MOJOK.CO – Kepala Suku Mojok menjelaskan betapa masuk akalnya program politik Jokowi tiga periode, ini mungkin sekali terjadi lho.
Beberapa bulan lalu, mungkin kebanyakan orang akaan tersenyum geli saat ada orang di Indonesia yang mendorong Jokowi maju sebagai presiden untuk kali ketiga. Sebagian besar orang juga geli saat ada beberapa tokoh mengampanyekan Jokowi berduet dengan Prabowo untuk memimpin Indonesia. Itu berarti, lagi-lagi Jokowi didorong untuk maju sebagai presiden. Jokowi tiga periode.
Tapi, sebagian dari mereka yang geli itu, cukup terenyak saat dideklarasikan komunitas Jokowi-Prabowo 2024. Ini bukan manuver politik yang main-main. Dan tentu saja ini bukan manuver politik sembarangan. Apalagi, komunitas itu membawa misi besar yang dirindukan oleh masyarakat kita. Tentu akan disambut dengan riang gembira. Jika jagat batin rakyat sudah seperti itu dan aspirasi mereka sudah bergema begitu lantang, elite politik tinggal bikin pertemuan legal mengesahkan perubahan UUD. Beres. UUD bukan kitab suci. Boleh diubah dan seharusnya memang diubah sesuai dengan dinamika zaman.
Apalagi tujuan komunitas politik ini suci. Sangat suci. Mereka tidak ingin ada polarisasi yang terjadi di masyarakat. Bahaya betul kalau masyarakat itu terbelah, nanti kita perang saudara, iiih ngeri kalau itu terjadi. Amit-amit jabang bayi!
Komunitas ini juga murni suara akar rumput. Suara dari hati nurani rakyat. Tidak mungkin kalau program dan kampanye seperti ini muncul dari sebagian elite politik…. Rakyat itu bening hatinya. Mereka bisa mengorganisir diri. Tidak bisa disetir elite politik. Mereka biasa bikin saweran untuk beli kaos, melakukan placement di media, bahkan bisa menyewa kantor sekretaris nasional. Sebentar lagi pasti kantor-kantor relawan Jokowi tiga periode yang mendorong Jokowi-Prabowo 2024 akan ada di mana-mana. Sebab rakyat kompak, tulus, dan ikhlas.
Kalau ada pertanyaan kenapa tidak dibalik dengan “Prabowo-Jokowi 2024”, padahal hal ini lebih masuk akal? Justru bagi mereka itu tidak masuk akal. Sebab Jokowi sudah selama hampir satu setengah periode kepemimpinannya, sudah membawa Indonesia menjadi negara yang gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja. Jokowi terbukti membawa negeri ini bisa melewati pandemi dengan kebijakan yang akurat dan jeli. Nyaris tanpa korban, berbiaya minim, dan lihatlah sekarang ini, kita semua sudah bisa menikmati hidup tanpa ancaman pandemi.
Jokowi juga sudah teruji komitmennya dengan membawa Indonesia menjadi negara yang makin demokratis. Indeks demokrasi kita naik secara drastis. Orang tidak takut mengeluarkan pendapat. Para penebar hoaks sudah dihukum. Para buzzer yang di negara lain kerap bikin onar, sudah dikirim ke Nusakambangan. Tidak ada mahasiswa mati karena demonstrasi. Omnibus Law yang hebat itu, disepakati rakyat dengan tulus dan ikhlas.
Prestasi paling hebat Jokowi adalah di lini pemberantasan korupsi. Lembaga antikorupsi diperkuat. Koruptor jadi takut. Operasi tangkap tangan terjadi di banyak tempat sehingga akhirnya tidak ada lagi berita tentang korupsi. Korupsi hampir lenyap di negeri ini. Alhamdulillah, itu berkat jasa Presiden Jokowi.
Tapi, kan Jokowi menolak didorong untuk menjadi presiden ketiga kali? Nah, itulah. Kita sedang berhadapan dengan tokoh yang sukses memimpin Indonesia, tapi rendah hati. Beliau tidak suka memimpin Indonesia tiga periode. Berarti kita sebagai rakyat yang harus “memaksa” mereka. Kalau kampanye Jokowi tiga periode plus kampanye menduetkan Jokowi dengan Prabowo bisa bergerak dengan terstruktur dan masif, insya Allah beliau akan bersedia. Tapi, kalau hanya sedikit dan seimprit yang mendukung, tentu itu seperti menampar muka beliau. Masa kampanye semulia itu kok hanya didukung orang sedikit?
Apalagi jika nanti posko pendukungnya ada di hampir setiap kecamatan di republik ini, insya Allah beliau mau. Beliau pasti akan menghormati masukan dari rakyat. Ingat lho, dulu Pak Harto kan saat mau dicalonkan menjadi presiden lagi dan lagi, selalu menolak. Tapi, begitu diminta, beliau akhirnya menerima.
Benar adanya jika Jokowi-Prabowo yang maju pasti akan berhadapan dengan kotak kosong. Atau supaya lebih terkesan ada kompetisi, ya bisa saja dibuat seolah-olah ada kompetitornya, tapi kita semua tahu calon pasangan tersebut pasti kalah. Kan sudah ada contohnya, misalnya di kota Solo.
Sementara untuk menghibur para menteri dan gubernur yang punya peluang menjadi presiden dan wakil presiden, tapi terpaksa tidak jadi bertarung, mereka dikumpulkan dalam satu kabinet. Bayangkan betapa hebatnya Indonesia jika di dalamnya ada nama-nama menteri seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Mahfud MD, AHY, Puan Maharani, Moeldoko, Ridwan Kamil, Erick Thohir, Sandiaga Uno, dll. Bagi mereka yang lebih memilih jadi gubernur lagi, juga dipersilakan. Pokoknya, enaknya gimana, dirembuk bareng.
Dengan begitu, terbayang sudah betapa Indonesia akan menjadi negeri yang menyenangkan. Rakyatnya sejahtera dan bahagia, dalam kebijakan adil dan beradab. Jangan lupa, saya juga masuk ke dalam kabinet bersama Pak M. Qodari, lho ya. Masak saya sudah menulis beginian cuma jadi komisaris BUMN, Luuur? Ya, kan? Sudah, begitu saja ya. Bismillah….
BACA JUGA Kenapa Buzzer Jokowi Merapat ke Ganjar Pranowo? dan tulisan lainnya dari Puthut EA di rubrik KEPALA SUKU.