5 Cara Mengetahui Resto Makanan Enak Tanpa Cek Ulasan Google dan Food Vlogger

ilustrasi 5 Cara Mengetahui Resto Makanan Enak Tanpa Cek Ulasan Google Food Vlogger mojok.co

ilustrasi 5 Cara Mengetahui Resto Makanan Enak Tanpa Cek Ulasan Google Food Vlogger mojok.co

MOJOK.CO – Bukan sulap, bukan sihir, bukan ilmu indigo. Resto jual makanan enak itu tetap bakal ketahuan walau nggak pernah viral di media sosial.

Nggak semua orang dibekali khazanah kuliner dan tahu persis mana resto yang menjual makanan enak dan mana yang zonk. Kebanyakan anak zaman sekarang memanfaatkan ulasan dari food vlogger atau rating Google buat setidaknya memantapkan sebelum memutuskan beli makanan. Sejatinya, wahai Kawan, ada cara lain yang lebih tradisional ketimbang itu. Cara yang lebih akurat dan minim rekayasa. 

Oke sabar, pelan-pelan bacanya, dong!

#1 Tempat makan yang terpencil, tapi langganan orang bermobil

Kalau ada orang bawa mobil rela menyusuri gang sempit hanya untuk ke sebuah warung kecil, itu tandanya ada sebuah trigger yang memancing mereka datang. Apalagi kalau bukan karena makanan enak yang dijual di sana. Anak zaman sekarang menyebutnya: Hidden gem. Orang-orang bermobil ini kan punya banyak pilihan tepat makan yang banyak, bahkan mereka bisa diasumsikan sebagai orang berduit yang nggak masalah makan di resto mahal. Tapi, semua itu diabaikan hanya demi sebuah tempat makan terpencil? Wah, kebayang lah seenak apa makanan di sana.

#2 Resto langganan orang keturunan Tionghoa

Anggapan ini sebenarnya sudah lama mengakar. Konon, orang keturunan Tionghoa di Indonesia memang lebih selektif urusan lidah dan kulineran. Nggak heran kalau ada resto atau tempat makan yang jadi langganan keturunan Tionghoa, hampir dipastikan menjual makanan enak. Sebetulnya ini agak membingungkan, tapi kalimat “Resto X aja lho, biasanya ramai orang ‘China’.” sering banget digunakan sebagai senjata untuk menegaskan bahwa suatu resto itu memang terkenal enak. Namun, buat kalian yang menghindari makanan non-halal sebaiknya hati-hati. Salah masuk warung makan babi guling hanya karena di situ banyak keturunan Tionghoa juga konyol. Mencari tahu tentang makanan tersebut halal atau non-halal juga sebagian dari tanggung jawab konsumen untuk mencari tahu.

#3 Resto yang jadi tongkrongan PNS

Jika di jam makan siang suatu resto banyak dihuni oleh orang-orang berseragam coklat muda, resto itu sangat berpotensi menjual makanan enak. PNS dan orang-orang kantoran nggak pernah salah pilih, mereka sungguh selektif cari tempat ngumpul. Meski seringnya mereka cuma kongkow di warung bakso dan soto, setidaknya kita jadi tahu bakso dan soto mana yang memang paling enak. Pokoknya “rekomendasi” abdi negara kayak dicoba.

#4 Resto yang hanya buka beberapa jam, tapi ramai pengunjung

Beberapa penjual makanan ada yang memilih untuk membuka resto di jam-jam tertentu saja. Seringnya, kepercayaan diri penjual di level ini hanya dimiliki oleh mereka yang restonya laris manis. Sebagian dari penjual terlalu kelelahan jika menjual makanan sepanjang hari dan melayani pembeli yang nggak ada habisnya. Ini semua terjadi karena mereka memang benar-benar menjual makanan enak. Kalau nggak enak, nggak mungkin ada pembeli yang rela menunggu di jam tertentu buat beli, ditambah berjuang melawan antrean. Wah, kalau makanannya zonk sih nggak mungkin ada yang mau.

Di Yogyakarta banyak banget resto atau warung makan yang format penjualannya begini, hanya di jam-jam tertentu tapi tetap laris manis. Misalnya ada soto yang jual cuma pukul 07.00-09.00, ada penjual roti yang cuma buka saat sarapan pagi dan kalau sudah habis langsung beres-beres, ada juga ayam geprek yang cuma jualan di jam makan siang. Makanan jadi terkesan eksklusif dan diburu semakin banyak orang. Gimana lagi, jualan sebentar aja udah laris, di sisa waktu dalam sehari, si penjual tinggal bersantai dan kipas-kipas.

#5 Resto yang dikerumuni ojol

Indikator ini memang sudah lumayan melibatkan sentuhan digital. Namun, nggak sedikit orang yang juga menggunakan patokan ini buat menentukan makanan enak. “Makan di Resto Y ajalah, banyak banget ojol antre, terbukti emang jual makanan enak berarti.”

Meski begitu, resto yang dikerumuni ojol memang menimbulkan bias. Nggak selamanya resto tersebut jual makanan enak. Sebab, bisa jadi sedang ada promo besar-besaran yang bikin pelanggan ojol tertarik untuk pesan. Padahal makanan yang dijual nggak enak kayak yang dibayangkan. Ya maklum lah, the power of digital marketing.

Jadi ketimbang nurutin food vlogger yang seringnya disponsori, ketimbang baca-baca ulasan Google yang kurang akurat, lebih baik pakai cara lama. Cara yang sebenarnya jauh lebih meyakinkan untuk mencari makanan enak.

BACA JUGA Parameter Enak Tidaknya Makanan di Sebuah Warung Makan atau artikel AJENG RIZKA lainnya. 

Exit mobile version