Alasan Terselubung Kenapa Gibran Rakabuming Perlu Membela Bukalapak

MOJOK.CO – Gibran Rakabuming tiba-tiba muncul merespons boikot Bukalapak. Hal yang menunjukkan kalau Jokower kadang merasa lebih Jokowi ketimbang Jokowi itu sendiri.

Melalui akun Twitter @Chilli_Pari, Gibran Rakabuming Raka menyampaikan sikapnya soal gerakan boikot Bukalapak sebagai aksi yang terlalu berlebihan. Bahkan, sampai nyebut aksi ini norak. N-O-R-A-K.

Berikut kicauan bapaknya Jan Ethes ini:

Beberapa orang punya analisis masing-masing soal sikap jengah Gibran dengan gerakan #uninstallBukalapak. Setelah sebelumnya ada respons yang sama-sama panas dengan munculnya gerakan #uninstallJokowi, #shutdownJokowi, bahkan yang terbaru: #installPrabowo. Sebuah sikap balasan yang tentu nggak terlalu mengejutkan.

Ada yang bilang twit Gibran Rakabuming ini murni karena sikap perasaan senasib saja sebagai pebisnis muda. Maklum sebagai anak muda dengan bisnis yang berkembang pesat, Gibran dan Zaky, tentu sama-sama ogah jika persoalan bisnis mereka dimasuki unsur-unsur politik.

Apalagi namanya anak muda, punya dinamika yang masih luas lalu tiba-tiba harus memiliki gerak terbatas karena urusan politik kan nggak enak banget.

Kasarnya: nggak apa-apa lah kalau secara personal mereka yang diserang karena pilihan politik, tapi kalau sudah menyangkut urusan perut yang disasar (baca: usaha), wah ya itu berlebihan. Ladang orang cari makan mau dirusak. Udah gitu ladang yang disasar pun ladang yang merupakan hajat hidup orang banyak lagi.

Melihat respons balasan yang nggak kalah agresif dari orang-orang yang membela Zaky, TKN Jokowi-Ma’ruf malah kelabakan melihat kelakuan pendukung mereka yang bukannya “mengajak”, tapi malah “mengusir” orang-orang yang tidak/belum sependapat.

Secara hitung-hitungan elektoral, ya jelas ini kerugian besar.

Kampanye itu fungsinya meyakinkan orang yang masih ragu-ragu akhirnya menjatuhkan pilihan dengan pasti kok ini malah di-bully habis-habisan. Ya nggak jadi nambah dong suaranya, bijimana sih? Kabur jadi golput atau—yang lebih parah—malah ganti memilih lawannya gimana?

Kontraproduktif banget kan?

Oleh karena itu, selain soal urusan perasaan senasib, dalam salah satu komentar di media sosial ada yang bilang bahwa sikap Gibran ini merupakan strategi dari TKN Jokowi-Ma’ruf yang “mengutus” anaknya untuk memandamkan api dari para pendukung Jokowi sendiri.

Seolah-olah Gibran Rakabuming yang dikenal “lebih bisa turun gunung” merupakan mata-mata yang bisa meredakan sikap kebencian yang mengarah ke Bapaknya dengan sekali ngetwit.

Yah, bisa ditebak mereka yang punya pikiran seperti ini adalah orang yang doyan banget dengan teori-teori konspirasi. Orang yang melihat bahwa tatanan dunia dan kelas sosial di dunia ini dirancang dengan begitu rigit dan detail, sehingga menafikan kejadian-kejadian anomali.

Sikap yang kemudian melihat bahwa dalam Pilpres 2019 ini tidak mungkin ada gerakan spontan, semua pasti terencana.

Sebuah hal keluar ke publik (baik itu dampak positif mau pun negatif) dicurigai merupakan sebuah strategi. Nggak ada kok itu namanya: improvisasi. Jadi kicauan Zaky dan Gibran ini dianggap merupakan bagian dari konspirasi

Ealah, situ kok kayak hidup di strateginya Pep Guardiola aja, blas nggak ada improvisasinya. Monokrom, eh, monoton betul idup situ.

Beberapa pendukung Jokowi garis keras yang menyerang Zaky pun punya argumentasi berdasar menginiasi serangan ke Bukalapak ini. Seperti data yang digunakan untuk mengritik tidak benar, data lama tapi digunakan untuk menyasar yang sekarang, lalu dianggap penggunaan data yang keliru tempatnya itu sebagai bagian dari hoax.

Terus muncul kalimat moral yang seolah-olah netral: ini bukan soal beda pilihan politik, tapi melawan hoax.

Halah, mbelgedhes.

Kalau mau jujur, kicauan ini jadi pembicaraan kencang bukan karena persoalan penggunaan datanya yang keliru atau salah tempat, melainkan ya karena di akhir twit Zaky muncul kalimat: “Presiden Baru”. Rasanya hampir mustahal orang akan peduli dengan twit Zaky kalau tidak pernah ada kalimat pamungkas seperti itu.

Ketika muncul diksi itulah orang-orang baru peduli tentang hoax atau fake news.

Jadi urutannya: pertama, pilihan politik. Kedua, cek keabsahan data yang digunakan.

Kenyataannya, sekali pun Zaky sudah meminta maaf soal kekeliruan data yang digunakan, sikap orang-orang juga tetap saja marah. Bahkan ketika Gibran yang jelas-jelas anaknya Jokowi aja ikut diserang balik gara-gara sikap yang berbeda haluan.

Kembali ke persoalan alasan Gibran membela Zaky. Satu-satunya hal yang masuk akal justru bukan terkait soal peluang pemilih Jokowi yang menurun karena kejadian ini, atau karena Gibran ingin menunjukkan bahwa dirinya nggak suka dengan cara ekstrem Cebie Radikal.

Alasan Gibran membela Zaky Bukalapak itu ya karena Gibran adalah satu-satu anak Presiden Indonesia yang secara sadar pernah bilang ogah bapaknya jadi pejabat tinggi Pemerintahan: apalagi sampai jadi Presiden. Sikap yang nggak bakal kamu temui pada sosok seperti Tommy Soeharto atau Megawati Soekarnoputri.

Kalau kamu tak percaya, coba saja cek, di mana Gibran pernah ditanya soal; apakah bapaknya selalu minta izin dulu ke keluarga kalau mau mencalonkan diri jadi Walikota, Gubernur, sampai Presiden.

“Kalau saya sih dari dulu konsisten, tidak pernah setuju (Bapak Nyalon). Alasannya, saya lebih suka aja Bapak jadi penguasaha. (Meski) tidak setuju, tapi (saya) tidak pernah menghalangi, itu pilihannya Bapak,” kata Gibran Rakabuming, beberapa tahun silam.

Dari hal itulah bisa dilihat kalau Gibran malah cukup selo merespons masalah #uninstallBukalapak. Bukannya ikut menjadi “Panglima” para Cebie untuk ikut nyerang, tapi malah menyerang balik para pendukung bapaknya yang menurutnya: norak.

Benar-benar nggak ada ketakutan sama sekali kalau dukungannya ke Bukalapak itu bisa aja berkontribusi menggerus suara bapaknya. Sebuah sikap yang menunjukkan kalau sebagai anak Presiden, Gibran itu orangnya ya bodoooamaaaaat.

Ya gimana, kadang pendukung itu jauh lebih militan ketimbang anggota keluarganya sendiri. Kayak cebie yang kadang emang ngerasa lebih mengerti Jokowi ketimbang anaknya sendiri.

Exit mobile version