MOJOK.CO – Yamaha XSR 155 adalah motor impian saya. Bersamanya, saya bernostalgia dengan jalanan Jogja, di kala saya masih muda dulu banget tapi.
Yamaha Indonesia merilis XSR 155 pada akhir 2019. Dan, sejak kali pertama melihat sepeda motor bernuansa retro ini berseliweran di jalanan, saya langsung terpikat.
Daya tarik pertama ada pada lampu depan utama (headlamp) yang berbentuk bulat melingkar tanpa sudut seperti motor era 1980 hingga 1990-an. Lampu belakangnya juga bulat kecil. Yamaha sudah membekalinya dengan lampu LED yang terang.
Model jok Yamaha XSR 155 yang berwarna cokelat muda atau hitam legam juga mengusung gaya heritage. Bentuknya ramping memanjang seperti “roti” dengan garis-garis tegas. Model jok ramping seperti ini saya kira lebih memberikan rasa nyaman, dibanding model jok lebar milik Vespa, Aerox, PCX, ADV, NMAX, apalagi XMAX. Jok dari deretan kendaraan tersebut membuat pengemudi dan pembonceng lebih mengangkang.
Sementara itu, suspensi belakang Yamaha XSR 155 sudah monoshock. Yamaha memadukannya dengan rem belakang berjenis cakram (disc) yang menambah kesan modern.
Mari membandingkannya dengan Kawasaki W175. Suspensi belakang W175 masih menggunakan dual shock. Rem untuk roda belakang masih menggunakan tipe drum. Memang, W175 unggul dalam mesin, 175cc, dan kapasitas tangki bensin 13,5 liter. Sementara itu, kapasitas tangki bensin Yamaha XSR 155 hanya 10,4 liter.
Kesempatan menggunakan Yamaha XSR 155 di Jogja
Harga jual Yamaha XSR 155 itu lumayan tinggi untuk seorang editor dan pedagang kecil seperti saya ini. Jangankan membeli baru, beli sekennya saja mungkin setara dengan honor menulis sebanyak 100 artikel di Mojok.
Namun, nasib berkata baik. Sebuah kesempatan muncul ketika Akademi Bahagia EA di Sleman mengundang saya. Ini juga menjadi sebuah kehormatan bagi saya untuk menjadi pemateri dalam salah satu sesi “Sekolah Politik: Merayakan Keragaman dalam Politik”.
Maka, iseng-iseng saya mencari lewat Google. Akhirnya menemukan satu rental motor di Jogja yang menyewakan Yamaha XSR 155. Kebanyakan rental motor hanya menyewakan motor-motor tipe matik saja. Baik yang murah meriah seperti kelas Mio-Beat-Genio-Scoopy-Vario, maupun kelas yang agak mahal seperti PCX-ADV-Vespa-NMAX-XMAX.
Setelah mendapatkan nomor kontak, saya langsung memesan Yamaha XSR 155. Lantaran baru kali pertama menyewa motor, saya banyak tanya mengenai syarat, harga, durasi sewa, dan tetek bengek lainnya.
Sebelum ini, saya belum pernah menyewa motor. Sebab, motor Honda Supra X 125 yang biasa saya pakai di Bandung itu masih tetap tangguh meskipun sudah hampir berusia 15 tahun. Beberapa tahun silam, Supra X 125 itu masih berani saya pakai menempuh rute Bandung—Yogyakarta, Bandung—Semarang, atau Bandung—Jakarta. Waktu masih muda dulu.
Oya, harga sewa Yamaha XSR 155 sendiri, menurut saya, relatif murah. Untuk sewa per hari, ongkosnya Rp125 ribu. Saya menyewanya selama 4 hari. Bandingkan dengan harga sewa Mio-Beat-Genio-Scoopy-Vario di kisaran Rp60.000—Rp90.000. Atau, PCX-ADV-Vespa-NMAX-XMAX di kisaran Rp120.000—Rp175.000. Cukup dengan menyerahkan 2 identitas asli (SIM A dan kartu NPWP) dan membayar lunas di muka, saya menerima kunci kontak, fotokopi STNK, dan 2 helm (juga bisa mendapat 2 jas hujan kalau mau).
Beradaptasi dengan motor impian
Beruntung, saya mendapatkan unit Yamaha XSR 155 lumayan baru, keluaran 2022. Odometer digital menunjukkan bahwa penggunaan motor ini masih di bawah seribu kilometer.
Sembari beradaptasi dengan gas, rem, kopling, dan persneling, segera saja saya mengendarai motor rentalan ini meluncur menuju target pertama: Warung Bu Komang. Nasi campur spesial yang khas ini menjadi modal energi yang cukup untuk berkeliling kota sambil mencoba mengingat-ingat kembali rute dan lalu lintas yang pernah saya lintasi 5 sampai 6 tahun silam.
Setelah mengisi perut, saya sempat berhenti di sebuah perempatan. Ada suasana baru di seputaran kawasan Malioboro. Tak ada lagi ramai kaki lima yang menjajakan sajian khas berselera. Orang-orang tak lagi duduk bersila. Musisi jalanan tak tampak beraksi. Ditelaannn deruu kotamuuu!
Rupanya, sejak awal 2022, pemerintah merelokasi mereka ke Teras Malioboro 1 dan 2 tak jauh dari lokasi awal. Trotoar Malioboro sepenuhnya milik pedestrian dan wisatawan yang ingin berjalan-jalan menikmati suasana Jogja. Teras Malioboro 1 persis di selatan Jalan Malioboro, berhadap-hadapan dengan Pasar Beringharjo. Sementara itu, Teras Malioboro 2 berada di sebelah selatan Hotel Grand Inna Malioboro di ujung utara Jalan Malioboro.
Baca halaman selanjutnya: Setelah menungganginya, ada beberapa catatan…