MOJOK.CO – Perempuan yang menentukan kriteria pasangan dengan gaji 30 juta katanya adalah perempuan yang matre, terlalu menuntut, dan sulit diajak susah. Betulkah?
Twitter sedang diramaikan dengan permintaan gaji 30 juta dari seorang perempuan kepada calon pasangannya kelak. Banyak yang menyetujui hal ini, namun tidak sedikit yang langsung geram dan marah-marah. Mereka yang tidak setuju, menganggap jika seorang perempuan menentukan kriteria mengenai gaji dengan jumlah tertentu itu sungguh tidak elok dan elegan. Bahkan ada pula yang menilai…
…murahan. Nah, untuk lebih jelas mengenai permintaan gaji 30 juta ini, berikut twit dari @sephieusagi—yang saat ini sudah dia hapus.
Banyak yang menganggap permintaan tersebut sangat matre dan justru merendahkan martabat perempuan itu sendiri. Bahwa perempuan yang baik itu harusnya tidak menuntut pasangannya. Perempuan yang baik harusnya bisa diajak susah. Serta masalah jodoh yang terpenting adalah akhlak dan agamanya. Bla bla bla….
Oke, alasan-alasan tersebut memang tidak salah. Namun begini, saya rasa setiap orang juga punya hak dan wewenang untuk menentukan kriteria tertentu untuk pasangannya kelak. Pernyataan Selviana yang mengharapkan pasangan dengan gaji 30 juta tersebut salah satu contoh yang menunjukkan, bahwa dia sudah tahu apa yang dia mau. Lah kita, kira-kira sudah tahu belum apa yang sebetulnya kita mau? Jangan-jangan, karena masih merasa rendah dan ragu-ragu dengan kualitas diri sendiri, sehingga nggak berani untuk berharap. Justru dalam hati, hanya mampu berucap: kalau ada yang mau sama saya aja, udah syukur…
Padahal masalah menentukan kriteria calon pasangan ini, bukanlah sesuatu yang baru kali ini terjadi. Ada yang pengin pokoknya kerja jadi abdi negara supaya punya uang pensiunan hingga masa tua. Ada yang mengharapkan punya pasangan yang sudah punya rumah, mobil atau perusahaan. Ada pula yang pokoknya nggak mau dipoligami. Ada yang pengin punya pasangan dengan badan semlohay. Atau ada yang pengin taat agamanya. Ada yang pengin ini pengin itu, banyak sekali~ Tentu saja, tidak ada masalah mengenai keinginan kita.
Memang, dalam ajaran agama Islam, ada sebuah hadist yang menjelaskan bahwa, “Perempuan dinikahi karena empat faktor. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka menangkanlah wanita yang mempunyai agama, sehingga engkau akan beruntung.”
Nah, tapi masalahnya, itu kan yang diajarkan oleh agama Islam. Tentu hal ini tidak dapat dipaksakan kepada semua kepercayaan. Jadi, kita nggak perlu pusing-pusing mikirin dengan cara bagaimana orang lain akan menemukan kebahagiaan dan keberuntungannya. Apalagi dengan sok ngancem-ngancem kalau gaji tinggi tidak menjamin keharmonisan sebuah keluarga. Hadeeeh, memangnya situ siapa, kok berani-beraninya sok menentukan masa depan orang lain???!!!
Selanjutnya, ada pula anggapan bahwa seharusnya pasangan itu bisa diajak susah bareng-bareng. Begini ya, saya kasih tahu, mau diajak susah bareng dengan mengharapkan gaji tertentu, itu hal yang berbeda. Ketika perempuan mengharapkan gaji pasangannya tinggi, bukan berarti perempuan akan berpikir bahwa hubungannya akan mulus-mulus saja. Tentu saja perempuan paham, bahwa yang namanya hidup pasti ada kalanya berada di atas dan terkadang di bawah. Nah, yang dibutuhkan oleh perempuan adalah bisa memiliki pasangan yang dapat menguatkan ketika dalam keadaan susah tersebut. Seorang pasangan yang memilih tanggung jawab dan keberanian untuk berusaha keluar dari keadaan susah tersebut.
Konsep yang mengandalkan ungkapan, ‘mau diajak susah bareng’, itu hanya melahirkan sikap pasrah dan tidak memiliki daya serta kuasa untuk keluar dari keadaan susah. Tentu saja, punya pasangan yang nggak punya target apa pun dan justru berteman akrab dengan pasrah tanpa melakukan apa-apa, itu makan hati, Kisanak!!!111!!!
Oleh karena itu, menentukan kriteria calon pasangan sejak awal dari gajinya, bukanlah menjadi hal aneh. Pasalnya, dengan adanya patokan dari awal ini, paling tidak, ketika dalam kondisi sedang jatuh, kita dan pasangan bisa sama-sama punya target untuk berusaha—pantang menyerah—sampai sejauh apa.
Tapi, nggak pantes kalau perempuan itu menuntut!
Wadaw, kalau memang lelaki boleh menuntut perempuan untuk tidak menuntut, lantas mengapa perempuan tidak diperbolehkan menuntut? Hayooo loh, macam mana maksudnya~
Btw, jangan sampai para lelaki yang merasa nggak setuju dengan statement tersebut, terus marah-marah sambil kasih dalil, sebetulnya diam-diam ia merasa rendah diri, minder, dan nggak mampu. Ya kalau memang nggak mampu, ya nggak masalah. Tapi nggak perlu marah-marah juga. Lha wong, bagaimanapun juga setiap orang memang memiliki standar untuk rencana kehidupannya masing-masing.
Tentu saja, kriteria gaji 30 juta yang disampaikan oleh Mbak Selviana ini tidak dapat disamaratakan kepada setiap lelaki. Pasalnya, dengan gaya hidup yang berbeda, circle pertemanan yang berbeda, ataupun tinggal di daerah yang berbeda, ini memang menjadi sulit diterima oleh semua orang. Jadi, tidak perlu capek-capek merasa sakit hati apalagi rendah diri. Toh kalian para lelaki, juga boleh-boleh aja kok menentukan kriteria perempuan idaman masing-masing. Perkara nanti dapat atau nggak, biarlah itu menjadi urusan lain.
Oh ya, jangan lupa juga untuk menyudahi mental gampang nggumunan kita. Kok ya, ada yang berusaha jujur dengan terbuka dengan keinginan sendiri, yang lain langsung kelabakan. Nggak ada masalah dong, jika setiap orang menentukan target untuk masa depannya sendiri?
Btw, Mbak Selviana, saya mau saran saja. Dengan melihat kriteria yang Mbak sampaikan tersebut, sepertinya ada satu calon yang bisa saya tawarkan. Kalau Tuan Krab, bagaimana, Mbak?