotip diisi guru-guru terbaik, anaknya rajin, pintar, dan masa depannya cerah. Sebaliknya, IPS punya stereotip diisi oleh anak-anak nakal, bolosan, dan kehidupannya bebas. Yang namanya juga stereotip, bisa benar bisa salah, tapi kebanyakan yang ada sih cuma generalisasi.
Perdebatan abadi bagusan jurusan IPA atau IPS ini tentu akan jadi debat kusir jika argumen yang dipegang ngawur, apalagi jika mau bilang satu jurusan lebih baik daripada yang lainnya. IPA dan IPS itu sudah ilmu yang berbeda. Membandingkan bagusan mana jurusan IPA atau IPS sama seperti membandingkan medioker mana, MU dan AC Milan.
Sekilas, IPA memang terlihat lebih baik. Anaknya memang rajin-rajin dan terlihat pinter karena bacaan mereka banyak. Tapi kalau dilihat lebih dalam, gimana anak IPA mau tidak rajin dan terlihat pinter, bukunya saja buanyak banget. Siapa yang nggak terpaksa rajin kalau mata pelajaran Kimia tiap hari ada PR 20 nomor yang jawabannya sepanjang utas horor di Twitter? Apalagi ngapalin tabel unsur Kimia mbuh kae opo jenenge. Mengingatnya saja bisa bikin mimpi buruk.
Mapel Fisika sering jadi olok-olokan juga. “Mangga jatuh kok dihitung kecepatannya, ha mbok dipangan!” adalah olokan paling klasik dari anak IPS untuk anak IPA. Buat anak IPA ya tahu kalau olokan tersebut ngawur, tapi mau mendebat gimana wong emang susah juga kita mau ngerjain. Dikerjain aja susah, kok mau jelasin.
Serius, IPA bagi saya nggak ada nyenenginnya sama sekali. Walau dulu saya suka pelajaran sains, masuk IPA saya jadi langsung benci setengah mati. Maka dari itu masa-masa menjadi siswa kelas IPA saya habiskan dengan bolos, stres juga lama-lama.
Jurusan IPS juga belum tentu diisi dengan anak nakal dan bolosan. Ya kalau dibandingin IPA ya beda, kalau IPA rajin karena kahanan, kalau IPS ya memang kehidupannya memang lebih santai dibanding IPA. Tapi kalau tingkat kesusahannya ya sama aja. Akuntansi dan Ekonomi ibarat Kimia sama Fisika buat anak IPA. Bedanya sih mungkin IPA lebih susah di mapel Matematika, tapi menurut saya nggak kerasa soalnya semuanya susah, batas nalar udah kabur kalau udah ketemu Kimia.
Dulu saya pikir dengan pindah IPS, tahun terakhir sekolah saya akan lebih gampang, dan ternyata tidak. Saya kesulitan untuk menguraikan laba, rugi, dan sebagainya. Saya cuma bisa Geografi itu pun karena itu mata pelajaran yang nggak perlu menghitung. Selain pelajaran itu, saya tetap babak bundas menjalani kehidupan sebagai anak IPS.
Gembar-gembor IPA lebih terjamin masa depannya juga nggak bener menurut saya. Waktu kita daftar ujian universitas nanti kita juga tetap bisa milih, walau tidak terlalu bebas. Menurutku juga kalian yang IPS kemungkinan besar tidak tertarik masuk Kedokteran, jadi kalau nggak bisa daftar Kedokteran pun nggak bikin kalian nangis terus bikin utas, “Aku tidak bisa meneruskan mimpi karena sistem pendidikan yang tidak adil”.
Perdebatan abadi masuk jurusan IPA atau IPS itu percuma kalau kalian ikuti, kalau kalian udah tahu mau mengambil jalan hidup seperti apa. Harusnya ketika kalian udah SMA kalian sudah tahu kalau hanya dalam hitungan tahun kalian akan menempuh jenjang pendidikan yang lebih spesifik, sedikit demi sedikit mulai memikirkan mau mengambil kuliah jurusan mana. Jadi ketika kalian mau mengisi blangko pendaftaran jurusan SMA, kalian sudah tau mau ngambil yang mana beserta risikonya.
Dua jurusan tersebut itu nggak ada yang lebih baik, semuanya sama. Stereotip yang ada tidak harus dipercaya, kalau kalian dengerin cuma bikin kalian makin ragu dan tertekan. Kalian nggak harus jenius macam Jimmy Neutron untuk masuk IPA, dan nggak berarti kalian bodoh dan nakal jika kalian masuk IPS. Debat kayak gini udah nggak jaman, mending dihentikan saja.
Kalau kalian debat terus-terusan, diketawain sama anak Bahasa nanti.
BACA JUGA Semua Orang Bisa Dapat IPK 4, Begini Caranya dan artikel menarik lainnya di POJOKAN.