Makin banyak survei digelar, makin menunjukkan bahwa Prabowo Subianto merupakan kandidat terkuat. Setidaknya, dia selalu menduduki 3 besar selain Anies Baswedan. Namun Prabowo memiliki beberapa hal yang tidak dimiliki oleh para kandidat lain.
Pertama, Prabowo memiliki mesin politik berupa partai politik yang sangat kuat, yang hampir tidak mungkin tak mencalonkannya.
Partai Gerindra yang di bawah kendali langsung Prabowo, keluar sebagai runner up pemilu legislatif 2019 dengan angka yang cukup fantastis yaitu mendapatkan suara sebesar 12,57%. Gerindra juga salah satu partai yang sampai sejauh ini belum mengalami pergolakan internal yang mengganggu jalannya partai.
Kedua, Prabowo pernah bertarung di pilpres langsung sebanyak tiga kali. Pertama ketika duet dengan Megawati sebagai cawapres pada pemilu tahun 2008, dan dikalahkan oleh SBY yang saat itu didampingi oleh Boediono. Kedua ketika berduet bersama Hatta Rajasa pada pilpres 2014, yang kalah melawan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. Ketiga, pada tahun 2019 berpasangan dengan Sandiaga Uno, dan kembali dikandaskan oleh Jokowi-Amin.
Pengalaman 3 kali dalam pertarungan langsung, tentu membuat Prabowo memiliki pengalaman yang sangat kaya dibanding sederet nama lain yang masuk dalam radar kandidat capres 2024. Laga capres berbeda dengan laga pemilu gubernur, misalnya. Indonesia adalah daerah yang sangat luas secara geografis, dengan karakter masyarakatnya yang sangat kompleks.
Ibarat berperang, Prabowo sangat mengenali medan perangnya. Dengan pengalaman seperti itu, besar kemungkinan dia bakal memenangi laga 2024.
Ketiga, elektabilitas yang cukup terjaga. Memang survei yang digelar akhir-akhir ini masih menempatkan para kandidat dalam persentase yang belum banyak. Wajar karena pilpres masih cukup lama digelar. Tapi tetap menempati 3 besar dalam elektabilitas, jelas bukan hal sederhana.
Itu menunjukkan Prabowo memiliki barisan loyal yang sangat menginginkan dia jadi presiden, dan sangat terbuka kemungkinan elektabilitasnya terus naik seiring waktu yang mendekat ke penunjuk waktu 2024.
Jangan lupa, Prabowo saat ini juga termasuk menteri yang dianggap memuaskan masyarakat dari sisi kinerjanya. Selain itu, dia tanpaknya sadar diri untuk lebih banyak diam terhadap berbagai isu, sebagai sebuah kiat untuk tak terlalu mengambil risiko terpeleset. Peluang besar menjadi presiden tak ingin dibuang dengan begitu saja, hanya karena keliru membuat manuver politik.
Tapi… Prabowo bisa saja kalah dalam pilpres 2024, kalau salah mengambil strategi dan situasi politik tidak mendukungnya.
Sementara ini, kita asumsikan bahwa tampaknya Gerindra akan berjabat tangan dengan PDIP untuk Pilpres 2024. Gabungan kedua partai ini memang akan sangat kuat. Kedua partai ini punya basis pemilih yang saling melengkapi. Mesin politik kedua partai dan stamina pendukungnya, tak bisa diingkari punya militansi yang luar biasa.
Namun jika itu terjadi, masih menyimpan misteri siapa yang akan didaulat PDIP untuk mendampingi Prabowo. Saksuk di tingkat elite politik adalah Puan Maharani. Walaupun tidak menutup kemungkinan nama lain, termasuk Ganjar Pranowo.
Jika misalnya Ganjar tersingkir, dan dia memilih melabuhkan diri keluar dari PDIP untuk menerima pinangan partai lain, situasi bisa saja tak menguntungkan bagi Prabowo. Misalnya, Anies Baswedan berduet dengan Ganjar Pranowo, dan didukung beberapa partai karena partai-partai tersebut membutuhkan kesegaran dan sirkulasi kekuasaan.
Prabowo-Puan vs Anies-Ganjar (atau Ganjar-Anies), bisa jadi hambatan baru buat Prabowo. Elektabilitas Anies dengan Ganjar cukup tinggi dan jika digabung, bisa menjadi mendulang empati publik.
Anies dan Ganjar dianggap banyak orang termasuk figur yang bisa diajak bicara oleh masyarakat, selain tentu saja dicitrakan dekat dengan masyarakat. Keduanya juga punya pengalaman politik yang tidak sembarangan. Sangat matang.
Anies memenangi laga panas pilgub DKI, sedangkan Ganjar dua kali keluar sebagai pemenang pilgub Jawa Tengah.
Ganjalan lain bisa saja muncul dari figur lain. Misal Anies berpasangan dengan Ridwan Kamil, yang elektabilitasnya juga cukup tinggi. Atau Ganjar dengan Ridwan Kamil.
Tiga nama itu: Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Ridwan Kamil, jika dikocok dan saling dipasangkan, bisa menjadi faktor penghambat besar bagi kemenangan Prabowo.
Kalau mau main lebih aman untuk membuka peluang menang membesar adalah jika Prabowo mengambil salah satu di antara ketiga nama itu sebagai cawapres. Tapi risikonya, bisa jadi Gerindra tak jadi bergandengan tangan dengan PDIP. Itu juga masalah.
Sekarang bayangkan jika misal Prabowo duet dengan Anies. Tiba-tiba PDIP tak jadi mengusung Puan dan memutuskan Ganjar melaju dengan Ridwan Kamil atau Sandiaga Uno (tentu dengan catatan Sandiaga Uno memutuskan menyeberang dari Prabowo).
Kantong PDIP di Jawa, bisa jadi faktor penghambat Prabowo sebagaimana pilpres tahun 2019 lalu, di mana PDIP terlihat menguasai Jawa, terutama Jawa Tengah yang memang padat penduduknya dan hampir semua bupati/walikota dipegang oleh partai moncong putih itu.
Ternyata, pilihan-pilihan Prabowo menjadi capres dan memenangi pertarungan tidak mudah… Tapi itu jika skenario buruk. Bisa saja skenarionya kebalikan dari itu.
Misalnya, ternyata nama-nama seperti Anies, Ganjar, Ridwan, tak ada yang dapat tiket dari parpol. Semua ingin mengajukan nama dari partainya masing-masing. Kalau itu yang terjadi, Prabowo bisa melenggang dengan santai menuju kursi impiannya sebagai Presiden Republik Indonesia.
Atau, sebagian partai lain sepakat untuk bergabung dengan Gerindra dan PDIP dengan kalkulasi ngapain susah-susah bertarung kalau kemudian kalah? Lebih baik mendukung sejak awal supaya dapat jaminan pembagian kue kekuasaan….
Prabowo sangat mungkin merangkul lebih banyak partai. Caranya sederhana: Dia berjanji jika terpilih sebagai presiden, hanya akan berkuasa satu periode saja, dan tidak akan bertarung di periode selanjutnya.
BACA JUGA Alasan Kenapa Prabowo Adalah ‘Koentji’ dalam Pemerintahan Jokowi dan esai Puthut EA lainnya.