MOJOK.CO – Sebanyak 46 tenaga medis RS Kariadi harus diisolasi karena berisiko tertular corona dari pasien yang tidak jujur tentang riwayat perjalanannya.
Dunia ini penuh dengan kejahatan dalam berbagai bentuk. Saudara yang berebut harta warisan, membayar gorengan separuh dari yang dimakan, membacok orang di jalan, meniduri pasangan orang, adalah contoh bentuk kejahatan yang terjadi. Tidak ada hari tanpa kebaikan, tidak ada hari tanpa kejahatan.
Kejahatan didasari dengan berbagai alasan. Bisa jadi karena kesempatan, niat buruk, kesenangan pribadi, ada yang terpaksa melakukannya. Kejahatan, pada satu titik, itu berkaitan. Kejahatan satu memulai kejahatan lain, seperti pasien corona bohong di RS Kariadi.
Sebanyak 46 tenaga medis RS Kariadi harus diisolasi karena tertular corona dari pasien yang tidak mengaku kalau dia terkena corona. Pasien itu tidak jujur tentang riwayat perjalanannya. Kejadian ini disayangkan banyak orang, mengingat apa yang dilakukan pasien tersebut membuat 46 tenaga medis tersebut dalam situasi yang tidak meyenangkan.
Kita tentu akan marah mendengar apa yang dialami oleh 46 tenaga medis RS Kariadi tesebut. Apa susahnya untuk jujur? Toh ini juga untuk kepentingan orang banyak. Situasi makin gawat setelah perbuatan pasien tersebut.
Tapi tahan semangat mencaci, mari kita berpikir dengan tenang sejenak.
Gali memori kita beberapa waktu silam. Jenazah yang ditolak warga, tenaga medis yang diusir dari kos, persekusi warga terhadap ODP, adalah beberapa kejahatan yang muncul di lini masa media sosial akibat wabah ini.
Kita panggil pasien tidak jujur ini dengan pasien A, agar lebih mudah.
Pasien A bisa jadi tidak jujur karena dia tidak ingin ada hal buruk terjadi. Dia bisa jadi berpikir bahwa ketika dia diisolasi di rumah sakit, keluarganya akan terkena persekusi warga. Andaikan dia mati, dia tidak ingin jenazahnya dilempar sana-sini karena beberapa warga yang punya mulut setajam pisau.
Pasien A tidak ingin keluarga, atau dirinya, diusir dari tempat dia tinggal. Dia tidak punya pilihan yang menyenangkan karena kejahatan-kejahatan yang sudah terjadi. Dia hanya punya pilihan, diam dan keluarganya selamat, atau jujur tapi hal buruk bisa terjadi.
Kejujuran, semulia apapun itu, belum tentu memberi hal baik untuk kita. Setidaknya itu yang ada di pikiran pasien A. Dia memilih diam, dan yang terjadi selanjutnya adalah dia membuat 46 tenaga medis RS Kariadi dalam posisi yang tidak menyenangkan.
Saya tidak sedang membela tindakan bodoh pasien A. Saya membayangkan kalau ini terjadi pada kakak saya (yang kebetulan juga seorang perawat), dan pasien A bisa jadi saya kejar tanggung jawabnya hingga ke ujung neraka sekali pun. Tapi saya tidak mau menutup fakta, bahwa ada ketakutan dari pasien corona akan persekusi orang-orang yang memang mengerikan.
Saya tidak bisa paham dengan orang yang menolak jenazah untuk dimakamkan. Saya tidak mengerti bagaimana bisa orang tiba-tiba merasa punya otoritas mengatur langit. Saya tidak paham kenapa orang mengusir tenaga medis dari kos, padahal tenaga medis lah yang nanti bakal menyelamatkan orang-orang absurd ini nanti kalau salah satu dari mereka kena sial terinfeksi.
Ketakutan irasional para orang-orang itu membuat mereka berbuat kejahatan yang menular. Pasien A bisa jadi akan jujur jika dia tahu bahwa pemerintah tidak blunder, bisa jadi akan jujur jika tidak ada ketakutan persekusi yang pernah terjadi di tempat lain.
Meski begitu, kita tidak bisa juga membenarkan apapun niat pasien A, sebab 46 tenaga medis RS Kariadi yang berisiko terinfeksi jadi harga terlalu mahal untuk dibayar. Tapi andaikan saja kita tidak terlalu beringas dan membiarkan ketakutan menguasai kita, semua ini bisa jadi tidak akan terjadi.
BACA JUGA Inilah Skenario Para Anarko yang Sebenarnya dan artikel menarik lainnya dari Rizky Prasetya.