Meminta Mahfud MD Menjadi Cawapres Jokowi Merupakan Manuver Tercerdas PSI

KEPALA SUKU-MOJOK

KEPALA SUKU-MOJOK

MOJOK.CO Memilih satu di antara banyak bakal cawapres Jokowi bisa menimbulkan situasi yang tidak kondisif. Apakah Mahfud MD merupakan sosok yang tepat?

Harus diakui, PSI adalah salah satu partai yang punya percaya diri tinggi dan memiliki kiat untuk terus mendapatkan perhatian publik. Manuver termutakhirnya adalah meminta Mahfud MD untuk menjadi salah satu panelis calon legislatif partai baru ini. Di kesempatan itu pula, PSI meminta Mahfud bersedia dicalonkan menjadi pendamping Jokowi.

Saya tidak tahu persis apakah Mahfud dipilih sebagai satu-satunya yang dicalonkan PSI atau tidak. Sebab, belum lama, PSI mengumumkan 12 cawapres pendamping Jokowi.

Langkah meminang Mahfud menurut saya cukup keren. Sekalipun harus dipahami bahwa hal seperti ini menorehkan pengalaman politik yang kurang enak bagi mantan ketua MK.

Pada pemilu 2014 lalu, dia juga diiming-imingi oleh PKB untuk hal yang sama bersama JK, Rhoma Irama, dan Ahmad Dhani. Langkah itu juga jadi langkah tercerdas PKB sehingga memperoleh kursi dua kali lipat dari pemilu sebelumnya. Enak di PKB, tapi sepertinya tidak enak bagi orang-orang yang dicalonkan.

Menurut hemat saya, pemilihan nama Mahfud itu realistis. Besar kemungkinan, banyaknya partai yang merapat ke Jokowi akan membuka potensi cawapres yang bukan berasal dari partai pendukungnya. Memilih satu di antara ketua atau tokoh partai tertentu akan menimbulkan hal yang tidak kondusif.

Apalagi kita pernah punya pengalaman politik ketika SBY pada pemilu 2009 justru memilih tokoh di luar dugaan untuk mendampinginya: Boediono. Dan SBY saat itu membuktikan bahwa pilihannya cukup efektif untuk meredam potensi perselisihan di antara partai-partai pendukungnya serta membuktikan bisa menang telak dalam satu putaran.

Selain faktor strategis di atas, Mahfud juga memiliki beberapa kelebihan lain. Pertama, jamak diketahui kalau Mahfud punya pengalaman di berbagai lini kepemimpinan nasional dari mulai jabatan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Saya kira jarang sekali elite politik kita yang punya pengalaman sekaya Mahfud.

Kedua, Mahfud adalah pakar hukum tata negara. Harap diingat, pemerintahan Jokowi berkali-kali kalah dalam soal ini. Terutama jika berhadapan dengan Yusril Ihza Mahendra. Kecerdasan Yusril dan kepiawaiannya seakan susah diimbangi oleh orang-orang Jokowi. Memasang Mahfud sebagai pendamping Jokowi akan memberi rasa percaya diri dalam hal legislasi dan konstitusi.

Ketiga, Mahfud jelas dianggap sebagai salah seorang tokoh Islam terkemuka di Indonesia. Selain santri, Mahfud menggondol gelar kesarjanaan dalam bidang Sastra Arab. Dia juga menguasai hukum Islam dan tentu saja tidak menemui kesulitan dalam membaca kitab-kitab klasik. Kadar dan otoritas keilmuan Mahfud dalam hal ini tak diragukan lagi. Dan dia pun dekat sekali dengan komunitas santri serta kaum ulama.

Tentu akan timbul persoalan dan pertanyaan karena pada pilpres 2014, laki-laki dari Madura itu menjadi salah seorang tokoh penting bagi tim pemenangan Prabowo. Tapi, pertanyaan itu justru positif bagi Jokowi. Bukankah Prabowo juga mengambil orang-orang terpenting Jokowi? Dua di antaranya adalah Anies Baswedan dan Sudirman Said.

Kalau Prabowo “menjamu” para mantan tim sukses Jokowi merapat ke kubunya, tidak akan mengherankan jika Jokowi melakukan hal yang sama. Bukan hanya dijamu menjadi gubernur lagi, tapi menjadi cawapres.

Apa pun itu, manuver PSI kali ini bukan hanya pintar, tapi juga saling menguntungkan. PSI untung. Mahfud juga untung.

Exit mobile version