MOJOK.CO – Pemerintah Indonesia tidak ingin melibatkan banyak militer di Natuna karena takut membuat situasi memanas. Padahal ada empat cara lain lho untuk menyelesaikan sengketa ini.
Mengutip CNN Indonesia, jumlah kapal China yang masuk ke perairan Natuna bisa mencapai 1.000 kapal per hari. Menindaklanjuti ini, pemerintah Indonesia memerintahkan 120 nelayan Pantura untuk berlayar ke sana.
Eh, kok malah nelayan?
Betul, pemerintah mengutus nelayan dari Pantura datang ke Natuna untuk meramaikan aktivitas mancing di sana. Kenapa nelayan yang diutus Jokowi? Ya, karena China juga ngebanjirin laut di sana dengan nelayan mereka. Indonesia bukan mengirim kapal perang karena bahaya jika China membalas dengan mengirim kapal perang juga. Mau gimana-gimana, kapal mereka lebih canggih.
Dengan rencana akan ditambahnya 600 nelayan lainnya dari Asosiasi Nelayan Indonesia yang sudah siap mancing sekaligus membela kedaulatan negara, nantinya di Natuna akan terjadi duel nelayan China vs nelayan Indonesia dalam hal jago-jagoan mancing.
Terus ke mana tentaranya?
Ya ada. TNI juga mengirim 4 jet tempur baru untuk melengkapi 4 pesawat yang sudah ada duluan di sana. Tapi tugas mereka cuma patroli biasa, bukan menakut-nakuti atau mengusir kapal China.
Karena sikap general pemerintahan Indonesia sudah jelas, yakni tidak melibatkan tentara, mau nggak mau pemerintah harus putar otak bagaimana caranya mengusir kapal China tanpa bikin situasi jadi panas. Di sinilah gunanya saya kerja di Mojok, buat bikin analisis kebijakan apa yang tepat biar bisa ngusir kapal China tanpa harus perang sama mereka.
Ada empat solusi yang saya tawarkan terkait hal ini:
1. Diplomasi dua negara
Apa yang dilakukan Retno Marsudi dengan mengajukan nota keberatan kepada China atas nelayan mereka yang masuk ke ZEE Indonesia adalah langkah yang sudah tepat. Melalui meja diplomasi, Indonesia bisa mengingatkan bahwa kapal China yang masih lalu-lalang ini bikin Indonesia deg-degan, dan kondisi seperti ini tentu saja tidak baik. Bisa-bisa kedua negara akan merugi karena jadi tidak bisa fokus dagang buat cari cuan.
2. Menggalang dukungan internasional
Kalau diplomasi belum berhasil, Indonesia bisa melibatkan lebih banyak pihak dengan meminta dukungan dengan cara KETIK REG (SPASI) INDONESIA kirim ke PBB.
Indonesia punya bargaining position yang lebih baik dari China karena sudah jelas bahwa Natuna ini bagian dari ZEE kita dan diakui di United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS).
3. Ngasih tahu China kalau diem di perairan Natuna bikin rugi
Seperti yang kita tahu, gara-gara konflik AS-Iran, harga minyak dunia sempat mengalami kenaikan. Tentu saja bagi orang China yang perhitungan, kenaikan harga minyak akan merugikan kapal-kapal China yang harus bolak-balik ke Natuna. Udaaah, pulang aja sana.
4. Nyuruh Ikan di Natuna menentukan nasib ingin dipancing siapa
Suara ikan jarang sekali didengarkan, harusnya mereka diberi ruang untuk berbicara ingin dipancing oleh nelayan negara mana. Padahal rebut-rebutan yang terjadi di Natuna ini kan berhubungan dengan nasib mereka.
Di Natuna sendiri, berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, ada 327.976 ton ikan pelagis, 159.700 ton ikan demersal, 23.499 ton cumi-cumi, 9.711 ton rajungan, 2.318 ton kepiting, dan 1.421 ton lobster. Itu belum termasuk ikan kerapu, tongkol, teri, tenggiri, ekor kuning, udang putih, dan lainnya. Masak mereka sama sekali tidak kita libatkan, hah???
Saya mengusulkan diadakan referendum dengan semua ikan di Natuna yang difasilitasi oleh Deni Manusia Ikan (Gen Z mana paham). Dengan dibantu Deni yang bisa bicara bahasa ikan, kita bisa mendengar aspirasi pihak paling berkepentingan di sini, yakni para ikan.
Dengan cara ini, saya pede ikan-ikan di Natuna hanya ingin dipancing nelayan Indonesia. Alasannya jelas, di Indonesia, mereka bisa menentukan nasib mereka sendiri ingin berakhir menjadi apa ketika mati. Apakah di restoran mewah atau di warung lalapan.
Coba kalau pilih China. Mereka nggak bisa pilih apa-apa karena mereka harus manut sama negara. Kalau berani macam-macam? Mau di-Hong Kong-kan apa gimana?
BACA JUGA Sengketa Natuna dan Alasan Prabowo dan Luhut Bersikap Lunak atau artikel lainnya di POJOKAN.