Kemarin, dua tagar yakni #BubarkanKPAI dan #PBDjarumJanganPamit mewarnai lini masa media sosial di Indonesia. Dua tagar yang menunjukkan ekspresi netizen: kemarahan kepada KPAI dan permintaan agar Djarum tetap mempertahankan Perkumpulan Bulu Tangkis (PB) Djarum.
Kewalahan menghadapi protes yang eskalasinya terus meningkat, KPAI akhirnya mencoba ngeles bahwa lembaga ini tidak bermaksud untuk melarang audisi. Alasan yang bagi awam saja terlihat bodoh dan membual.
Sebetulnya, dari berbagai sisi sudah diperlihatkan bagaimana PB Djarum ikut berkontribusi pada dunia bulutangkis Indonesia. Tuduhan bahwa PB Djarum melakukan “eksploitasi anak” berkedok audisi, tentu mengecewakan PB Djarum. Selaian kejam, tuduhan tersebut tidak berbasis fakta. Bagi para wartawan yang meliput audisi ini, jangankan mengajak orang merokok, bahkan tidak terlihat aktivitas merokok di ruangan audisi. Di pusat PB Djarum sendiri, larangan orang merokok di tempat bermain laga juga terpampang jelas.
Nama PB Djarum ini sudah lama ada. Sehingga seandainya tuduhan pemakaian nama ini melanggar peraturan. KPAI mestinya tahu bahwa aturan semacam itu tidak bisa berlaku surut. Lembaga yang sudah berusia lebih dari 50 tahun, sudah bekerja keras dan menggelontorkan banyak dana, punya keterikatan emosi dan sosial kepada publik ini, tidak wajib mengganti namanya. Karena sudah ada dan sah secara hukum. Seandainya lembaga itu berdiri satu atau dua tahun ini, maka masih mungkin. KPAI selalu menyatakan PB Djarum melanggar UU nomor 35 tahun 2014 dan PP nomor 109 tahun 2012.
Tapi perdebatan soal hukum, sebetulnya berdiri di atas perdebatan soal substansi. Tuduhan KPAI tidak menemukan dasar substantifnya dan itu menabrak simpati publik.
Di berbagai akun para tokoh publik pun menyayangkan sikap gegabah KPAI. Banyak yang bilang bahwa mereka bukan perokok tapi menganggap apa yang dilakukan oleh KPAI adalah teror terhadap suatu lembaga yang sudah lebih dulu ada dan berguna bahkan dibanding KPAI. Sebagian lain mulai menyatakan bahwa KPAI mulai ikut agenda Yayasan Lentera Anak yang nyata-nyata didanai oleh Bloomberg Initiative. Sekadar informasi singkat, Bloomberg Initiative ini punya agenda menghentikan industri rokok di Indonesia lewat berbagai sisi.
Di Indonesia, agenda Bloomberg tidak berlangsung mulus karena ada sekitar 6 juta keluarga di Indonesia yang menggantungkan diri dengan berprofesi sebagai petani tembakau, dan ada sekitar 10 juta orang yang menjadi petani cengkeh. Tembakau dan cengkeh adalah bahan utama pembuat rokok kretek, rokok khas Indonesia. Hal lain, cukai rokok sangat penting bagi keuangan negara. Per Desember 2018, cukai rokok sudah menyumbang lebih dari 120 triliun ke kas negara. Belum pajak-pajak lain.
Memberangus produk rokok Indonesia sama saja dengan mematikan hajat hidup puluhan juta orang. Dari situlah muncul berbagai perdebatan pro-kontra terhadap isu tersebut. Industrinya ditekan dan dihajar berbagai LSM yang menerima dana dari Bloomberg Initiative, tapi uangnya diterima. Di sini pula letak anomali KPAI. Sebab lembaga resmi negara ini, melangkah terlalu jauh. PB Djarum bahkan sudah mau menurunkan beberapa hal terkait prinsip tuduhan, tapi KPAI mendesak agar tidak ada lagi nama PB Djarum. Dengan begitu, wajar jika PB Djarum pamit. Ketika PB Djarum pamit ke publik untuk tidak lagi mengurus bulutangkis di Indonesia, masyarakat marah kepada KPAI. Ketika diserbu masyarakat, KPAI ngeles. Wajar kalau masyarakat makin marah. Sudah melakukan tindakan bodoh, masih tidak mau mengakui.
Sebagai orang awam, saya menyarankan agar KPAI memperbanyak tindakan tolol lainnya. Misal, supaya lebih keren, KPAI sebaiknya menaikkan level tuntutannya untuk membubarkan Beasiswa Djarum dan Sampoerna. Biar makin punya legitimasi untuk seolah-olah membahagiakan dan mencerdaskan anak-anak Indonesia.
KPAI sebaiknya juga meminta tidak ada lagi pertunjukan teater, festival musik, seni, dan budaya lainnya, yang dibiayai oleh Djarum Foundation. Karena setiap anak yang melihat pertunjukan dan festival itu membuat mereka langsung jadi perokok. Argumen gila itu lanjutkan terus. Nanti suruh pula semua nama hotel harus ditutup dari arah jalan karena kalau ada orang nyetir mobil lalu melihat hotel, bawaannya pengin tidur.
Plus, pohon-pohon trembesi di sepanjang pantura diminta untuk dirubuhkan saja karena dibiayai oleh Djarum Foundation. Dan meminta lembaga tersebut menghentikan semua jenis kegiatan penyelamatan lingkungan yang didukungnya.
Anggap, sekali lagi anggaplah Djarum itu lembaga yang reputasinya buruk. Saya ingin menceritakan kisah klasik ini kepada pembaca semua…
Suatu saat, Pak AR Fachrudin ditanya oleh orang, apakah uang hasil judi SDSB boleh untuk menyumbang masjid atau kegiatan keagamaan yang lain? Jawaban Pak AR di luar dugaan: boleh. Kontan jawaban itu mendulang polemik. Banyak orang bertanya kenapa Pak AR memperbolehkan hal tersebut? Jawaban Pak AR kira-kira demikian: “Kalau uang dari hasil ketidakbaikan tidak boleh untuk kebaikan, maka akan berbahaya. Berarti uang hasil judi hanya boleh digunakan untuk keburukan. Uang dari judi hanya boleh untuk maksiat dan lain-lain. Itu sangat berbahaya karena akan memperkuat jalan keburukan dan memperberat jalan kebaikan.”
Padahal, konteks Djarum tentu tidak seburuk itu. Tapi KPAI menggunakan pola pikir fasistik, dan akhirnya lembaga ini mendapat ganjaran dari masyarakat secara langsung.
Sepertinya, kita sebagai warga negara, tampaknya lebih suka KPAI yang lenyap daripada PB Djarum. Karena kita semua butuh anak-anak Indonesia berprestasi, sportif, tumbuh sehat jasmani dan ruhani, salah satunya lewat berolahraga, dan salah satu cabang olahraga yang diminati masyarakat kita adalah bulutangkis.
Jika PB Djarum benar-benar lenyap, bulutangkis Indonesia memudar, maka kita semua harus mencatat ini: Pada bulan September 2019, KPAI membuat tindakan bodoh dan berdosa kepada bangsa Indonesia.
BACA JUGA Terima Kasih KPAI, Sudah Selamatkan Anak-anak dari Mimpi Menjadi Atlet Dunia atau tulisan Puthut EA lainnya.