Domba Batur (Dombat) sering terlewatkan ketika membicarakan dataran tinggi Dieng dengan budaya dan keindahan bentang alamnya. Di balik bulu tebal yang menyelimuti sekujur tubuh, juga badan gempal menggemaskan milik Dombat, ada sosok pria bernama Muhammad Faizin (68) yang menjadi saksi kemunculan awal hingga Dombat berkembang seperti sekarang.
Faizin mulai memelihara domba lokal pada tahun 1971, kala itu Dombat belum muncul di muka bumi ini. Sebagaimana petani lain, domba-domba ini dijadikannya sebagai sampingan. “Kotorannya bisa digunakan sebagai pupuk di lahan pertanian, jadi memang banyak yang pelihara hewan ternak,” kata pria yang gemar mengenakan peci ini.
Potensi Batur sebagai daerah yang cocok untuk membudidayakan domba akhirnya terendus oleh pemerintah. Diberikanlah bantuan sepuluh ekor pejantan unggulan domba merino yang dikirim dari Peternakan Tapos, Jawa Barat pada 1984. Domba merino itulah yang oleh Faizin dan Kelompok Ternak mantap yang diketuainya, disilangkan dengan domba lokal ekor tipis hingga akhirnya memunculkan jenis Dombat.
Embikan puluhan Dombat terdengar kala Faizin bertutur tentang keberhasilan penyilangan yang memakan waktu cukup lama. Butuh tujuh turunan untuk menghasilkan Dombat dengan kondisi genetik yang stabil. “Baru awal 90-an akhirnya dihasilkan turunan yang dinamakan Dombat sekarang ini, di kandang belakang itu, oleh saya dan Kelompok Ternak Mantap,” tutur faizin sambil menghangatkan diri di perapian rumahnya, Sabtu (8/5/2021).
Dari generasi awal penghasil Dombat ini, Faizin adalah satu-satunya yang masih bertahan dan konsisten menghasilkan Dombat unggulan. Meski tak selalu bisa menjual banyak, “Bisa 5-6 ekor perbulan kalau lagi bagus, namun tidak pasti,” katanya. Namun ia tetap merawat dan mempertahankan domba-domba kesayangannya. Tak heran jika ia dijuluki “Peternak Tangguh” oleh kalangan peternak di daerahnya. Pria sepuh ini juga sudah puluhan tahun dipercaya jadi ketua Kelompok Ternak Mantap.
Populasi domba batur di Dombat Kencana Farm milik Faizin kini berkisar di angka 80 ekor. Paling banyak pernah mencapai 120-an ekor dan ada waktu tertentu di mana Dombatnya hanya 30 ekor di kandang. “Pokoknya kandang ini ndak pernah kosong,” tegasnya. Siklus berkembangbiak satu indukan betina Dombat umumnya terjadi tujuh bulan sekali. Sekali melahirkan menghasilkan satu hingga dua anakan saja.
Meski harga fluktuatif, Faizin konsisten hasilkan bibit
Meski potensi untung cepat bisa didapat melalui skema penggemukan, Faizin mengaku tetap setia menghasilkan bibit-bibit domba. Katanya, jika beralih ke model penggemukan, siapa yang mencetak bibit Dombat unggulan? Apalagi populasi Dombat saat ini terbilang belum sebanyak jenis domba lain yang banyak dipelihara di Indonesia.
Memang ia tak menutup kemungkinkan bahwa suatu saat akan mencoba skema penggemukan. Namun untuk sekarang, menghasilkan dan mempertahankan bibit-bibit unggul Dombat adalah keinginan utamanya.
Tanpa kecintaan, barangkali Faizin tak bisa terus bertahan membudidayakan domba hasil persilangan ini selama puluhan tahun. Pasalnya, permintaan pasar terhadap rumpun domba yang baru dipatenkan Kementerian Pertanian pada 2011 ini masih fluktuatif, sehingga tak bisa ia jadikan sebagai penghasilan utama. Alhasil Faizin tetap bertani sayuran seperti wortel dan kubis untuk menafkahi keluarga.
Meski penjualannya fluktuatif, domba-domba ini sejak dulu bisa menyediakan uang darurat untuk kebutuhan pendidikan lima anak Faizin sampai jenjang perguruan tinggi. “Kalau butuh uang, tinggal dijual, ya seperti tabungan lah ya,” katanya.
Selain itu, Dombat ini juga merupakan hewan yang kuat dan mudah beradaptasi. Tingkat kematiannya rendah dan tidak rentan penyakit. Hal ini jadi alasan lain mengapa Faizin kerasan puluhan tahun memelihara domba montok ini.
Selepas berbincang dengan Faizin, saya diajak berkeliling kandang oleh Sayyid Rozan (22), anak keempat Faizin yang kini sedang di akhir masa studi S1. Sore itu Dombat-Dombat di kandang nampak lahap ketika diberi makanan. Mulai dari daun wortel, rumput gajahan, hingga konsentrat tersedia untuk memenuhi kebutuhan pangan Dombat yang tinggi.
“Ini kalau dikasih makan terus, ya dimakan habis,” katanya sembari mengelus domba. Dalam sehari, satu Dombat butuh pakan 10 persen dari berat tubuhnya. Dombat sendiri bisa tumbuh hingga bobot 140 kilogram, lebih besar ketimbang domba lokal. Maka pakan yang dibutuhkan pun banyak.
Sekarang Dombat Kencana Farm memiliki setidaknya tiga pekerja untuk merumput setiap harinya. Jika musim penghujan, pakan alami bisa mudah ditemukan di ladang. Namun saat kemarau berkepanjangan, tak jarang harus mencari rumput hingga ke hutan. “Bapak ini memang senang sekali sama Dombat, jadi pakan banyak tidak jadi masalah,” ujar sang anak.
Rozan bersama kakak lelakinya kini intensif membantu urusan perDombatan ini. Kakaknya lebih dulu fokus bertani dan mengurus Dombat setelah lulus studi kedokteran hewan beberapa tahun lalu. Sedangkan Rozan baru sejak pandemi menjadikan urusan kandang sebagai aktivitas hariannya. “ Skripsi jadi terbengkalai ini, tapi gak masalah, ngurus Dombat juga menyenangkan dan menghasilkan,” ujarnya sambil tertawa.
Kecintaan Faizin sepertinya menurun ke anak-anaknya. Rozan nampak bungah saat menjelaskan cita-citanya untuk memajukan peternakan ini di masa depan. “Saya ingin Dombat ini lebih dikenal luas di kancah nasional. Jadi saya genjot terus sosialisasi di sosial media,” ujarnya.
Mengenalkan Dombat di kancah nasional
Selama dikelola Faizin, penjualan Dombat dari peternakannya sebatas di daerah Banjarnegara dan Wonosobo. Namun, setahun belakangan, permintaan akan Dombat melonjak drastis. Mulai dari daerah di Jawa Barat dan Timur, Sumatera, sampai Aceh.
Hal ini tak lepas dari upaya Rozan untuk mengenalkan Dombat di dunia maya. Kanal Youtube “Domba Batur” yang dikelola Rozan sejak Maret 2020 kini sudah memiliki enam ribuan subscriber. Beberapa videonya bahkan mendulang ratusan ribu tayangan.
Pemuda ini berkelakar tentang upaya dengan segala keterbatasan dalam membuat konten-konten untuk disebarluaskan di sosial media. “Aku yang shooting, yang jadi modelnya juga, terus ngedit sendiri, pokoknya seadanya lah,” tutur mahasiswa Jurusan Pertanian UMY ini.
Berkat upayanya itu, Dombat Kencana Farm mendapat perhatian banyak kalangan. Awal tahun 2021 lalu misalnya, rombongan Bupati Kabupaten Bener Meriah, Aceh menjadikan peternakan ini sebagai salah satu destinasinya ketika lawatan dinas ke Banjarnegara. Belum lagi kunjungan dari penghobi, peternak, bahkan pelancong yang sekadar melihat-lihat saja dilayani Rozan hampir setiap hari. Tak heran kalau skripsinya nyaris terlantar.
Rozan juga mengajak saya berkeliling ke lima peternakan Dombat lain di beberapa desa sekitar Batur. “Wes podo garep entek dombane” atau “sudah mau habis saja dombanya (Dombat)” adalah tanggapan yang selalu ia lontarkan setiap memasuki kandang. Ia menuturkan bahwa beberapa kandang itu sebelunya memiliki ratusan Dombat, namun kini tersisa di bawah 50 ekor saja.
Meski terus mengenalkan Dombat ke khalayak luas, prinsip yang dipegang Dombat Kencana Farm yakni jangan terlalu banyak melepas Dombat unggulan ke luar. Hal itu dilakukan demi menjaga kualitas dan kuantitas bibit yang dihasilkan oleh peternak lokal di daerah kelahiran Dombat tersebut. “Sayang ini, kalau besok ada kontes Dombat, tapi yang menang bukan dari peternak Batur, kan malu,” katanya.
Produk dari Dombat Kencana Farm sendiri sudah seringkali meraih penghargaan di berbagai kontes. Terakhir, kala Dieng Culture Festival 2019, salah satu Dombatnya meraih juara 1 kategori anakan. Bagi peternak, memenangkan kontes adalah kebanggaan besar yang patut diperjuangkan.
“Nah sekarang ini kontes Dombat masih di kancah regional, belum ada yang nasional. Dengan sosialiasi yang gencar, suatu saat semoga ada kontes nasional,” harap Rozan.
Keistimewaan Domba Batur
Nilai jual Dombat memang cukup baik, namun menurut Rozan tidak terlalu fantastis. Umumnya Dombat dipatok kisaran 3-10 juta rupiah. Tergantung ukuran dan kualitasnya. Namun tak jarang ada yang dijual di angka belasan hingga dua puluhan juta, untuk Dombat istimewa yang memenangkan kontes. Di Dombat Kencana Farm, Dombat tertinggi yang pernah dilepas senilai 12 juta rupiah.
Saya pun penasaran dan menanyakan, apa yang kemudian menjadi keistimewaan Dombat bagi para penghobinya? Kata Rozan, “Dombat ini dagingnya banyak karena ukurannya besar, pertumbuhan cepat dibanding domba lokal. Bulunya istimewa karena rimbun menyelimuti sekujur tubuh. Terakhir, Dombat adalah domba yang paling ramah dibanding jenis lain.”
Jika dilihat, postur tubuh Dombat tergolong montok. Tubuhnya melebar dengan kaki pendek dan kuat. “Hampir mirip domba texel tubuhnya, tapi texel tinggi sedangkan Dombat melebar,” celetuk Rozan. Dibandingkan domba merino yang jadi leluhurnya, bulu Dombat juga lebih lebat. Hal ini membuat Dombat dikenal sebagai jenis yang lucu dan menyenangkan untuk dipelihara.
Kemudian keistimewaan dari sifatnya yang ramah juga dibuktikan oleh pemilihan Dombat sebagai penghuni petting zoo atau tempat hewan ramah dan bisa diajak berinteraksi dengan pengunjung di Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta. Dombat di sana dibeli langsung dari peternakan milik Faizin beberapa tahun lalu.
Dombat memang komplit, bisa dimanfaatkan dagingnya untuk keperluan konsumsi karena tubuh bongsor dan harganya masih tergolong terjangkau. Bisa dimanfaatkan bulunya karena punya kelebatan di atas rata-rata domba pada umumnya. Juga bisa jadi klangenan yang menyenangkan hati para penghobi hewan.
Segala keistimewaan itu memang membuat Dombat menjadi primadona bagi Faizin dan keluarganya. Namun lebih dari itu, kecintaan juga muncul karena telah ikut andil menghadirkan rumpun domba lucu ini ke dunia.
Tertarik melihat kelucuan Dombat secara langsung? Mudah saja, kunjungi Kecamatan Batur, Banjarnegara. Kemudian tanyakan pada sembarang orang, “Rumahnya Pak Faizin Dombat di mana ya?” Niscaya Anda tak butuh Google Maps untuk menemukan titik tepat lokasinya.
BACA JUGA Seekor Anjing Bernama Jaki dan Homestay Omah Noto Plankton yang Dibayar dengan Keikhlasan dan liputan menarik lainnya di rubrik SUSUL.