“Aku ikut kalau ke Tempo Gelato!” kata Ega kawan saya bersemangat tatkala kawan saya yang lain berencana nongkrong di Tempo Gelato. “Biar aku tahu cara pesen es krim di sana, nanti kalau ke sana lagi, sudah nggak kagok dan sudah berani.”
Pernyataan Ega yang ingin ke Tempo Gelato hanya agar bisa tahu tata cara pemesanan es krim di sana tentu saja bikin saya tersenyum,
Bagi banyak orang, pesen es krim di Tempo Gelato mungkin adalah hal yang sederhana, namun bagi yang belum tahu, tentu saja rasanya kikuk. Pesen es krim memang ada tata caranya. Pembeli harus terlebih dulu bayar di kasir untuk kemudian mendapatkan struk pemesanan. Struk tersebutlah yang kemudian diberikan ke karyawan yang bertugas mengambilkan es krim yang sudah kita pesan.
Tata cara begini mungkin hanya bisa dimengerti oleh mereka yang sebelumnya sudah pernah ke Tempo Gelato.
Saya jadi ingat dengan buku yang ditulis oleh budayawan kondang Semarang, Prie GS yang berjudul “Menjual Diri”.
Dalam salah satu bab dalam buku tersebut, Prie GS membahas tentang apa yang ia sebut sebagai “penguasaan ruang”.
Menurut Prie GS, penguasaan ruang adalah hal yang sangat penting dalam meningkatkan kepercayaan diri.
Seseorang hendaknya sekali dua masuk ke dalam mall, hotel mewah, ataupun gedung-gedung modern. Hal tersebut bertujuan agar ia bisa menguasai keadaan yang selama ini tak pernah ia jangkau. Semata agar tak merasa minder dan tak merasa gumunan dengan lingkungan sekitar. Ia tetap bermartabat dan tidak menjadi sangat udik ketika berada di lingkungan yang serba modern dan serba berbeda.
Itulah yang oleh Prie GS disebut sebagai Penguasaan ruang.
Sebagai orang yang ndilalah melewati persimpangan hidup yang sangat besar, saya merasa bahwa apa yang dikatakan oleh Prie GS tentang penguasaan ruang itu sangat penting dan relevan bagi hidup saya.
Sebelum tahun 2014, saya tak pernah naik pesawat. Namun di tahun 2014, buku saya terbit, saya kemudian secara sah berhak menyandang status sebagai seorang penulis. saya mulai banyak diundang sebagai pembicara tema penulisan di berbagai kota. naik pesawat kemudian menjadi hal yang biasa.
Pembiasaan diri saat berada di bandara menjadi hal yang vital. Saya mengamati bagaimana proses orang-orang masuk ke bandara, bagaimana ia check in, bagaimana ia menjalani pemeriksaan, sampai bagaimana ia bersikap di dalam pesawat.
Pengamatan yang sebenarnya tak mendalam-dalam amat itu kelak membuat saya menjadi nggak kampungan-kampungan amat saat saya berada di bandara.
Orang-orang harus belajar mengamati ruang dan segala mekanismenya. Mengamati bagaimana pintu hotel modern dibuka dengan kunci kartu, pun lampu dan listrik kamar hotel juga baru aktif setelah kunci kartu tersebut dimasukkan ke dalam soket dekat pintu. Mengamati bagaimana beberapa lift di hotel mewah baru bisa digunakan jika kartu pengunjung ditempelkan. Atau mengamati bahwa banyak wastafel yang bisa langsung keluar airnya ketika tangan disodorkan.
Penguasaan ruang itu penting. Ia membuat seseorang menjadi lebih lanyah, luwes, dan terampil. Tidak malu-maluin.
Sekali lagi, penting bagi kita untuk sesekali masuk ke tempat-tempat yang mewah dan asing bahkan walau sebenarnya kita tak terlalu berkepentingan. tentu saja hanya untuk belajar tentang penguasaan ruang.
Prinsip itulah yang sampai sekarang saya coba untuk terus saya praktikkan.
Maka dari itu, jika suatu saat Anda bertemu saya di tempat karaoke premium atau tempat pijat eksklusif, ingatlah, saya tidak sedang bermaksiat. Saya hanya sedang belajar tentang penguasaan ruang.