Mobil Wuling Almaz dan Curhatan Juru Valet Tentangnya

MOJOK.COKehadiran mobil Wuling Almaz, cukup membuat tertarik juru valet. Usut punya usut, ternyata mobil ini dijual dengan harga murah tapi punya fitur yang melimpah.

Selain bisa bertindak diskriminatif tanpa khawatir ditangkap aparat, profesi juru valet juga memiliki keuntungan lain, yaitu bisa menjajal mobil keluaran terbaru secara cuma-cuma.

Tempo hari, sebelum iklannya nongol di TV, saya sudah menjajal trio New Avanza-Xenia-Veloz milik pengunjung. Secara umum ketiga mobil tersebut sama belaka dengan versi sebelumnya. Kecuali dalam hal bentuk muka yang ikut-ikutan menyipit dan penambahan fitur-fitur keselamatan. Serta multimedia yang mestinya sudah diberikan sejak sedekade lalu.

Intinya, tidak ada yang bisa diceritakan dari trio Astra tersebut. Mereka bertiga tidak cukup membuat saya tergerak untuk berlari menyongsong pengemudinya dan memohon kunci. Andaipun ada pengemudi yang nekat mendatangi saya, biar saja mereka terparkir manis di pojokan pelataran.

Mobil baru yang saya jajal selanjutnya adalah Wuling Almaz. Jujur saja, saya heran dengan kemampuan penduduk Surabaya berganti mobil. Belum muncul iklannya di mana pun, bahkan pihak Wuling belum meluncurkannya secara resmi. SUV pertama Wuling tersebut sudah menyambangi mal tempat saya bekerja.

Wuling dan DFSK adalah dua pabrikan yang selalu membuat hati saya berdesir. Meskipun sadar bahwa keduanya adalah produsen mobil murah, saya tidak bisa bertindak diskriminatif terhadap keduanya. Ini barangkali ada hubungannya dengan pengalaman saya belajar sastra mandarin saat kuliah, sebelum drop out akibat kebanyakan bermain Pokemon Go.

Pokoknya, antara saya dengan apa pun yang berbau mandarin telah terjalin hubungan batin yang sulit dihapuskan. Itulah yang membuat saya rela berlarian mencegat Wuling Almaz tersebut ketika kali pertama melihatnya. Pengendaranya, seorang pria yang bersetelan mirip agen KGB, menyerahkan mobil tersebut dengan takzim.

Hal paling mencolok yang saya dapati ketika masuk ke dalam kabin adalah penggunaan layar monitor berdiagonal 10,4 inchi. Saya nyaris memanggil pemilik mobil itu untuk memberi tahu kalau laptopnya ketinggalan di dasbor. Namun, setelah saya memasang kaca mata dengan benar, baru tahulah saya kalau monitor tersebut memang sengaja dipasang di situ.

Hampir seluruh operasional mobil terintegrasi dengan layar tersebut. Saya bisa menyetel musik, radio, bluetooth phone, dan AC lewat layar segede gaban itu. Saya juga bisa memantau tekanan udara pada ban, mengatur setelan jendela dan lampu, serta mengaktifkan kamera 360 derajat dari situ.

Lingkar kemudi Wuling Almaz dijejali lima belas tombol untuk berbagai keperluan. Bahan fabrik yang membalut setir terasa nyaman di telapak tangan, tidak licin saat berkeringat, sekaligus mendongkrak tampilan setir itu secara keseluruhan. Setirnya cuma bisa diatur naik-turun tanpa opsi maju-mundur kayak setir kepunyaan Xpander.

Desain interior Wuling Almaz cukup memuaskan. Saya bisa mengabaikan penggunaan bahan plastik yang tipis pada dasbor dan beberapa bagian lainnya. Namanya saja mobil murah, masa mau minta macam-macam. Lagi pula, di rentang harga 300 juta, mobil ini bisa memberikan apa yang tidak bisa diberikan oleh kebanyakan mobil SUV pabrikan lain: panoramic sunroof.

Saya membawa mobil ini menjelajahi seluruh parkiran yang disediakan pihak mal untuk menguji performanya. Rem ABS sudah menjadi standar. Selain itu, Wuling Almaz juga dilengkapi dengan singkatan-singkatan lainnya: HHC, TCS, ESC, EBD, BA, AVH. Apa pun fungsi dan metode pengoperasiannya, semua singkatan tersebut memiliki kesamaan tujuan, yaitu memastikan pengendara, dalam sikon apa pun, keluar dari mobil dalam keadaan sehat walafiat.

Tidak banyak yang bisa diceritakan dari kinerja mesin dan transmisinya. Kendati memakai turbo, mesin berkubikasi satu setengah liter Wuling Almaz jelas kalah pamor dibanding SUV pabrikan Jepang. Keluaran tenaganya cuma 140hp dengan torsi 250Nm; sudah cukup buat sekadar diajak mendaki parkiran mal hingga tingkat tertinggi.

Transmisinya, alhamdulillah, sudah lebih baik ketimbang Cortez yang endut-endutan. Sistem transmisi otomatisnya memakai CVT yang bisa diubah ke mode manual hingga 8 percepatan. Saya tidak bisa menjajal performa puncak mesin Wuling Almaz karena, yah, siapa sih yang sanggup ngebut ugal-ugalan di parkiran mal?

Tibalah saya di lantai sepuluh pelataran parkir. Keluar dari kabin, saya memperhatikan desain eksterior mobil seharga tiga ratusan juta rupiah ini. Dilihat dari depan, Wuling Almaz seperti versi SUV Mitsubishi Xpander. Lampu sein sekaligus DRL berbentuk sipit menyatu dengan gril mesin, sementara lampu utamanya ada di bagian bawah. Bedanya, Wuling Almaz sudah memakai LED proyektor.

Sebagai penganut mazhab elegant look, saya tidak pernah suka dengan desain fascia model begini. Impresi yang saya tangkap adalah kegarangan, grusa-grusu, dan kemarahan. Dengan dimensi Wuling Almaz yang lebar, pengaplikasian desain fascia mirip Xpander ini membuat saya membayangkan ekspresi Kim Jong-un ketika mendapat laporan tentang kegagalan uji nuklir.

Desainer pelek Wuling Almaz patut dikalungi medali. Pelek dwiwarna berdiameter 17 inchi itu jauh lebih cakep ketimbang desain pelek Fortuner. Sayangnya, entah karena penggunaan ban yang kurang tebal atau memang karena diameternya yang kekecilan, kaki-kaki mobil ini tampak cingkrang dibandingkan dengan body gambotnya.

Tidak ada yang benar-benar merisaukan saya dari desain eksterior Wuling Almaz. Dibandingkan Confero dan Cortez yang mirip akuarium berjalan, Wuling Almaz punya desain yang proporsional di segala sisi. Andaipun ada kekurangan, maka itu adalah penggunaan logo Wuling yang terlalu mencolok di bagian depan dan belakang. Namun, itu bisa disiasati dengan mencongkelnya dan menempelkan logo baru sesuai selera. Jangan lupa pula untuk menempelkan stiker TRD Sportivo di kedua sisinya, biar catchy aja.

Jadi, kesimpulannya adalah… tidak ada. Saya percaya kalau Anda, wahai pembaca yang budiman, bisa menarik kesimpulan sendiri dari uraian saya di atas. Saya cuma kepengin curhat, dan orang curhat biasanya tidak membuat konklusi apa pun.

Intinya, saya kepengin punya mobil, dan Wuling Almaz masuk sebagai kandidat mobil yang akan saya beli. Harga yang murah, fitur yang melimpah, dan desain yang mencirikan SUV sejati sudah cukup menjadi alasan bagi saya untuk membuat SPK. Langkah selanjutnya tinggal mencari pembeli ginjal yang sesuai.

Saya pun mengendarainya kembali ke pelataran parkir di dekat lobi. Pelataran parkir atas, bagaimanapun, hanya cocok diisi oleh Grand Max dan sekondannya, bukan Wuling Almaz. Setelah berputar-putar mencari tempat kosong, saya pun memarkir mobil luar biasa ini di pelataran parkir timur. Ia bersebelahan dengan mobil luar biasa lainnya yang durabilitasnya nyaris menjadi mitos: Mitsubishi L300. Versi pick-up.

Exit mobile version