Apakah Cara Terbaik Hadapi Gojek Dukung LGBT Hanya dengan Uninstall?

MOJOK.CO Kenapa, sih, kalau ada karyawan Gojek dukung LGBT itu harus dihadapi dengan aksi uninstall massal dan boikot terus-terusan?

Sejak berhari-hari lalu, tagar #UninstallGojek dan #UninstalGojek (Ih, ini kan ungrammatical—huruf ‘l’-nya cuma ada satu! Gimana, sih???!!!) bergema di Twitter. Konon, segalanya dimulai dari pernyataan seorang karyawan Gojek di media sosial yang menyebutkan bahwa dirinya mengapresiasi kampanye internal perusahaan, termasuk kebijakan yang tidak mendiskriminasi kelompok-kelompok minoritas, salah satunya LGBT.

Sontak saja, Gojek langsung dicap sebagai perusahaan public enemy. Pihak yang jahat. Lawan. Musuh. Negasi. Oposisi. Kenapa?

Ya karena (seorang karyawan) Gojek dukung LGBT!!!

Di Indonesia, hidup seolah dibedakan dalam dua kategori: jahat dan tidak jahat. Hitam dan putih. Setuju dan tidak setuju. Benar dan salah. Mutlak—tidak ada kompromi yang lebih panjang, hanya ada generalisasi yang melekat.

Maka ketika seseorang ikut bersorak beberapa waktu lalu ketika di Amerika mulai dilegalkan pernikahan sesama jenis, orang ini harus siap dibenci banyak orang lainnya yang tidak mendukung LGBT. Contoh sederhananya, Sherina Munaf. Masih ingat, kan, sama anak kecil yang diculik Kertaradjasa ini? Hmm?

Iya, Sherina yang memenuhi masa kecil kita dengan permen coklat warna-warni dan plester luka, saat itu harus menanggung bully-an dan ceramah mendadak dari netizen. Tak sedikit yang memilih unfollow dari segala akun yang ia punya (meskipun bodo amat, sih, ngaruh ke Sherina juga nggak, ya, Sher?), lalu mengajak orang lain dengan seruan, “Udah, di-unfoll aja, soalnya dia dukung LGBT.”

Bukan cuma Sherina yang manusia biasa kayak kita-kita ini walaupun kita jelas nggak bersuara emas seperti dia, beberapa produk dan media juga harus rela menjadi musuh dan bulan-bulanan masyarakat saat ketahuan mendukung LGBT—atau setidaknya ikut merayakan aksi-aksi perjuangan hak LGBT. Tagar #BoikotStarbucks sempat menjadi trending saat CEO Howard Schultz mengungkapkan dukungannya pada kelompok minoritas.

Pertanyaan besar yang mengganggu di sini adalah: kenapa, sih, kalau ada yang menyatakan dukungannya pada kelompok LGBT harus kita hadapi dengan aksi-aksi boikot, blokir, uninstall, dan sebagainya??? Kenapa kita-kita ini harus memusuhi sesuatu semudah itu??? Emangnya mereka itu mantan kekasihmu yang kurang ajar dan udah nyelingkuhin kamu, hah???

O, tunggu, jangan dulu sok menebak-nebak saya adalah tokoh LGBT terselubung yang lagi kerja di Mojok dan bercita-cita menulis ajakan bagi seluruh dunia untuk menjadi LGBT, ya. Saya bukan pelaku LGBT dan masih memahami betul bahwa agama yang saya anut tidak mendukungnya, tapi saya setuju bahwa mereka yang berada di dalam kelompok minoritas itu patut diperlakukan secara manusiawi.

Lantas, kalau gara-gara Gojek dukung LGBT dan harapan orang-orang agar semua penggunanya meng-uninstall Gojek itu tercapai, pernahkah kamu terpikirkan soal nasib para driver yang boro-boro tahu LGBT itu kepanjangan dari apa? Memangnya kamu pikir, orang-orang di perusahaan itu gay dan lesbian semua? Kalaupun iya, apakah itu menghentikan hak hidup mereka sebagai manusia? Hmm?

Lagi pula, apakah #UninstallGojek merupakan langkah yang cerdas dan solutif, sebagaimana tagar #BoikotStarbucks yang tahun lalu juga populer? Padahal, gini loh, Kakak-kakak sekalian: sadarkah kalian bahwa…

…kalian itu sedang memopulerkan tagar anti-LGBT di media sosial yang juga mendukung LGBT, yaitu Twitter!!!

[!!!!!!!!!!11!!!!!1!!!!]

Gimana? Udah kaget? Iya, sama. Tapi, biar lebih kaget lagi, saya kasih tahu: di dunia ini, yang mendukung LGBT bukan cuma Starbucks, Sherina, dan (karyawan) Gojek. Media sosial yang sering kamu pakai, misalnya Facebook dan Twitter, juga menyuarakan hal yang sama!

Beberapa perusahaan mobil tak segan-segan pula menunjukkan dukungannya. Rumah produksi para princess yang selama ini jadi role model-mu—Disney—juga ada di pihak yang sama. Atau, nggak usah jauh-jauh, deh: teman yang duduk di sebelahmu sekarang bisa saja merupakan pendukung besar LGBT!

Terus, kalau temanmu memang mendukung LGBT—bahkan seorang gay—apa yang bakal kamu lakukan? Unfollow Twitter? Block Instagram? Keluar dari circle pertemanannya dengan segera?

Selagi kamu berkoar-koar anti-LGBT karena kitab suci tidak membenarkannya dan betapa pendukungnya harus dijauhi selama-lamanya, pernahkah kamu berpikir bahwa kitab suci juga mengatur hal-hal lain yang mungkin saja kamu lakukan diam-diam??? Yaaaa, maksud saya, kitab suci mana, sih, yang membenarkan seks di luar nikah, sentuh-sentuhan area pribadi sama pacar, atau minum-minuman keras semalaman??? Terus kenapa cuma pelaku LGBT aja yang diblokir dan dibenci setengah mati???

Lagi pula, kalau kamu kekeuh menghapus semua aplikasi yang diduga mendukung LGBT, ya sudah, nggak papa. Hapus saja semua kenanganmu pada perusahaan-perusahaan itu, mulai dari segarnya minuman soda dingin di siang hari yang panas, daging ayam goreng yang tepungnya juara, media sosial yang menghubungkanmu dengan mantan-mantan pacarmu, sampai hape yang kamu pegang sekarang untuk membaca tulisan ini.

Bisa nggak?

Kalau bisa, ya nggak papa. Cuma, pesan saya satu aja: nanti, kalau kamu sudah steril dari segala macam aplikasi dan perusahaan pendukung LGBT, nggak usahlah kamu ngeluh dan bilang bahwa keberadaan LGBT menjadi penanda hidup kian susah (yang kemudian kamu sambung-sambungkan sebagai “azab dari Tuhan) gara-gara kamu kesulitan dapet ojek dan kesulitan pula berkomunikasi via internet karena nggak punya media sosial lagi.

Ha gimana, yang bikin hidup nggak praktis itu, ya, kamu sendiri e, Sis, bukan LGBT!

Exit mobile version