Pikiran “Apa Cuma Gue” dan Kenapa Kita Selalu Merasa Spesial Padahal Nggak

Apa-cuma-gue

MOJOK.COApa cuma gue yang mikir kalo pertanyaan “apa cuma gue?” itu menyebalkan? Gini ya, umur bumi itu 4,5 miliar tahun, jumlah manusianya ada 7 miliar lebih, emang mungkin ya cuma kamu satu-satunya orang di dunia yang pernah mikir kayak gitu?

Untuk menjawab pertanyaan di bawah ini, perhatikan kalimat-kalimat berikut:

“Apa cuma gue yang mikir kalo makan indomie satu kurang, makan dua kebanyakan??”

“Kirain gue doang anjir yang mikir kalo film ini tuh underrated banget!”

“Apa cuma gue doang yang ngerasa kangen sama masa-masa SMA??”

“Gue yakin ini pasti cuman gue doang yang kepikiran kalau sedih pengin ngilang dari dunia ini”

Seberapa seringkah kalian mendengar orang berbicara seperti itu?

(a) sering

(b) sering banget

Kalau jawabannya sering banget, apakah kalian suka kesal dan pengin satir dengan bilang “Iya, iya, emang kamu doang yang punya pemikiran kayak gitu. 7 Miliar orang lainnya nggak pernah kepikiran hal itu”, atau “ Iya, iya kamu pinter banget sampe kepikiran kayak gitu”?

Kalau ya, berarti selamat! Artinya, kamu nggak sendirian mikir kayak gitu karena saya juga memikirkan hal yang sama—dan maaf karena artinya kamu nggak spesial karena bukan kamu doang yang suka mikir kayak gitu hhe hhe. mamam.

Kenapa sih orang yang suka ngomong “apa cuma gue doang” itu menyebalkan?

Setidaknya ada dua alasan. Pertama, apa yang dia pikirkan (yang dia mikir kalo orang lain nggak pernah mikirin itu) biasanya sesuatu yang sangat umum dan menjadi common senses kayak indomie makan satu sedikit, dua kekenyangan.

Coba kalau apa yang dia pikirkan itu sesuatu yang sangat luar biasa kayak cara mengatasi ketimpangan ekonomi global dan krisis pangan dengan budidaya lele, atau cara menerapkan teori relativitas einstein dalam upaya menaklukan hati calon mertua.

Kedua, orang yang suka mikir kalau cuman dia yang mikir adalah orang yang terlihat sangat Self-centered seakan-akan semesta itu berporos pada dirinya.

Padahal nich yaa, nggak ada manusia yang seunik atau sespesial itu.

Bayangin aja umur bumi itu 4,5 miliar tahun, nggak mungkin kalau kita menemukan atau memikirkan sesuatu yang nggak pernah dipikirin 7 miliar orang lain di bumi dalam waktu 4,5 miliar tahun!1!

Jadi, bukan cuma lo doang yang pernah mikir—apapun—itu. Bisa jadi ada seseorang di Rwanda atau di Jamaika, atau bahkan di Wakanda pernah punya pemikiran yang sama wqwq.

Saya berani ngomong kayak gini karena saya pernah melakukan kesalahan yang sama (((eciee, kesalahan))). Tapi sekarang sudah tercerahkan~

Waktu skripsian, saya ngerasa jadi orang yang paling keren karena saya nggak pernah mendengar ada orang yang bahas tentang perempuan yang jadi pelaku bom bunuh diri di indonesia. Kesombongan “Apa cuma gue yang mikirin kalo perempuan juga bisa jadi pelaku kekerasan terorisme???” pun muncul begitu saja.

Tapi ternyata eh ternyata~ Tidak seperti itu Nialso!

Udah ada lumayan banyak penelitian tentang perempuan dan terorisme. Bahkan, ketika saya mencoba cari topik yang lebih spesifik lagi—yaitu tentang peran organisasi perempuan dalam upaya pencegahan terorisme di Indonesia—ternyata ada orang yang udah bikin topik itu jadi thesisnya di Universitas Oslo Norwegia. Dengan ide yang sama, teori yang sama, bahkan eksekusi yang hampir sama persis! Mamam! ternyata 1 tahun sebelumnya udah ada orang yang mikirin ide yang baru saya temukan.

Apakah saya malu? Tentu saja malu tidak. Kok tidak malu padahal sudah sombong?? Ya karena pemikiran jemawa kayak gitu memang dilakukan oleh semua orang. IYA SEMUA ORANG (mon maap ngegas)

kamu juga pernah kan mikir “Apa cuma gue doang yang??” Ngaku aja~

Emangnya kenapa sih kita bisa ngerasa kayak gitu?

Ternyata cara berpikir kayak gitu adalah bawaan otak manusia. Jadi menurut sebuah penelitian, ada yang namanya optimism bias yang dimiliki oleh manusia. Bias ini bikin kita merasa lebih berbakat, punya potensi lebih sukses dari orang lain, lebih special, dan lebih baik dan lebih-lebih lainnya.

Bias ini bikin kita lebih optimis pada diri sendiri—tapi ngeliat secara getir eh pesimis ke orang lain. Hal ini yang bikin kita kadang pengin mengambil control dari orang lain atau tidak merasa percaya memberikan tugas kepada mereka karena merasa bahwa kita bisa melakukan yang lebih baik.

Padahal aslinya yhaa….

…..nggak selalu kayak gitu. Kita aslinya kadang lebih payah dari mereka ha ha ha ha.

Lagian, kalau semua orang merasa spesial dengan diri mereka, bukankah sesuatu yang spesial itu jadi nggak spesial lagi?

Sebenarnya nggak ada yang salah sih dengan merasa lebih spesial dari orang lain. Tapi bukankah perasaan ini yang bikin kita ngerasa tertampar ketika bertemu realita bahwasanya kita itu nggak seunik, sespesial, dan sehebat yang kita pikirkan?

Lalu setelah tahu realitas itu, kita jadi merasa buruk dengan diri kita yang ternyata cupu, pemula, kurang berpengalaman, banyak melakukan kebodohan, tidak bijaksana, dan suka menyakiti diri sendiri.

Hidup realistis dengan menerima kenyataan bahwa kita nggak spesial-spesial amat adalah hal yang baik. Dengan (((penerimaan))) itu, kita jadi sadar kalau kita adalah manusia yang masih berkembang, dan perlu lebih banyak belajar supaya jadi orang yang lebih baik.

Eh BTW saya mau ngomong serius.

Sebenarnya… meskipun saya menulis ini dengan bilang orang yang ngomong “apa cuma gue yang mikirin ABSCDEF” ini menyebalkan…

….saya punya beberapa pertanyaan yang sanget sering saya pikirkan dan membuat saya penasaran apakah kalian juga pernah memikirkan hal yang sama kayak pertanyaan ini:

Ada nggak sih yang pernah kepikiran kalo cerita Cinderella itu aneh? Kalau emang kakinya Cinderella pas sama sepatunya, harusnya sepatunya nggak copot dong waktu lari??

Atau pertanyaan ini:

Ada nggak sih yang penasaran siapa manusia purba yang pertama kali tahu kalau telur itu makanan? Apakah dia mencoba semua hal yang dikeluarkan dari pantat hewan sampai berani makan telur yang juga keluar dari pantat?”

Atau ini:

Ada nggak sih yang kepikiran kalau teknologi zaman dahulu itu lebih canggih dari teknologi yang ada saat ini. Kayak kenapa orang zaman dulu bisa bangun pyramid atau mengukir wajah di gunung, atau bahkan bikin candi? Tapi karena suatu hal, peradaban zaman dulu itu dihancurkan jadi sumber informasi dan teknologinya hilang jadinya kita harus belajar semuanya lagi dari awal?

Terakhir

“Apa cuman gue doang yang mikirin kalo nanti di surga kita bakal kebosanan karena kita akan hidup selama lama lama lama lamanya nggak ada ujungnya karena abadi dan terus menerus melakukan kegiatan yang sama di sana?

HMM… HMM… HMM… Apa jangan jangan emang cuman gue yang mikirin itu? HAHAHAHA.

Exit mobile version