Sekira setahun lagi, hajatan besar politik di Indonesia akan digelar. Ya, Pilgub DKI 2017. Pergelaran ini menjadi penting karena berbagai hal.
Pertama, karena penguasa Jakarta adalah ‘RI 3’ setelah Presiden dan Wapres, jika dilihat dari penguasaan wilayah, anggaran, dan bobot politiknya. Kedua, setelah fenomena Jokowi, maka Jakarta adalah etalase politik dengan lampu yang paling terang. Berhasil memenangi laga menjadi Gubernur DKI itu artinya satu investasi besar sedang ditanamkan untuk bertarung ke pentas yang lebih besar lagi: Pilpres 2019.
Maka di etalase itulah, semua tokoh politik punya kepentingan besar untuk memajangkan para jagoan terbaik. Tidak heran jika semua partai politik, bohir, makelar, timses, sibuk saling lirik, saling gadang, saling timbang, dan saling mengawasi. Tidak heran pula, sejumlah nama yang punya kemungkinan besar menjadi petarung andal, dielus. Mulai dari pengusaha muda seperti Pak Sandiaga Uno, pakar hukum dan politikus gaek Pak Yusril Ihza Mahendra, sampai penyanyi dan produser kondang Mas Ahmad Dhani, tak luput dari pemindaian.
Dan bukan tidak mungkin tokoh dari daerah lain yang memang mencorong, akan ‘diimpor’ untuk ikut berlaga seperti Bu Risma Triharini, Kang Ridwan Kamil, dan siapa tahu perwakilan keluarga Cendana, Mas Tommy Soeharto pun ikut mengadu peruntungan di perhelatan panas itu. Dengan demikian, perang bintang akan terjadi. Dan bukan mustahil akan makin banyak tokoh lain yang bakal ikut meramaikan.
Itu artinya, sebagai petahana, Ahok jelas akan menghadapi persaingan ketat dengan calon lain. Sebuah pertarungan yang sengit.
Mojok mencoba memindai dengan caranya yang khas lewat metode ‘Jaim’ alias ‘jajak imajinasi’: Siapa tokoh yang pantas mendampingi Pak Ahok sebagai calon wakil gubernur dalam posisi pertarungan yang tidak mudah itu. Posisi calon wakil gubernur ini sangat penting, karena bagaimanapun dalam hitungan politik, kalau Pak Ahok jadi Gubernur DKI lagi, kemungkinan besar dia akan maju entah sebagai Capres atau Cawapres pada tahun 2019.
Kalau soal jajak pendapat dan survei, biarlah itu menjadi domain lembaga survei ternama macam LSI, Poll Mark, Indo Barometer, atau Indikator Politik. Mojok punya metode sendiri yang khas, dengan cara memindai perasaan dan pemikiran orang lewat mesin yang sebaiknya Anda tidak tahu.
Berdasarkan pemindaian kami, maka ada 5 calon yang bisa membuat Ahok punya potensi besar untuk menenangi pertarungan, sekalipun tentu saja tidak mudah. Berikut adalah kelima calon yang telah kami pindai. Penyebutan nomor urut tidak berarti secara otomatis menunjukkan urutan kekuatan.
Anda boleh saja mengernyitkan dahi. Tapi memang putra sulung Pak SBY ini sangat cocok menjadi pendamping Ahok. Muda, pintar, dan punya pengalaman 15 tahun di dunia militer.
Sebagai seorang mantan Presiden dan pemikir politik serta peracik strategi yang jitu, Pak SBY tentu sadar sepenuhnya bahwa jika Agus meneruskan karier sebagai tentara, kemungkinan besar kalau nanti masuk ke dunia politik akan sangat telat. Hal lain, dari Pilpres sampai Pilkada menunjukkan bahwa para pensiunan tentara selalu kalah berlaga kalau musuh orang sipil.
Padahal sebagai orang tua, wajar saja kalau Pak SBY ingin anaknya mencapai lebih baik dari apa yang telah dicapainya. Dengan ikut berlaga di Pilgub DKI sebagai pasangan Ahok, jika lancar, dalam waktu kurang dari 10 tahun, pria yang baru saja naik pangkat dari Mayor ke Letkol ini, sudah bisa berlaga di Pilpres pada umur 48 tahun. Tahun depan dia bisa menjadi Wakil Gubernur, periode berikutnya dia bisa menjadi Gubernur, dan selanjutnya bisa maju entah sebagai Capres atau Cawapres.
Itu semua jauh lebih masuk akal menaiki jenjang menuju kursi Presiden dibanding jika harus menghabiskan waktu di dunia militer, dengan pensiun pada usia 58 tahun.
2. Yenny Wahid
Putri kedua almarhum guru bangsa sekaligus mantan Presiden RI, Gus Dur, ini juga menarik untuk disandingkan dengan Ahok. Mbak Yenny jelas punya pengalaman politik yang sangat kuat dan lama. Dia mendampingi Sang Bapak di saat huru-hara politik terjadi, dan pernah aktif memimpin partai politik.
Selain itu, nama besar Gus Dur juga masih ampuh untuk mendulang suara dari kaum Nahdliyin. Terlebih, paham pluralisme yang menjadi inti pemikiran Gus Dur juga diwariskan dengan baik di keluarga beliau. Termasuk kepada Mbak Yenny. Kaum Gusdurian pasti akan juga ada di belakang perempuan yang juga pernah menjadi wartawan ini. Majunya pasangan Pak Ahok dengan Mbak Yenny akan menjadi alternatif dan eksperimen politik yang sangat menarik di Indonesia.
3. Johan Budi
Sementara memang, salah satu mantan ketua KPK yang berpembawaan kalem ini, sedang menjabat sebagi jubir Presiden Jokowi. Tapi publik sudah mengenal sepak terjangnya secara dalam memimpin KPK, sekaligus menjadi juru bicara yang andal, tenang, dan jernih.
Di dalam memimpin Jakarta, dengan gaya Pak Ahok yang cenderung meletup-letup, maka Pak Johan ini sangat cocok sebagai pendamping Pak Ahok. Terlebih, Jakarta mengelola dana yang sangat besar. Dengan pengalamannya selama hampir 10 tahun di lembaga antirasuah, maka akan ada banyak hal yang bisa dikerjakan Pak Johan untuk Jakarta yang lebih baik, dan lebih bersih dari korupsi.
4. Yusuf Mansur
Ustad muda ini jelas bukan sembarangan. Di usianya yang masih dalam kisaran 40 tahun, dia telah menjadi bagian dari penggerak berbagai hal dalam dunia pendidikan agama dan kewirausahaan.
Jam terbang tinggi, pengikut banyak, punya pegalaman memimpin di berbagai lembaga, dan menjadi inisiator berbagai gerakan dalam cakupan nasional, akan menjadi modal yang lebih dari cukup untuk mendampingi Ahok. Pembawaannya yang rileks dan jenaka, namun tetap bisa tegas, dan dihormati sebagai seorang ustad, menjadi modal yang sangat kuat.
5. Dian Sastro
Jangan tertawa dulu. Ini serius. Selain terkenal, banyak orang tahu bahwa Dik Dian Sastro ini bukan sembarang artis. Kapasitas intelektualnya juga mumpuni. Begitu lulus belajar Filsafat di UI, dia melanjutkan studi mengambil S2 ekonomi di universitas yang sama, dan lulus dengan predikat cum laude. Dia juga punya penggemar fanatik yang banyak.
Bayangkan, AADC sudah 14 tahun yang lalu. Tapi sampai sekarang, masih banyak dan makin banyak orang yang mengidolakannya. Belum lagi, jika AADC 2 diputar pada bulan April nanti. Akan ada jutaan gelombang baru para fans Dik Dian.
Coba bayangkan, ketika kita sepet dengan kata-kata Pak Ahok yang ceplas-ceplos, kadang penuh dengan umpatan, lalu kita memandang Dik Dian, maka menjadi maknyesss…
Berbagai konflik dengan warga pun punya potensi bisa diselesaikan dengan lebih baik. Karena semua dibicarakan secara baik-baik, dengan penuh kelembutan dan empati, serta auranya yang teduh bisa mendinginkan semua pihak. Punya Wakil Gubernur Dik Dian Sastro, mungkin hal yang baik buat warga Jakarta. Percayalah…
Dengan pemindaian atas kelima tokoh yang layak mendampingi Ahok, yang secara serius dilakukan oleh Mojok, masihkan Anda mau bilang media kesayangan kecebong seluruh dunia ini adalah bagian dari ‘haters’ Pak Ahok?
Mikir!