Apa Sih Maunya Toyota Bikin SUV Kayak Fortuner?

fortuner mojok

fortuner mojok

Jika Anda berjiwa tua, penuh perhitungan, gampang masuk angin, dan penyuka sepeda mini, mobil terbaik untuk Anda adalah Toyota Fortuner. Mobil seharga nyaris 500 juta untuk spek tertingginya ini memenuhi semua kualifikasi tersebut.

Pertama, soal jiwa tua.

Sejak keluar pertama kali di Indonesia hingga generasi terbarunya yang muncul 2016 lalu, sport utility vehicle (SUV) gembrot ini telah mengikarkan diri sebagai mobil dengan “jiwa yang tertukar”. Ia mengusung konsep SUV yang identik dengan karakter macho, sangar, gahar, dan gemar bertualang. Itu di satu sisi. Faktanya, di sisi lain mobil dengan ground clearance (jarak antara bodi dan tanah) tinggi ini memiliki banyak kondisi yang membatalkan karakter-karakter tersebut.

Jika orang tak punya pembanding, tongkrongan seperti Fortuner memang dianggap maskulin dan macho. Tapi, maaf saja, menurut saya sih tidak.

Toyota Astra Motor, pabrikannya, memilih bermain aman, bahkan pada desain terbaru Fortuner. Lekuk-lekuk bodi yang tidak tajam (apalagi frontal) dan desain yang mainstream, sebagaimana mobil-mobil Toyota lainnya, memperlihatkan keraguan Toyota untuk membuat desain Fortuner jantan sejantan-jantannya. Coba bandingkan gaya lampu belakang Fortuner dengan Hyundai Santa Fe, lalu sandingkan dengan Toyota All New Corolla Altis, adakah karakter tegas yang membedakannya?

Jika mau lebih ekstrem, bandingkan desain depan dan belakang Fortuner terbaru dengan Mitsubishi Pajero terbaru. Terang benderang desain mana yang lebih gahar.

Maka, dapat dipastikan, secara desain Fortuner cocok untuk Anda yang jiwa tua yang mau gaya-gayaan ala anak muda. SUV satu ini bisa memberikan Anda perasaan macho, tetapi sesungguhnya Anda cuma kuasi-macho atau pseudo-macho.

Kedua, penuh perhitungan atawa matang berhitung.

Ini eufemisme dari pelit. Mentalitas mayoritas kita ketika membeli mobil (termasuk saya sih, bhaaa …) ialah harga jual kembali. Mentalitas ini memang absurd: Anda beli mobil untuk dinikmati (mendapat driving experience) atau untuk diperjualbelikan? Jika takut rugi banyak, beli Avanza saja. Tetapi, mengertilah bahwa driving experience Anda akan sangat berbeda ketika naik kaleng Khong Ghuan dikasih mesin ala Avanza atau saat naik mobil sungguhan yang menawarkan debum-debum pengalaman akselarasi, handling, aerodinamika, dan torque dalam berkendara.

Yang namanya “sport” tentu bukan untuk mengangkut semua anak cucu. Sport itu kemandirian, self-experience. Setidaknya dalam grup kecillah. Ini ingin merasakan sensasi sport ala-ala SUV, tapi maunya sekeluarga biar sakinah mawaddah warahmah. Makanya, pilihannya lalu SUV dengan tujuh seater.

Sudah pasti ruang luas, bodi gembrot, plus jejalan bobot penumpang yang banyak mengurangi sensasi akselerasi dan capaian sport itu sendiri. SUV sejati harusnya hanya 4 seat, seperti Honda CR-V atau Nissan X-Trail. (Kalau dipaksa-paksa bisa muat lima orang). Apalagi kalau mendudukkan power mesin Fortuner yang hanya 136 HP (tenaga kuda) di hadapan CR-V 2.4 yang bertenaga 190 HP. Di hadapan Pajero saja, meski sama-sama 7 seater, Fortuner masih utang tenaga mesin 32 HP dan torsi 30 Nm.

Dapat dibayangkan driving experience sport macam apa yang bisa Anda cicipi dari Fortuner.

Jika Anda tak penuh perhitungan, sungguh-sungguh ingin menikmati driving experience ala-ala sport yang benar-benar SUV, jelas lebih meyakinkan untuk memilih SUV 4 seater. Jika anggota keluarga ingin diangkut semua, ingin diajak sport-sport-an semua, agar tak melulu mainan memanah dan berkuda, ya beli dong CR-V satu lagi. Gitu aja kok syusah ….

Ketiga, gampang masuk angin.

Hal yang tak masuk akal pada Fortuner ialah AC tengah yang lubangnya kecil-kecil sehingga empasan ademnya di tengah saja sudah kurang terasa, apalagi di baris belakang. Ini memang keluhan umum pemilik Fortuner. Harusnya di baris belakang juga diberi AC, apa sih susahnya buat Toyota? Harganya semahal itu kok. Kecuali Toyota memang mengerti sejak awal bahwa pangsanya adalah para orang tua alay yang gampang masuk angin kalau AC-nya adem. Orang tua yang gayanya bra-bro, bra-bro tapi kena gerimis langsung nyari Tolak Angin.

Keempat, apa hubungan sepeda mini sama Fortuner?

Memang tenaga 136 HP sudah bisa dibawa ngebut. Avanza saja yang power-nya jauh di bawah itu juga banyak sekali kan yang ngebutnya naudzubillah. Tapi, salah satu peranti mutlak mobil adalah perangkat keamanan (lupakan Avanza dalam perkara ini). Dan bagi bodi gembrot dan bobot berat Fortuner, sistem pengendali laju (rem) adalah kebutuhan utama.

Celakanya, rem belakang Fortuner masih menggunakan sistem pengereman sepeda mini! Yak, Anda tak salah: rem tromol, Broooh ….

Kalau sepeda mini dikayuh sekencang apa pun oleh Gus Mul tiba-tiba ada rintangan mendadak, rem tromol masih bisa diandalkan. Kalau kepepet, turunkan kaki, sendal jepit pun main. Tapi ini Fortuner yang harganya bisa buat beli sepeda mini seribu biji. Bayangkan kalau kaki Anda yang harus turun ke aspal untuk membantu Fortuner yang Anda tumpangi berhenti tepat waktu. Ramashok.

Terakhir, apa lagi kalau bukan perkara limbung yang bisa bikin huek-huek.

Jika tidak muntah, minimal turun dari Fortuner, di sekeliling kepala Anda ada burung-burung emprit muter-muter berkeliling sambil berkicau-kicau, “Piye rasane numpak Fortuner, isih penak Innova to?”

Setuju atau tidak, itu hak Anda. Tapi, jika Anda kembali bertanya pada saya, kalau pengin beli mobil SUV, pengin merasakan sensasi sport, sebaiknya mobil apa, jawaban saya cuma satu: Honda CR-V. Yang lain-lain ramashok. Titik.

Exit mobile version