Tolong Ya yang Ngepost #IndonesiaButuhKerja, Kalau Mau Endorse RUU Cipta Kerja Coba Unboxing Dulu

Tolong Ya yang Ngepost #IndonesiaButuhKerja, Kalau Mau Endorse RUU Cipta Kerja Coba Unboxing Dulu

Tolong Ya yang Ngepost #IndonesiaButuhKerja, Kalau Mau Endorse RUU Cipta Kerja Coba Unboxing Dulu

MOJOK.COVideo endorse RUU Cipta Kerja dari artis banyak yang nggak berumur panjang. Kenapa? Lupa nggak unboxing dulu sebelum terima order?

Beberapa hari ke belakang saya mengamati betapa serunya para SJW ngeributin postingan artis dengan tagar #IndonesiaButuhKerja yang isinya endorse buat Omnibus Law.

Daftar artis yang join tagar tersebut gaul banget mencakup Inul Daratista, Gofar Hilman, Marsha Aruan, Cita Citata, Gisella Anastasia, Gading Marten, sampai Ardhito Pramono.

Saya nggak tau sih itu endorse biasa karena emang tiba-tiba kepengen aja, janjian, atau sebenarnya paid promote karena banyak di antara mereka sebenernya jarang bahas soal RUU, tapi tiba-tiba berani terima endorse RUU Cipta Kerja atau RUU Cilaka.

Lucunya, video endorse itu banyak yang nggak berumur panjang. Banyak dari publik figur diributin warganet sampai-sampai memilih untuk menghapus postingannya, bahkan ada yang sampai ngelock Instagramnya.

Terus, emang salah yak artis nge-endorse RUU, Ngab?

Menurut saya sih nggak juga. Beberapa selebgram kayak @ernestprakasa dan @jihanfh ngendorse RUU P-KS dan dapet banyak support.

Kenapa?

Menurut saya sih karena mereka udah baca draf RUU-nya dan bisa jelasin gimana manfaatnya buat masyarakat. Apalagi @jihanfh yang emang belajar hukum pidana dan sering muncul dalam diskusi-diskusi RUU tersebut. Simpelnya mereka udah unboxing lah sebelum endorse barang, jadi tau kalau barang sesuai deskripsi atau nggak.

Masalahnya jaman sekarang, komplain soal barang nggak sesuai deskripsi udah jadi hal yang sering banget kejadian, dan cilakanya omelan netizen nggak cuma ke seller-nya tapi juga merambat ke selebgram yang promosiin.

Nah karena udan banyak yang endorse, nggak lengkap dong kalo RUU ini kita nggak review, atau at least unboxing dikit lah.

Kalau mau unboxing sendiri moggo, nih naskah akademisnya download sendiri di sini.

Oke, pertama dari narasi endorsenya adalah kasian sama orang yang kena PHK pada masa pandemi.

Nah, premis ini justru aneh banget karena RUU Cipta Kerja justru menghapus prinsip “mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja” dalam Pasal 151 Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Cipta Kerja juga bakal jadi landasan untuk melakukan PHK karena merger, efisiensi, dan pekerja ditahan oleh pihak berwajib. Logikanya RUU Cipta Kerja justru semakin mempermudah PHK dalam kondisi seperti sekarang.

Ditambah ketentuan “ditahan oleh pihak berwajib” itu nggak rasional banget, karena penahanan terjadi karena seseorang diduga kuat melakukan tindak pidana tertentu, tapi belum tentu terbukti.

Orang baru bisa dianggap bersalah kalau ada putusan pengadilan, bayangin sialnya orang yang ditahan karena salah tangkap. Udah hilang kerjaan, eh, ternyata dia nggak salah.

Jadi saya nggak dapet logikanya di sini. Kasian sama orang yang kena PHK, tapi tindak lanjutnya dukung RUU yang mempermudah PHK??? What the….

Kedua, klaim bahwa RUU Cipta Kerja bakalan bikin kerjaan beneran juga perlu dipertanyakan.

Pertama banyak pasal yang justru nggak selaras dengan ide bikin kerjaan. Misalnya Pasal 36B Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan mewajibkan penggemukan, yang bikin kita nggak bisa langsung impor hewan tenak terus langsung disembelih.

Tetapi, yang bisa diimpor hanya ternak cilik, yang harus dilakukan penggemukan secara domestik untuk menciptakan lapangan kerja untuk peternak. Nah, pasal itu justru dihapus dalam RUU yang katanya menciptakan lapangan kerja.

Selain itu kewajiban mengutamakan tenaga kerja lokal justru dihapus dari beberapa undang-undang yang sebelumnya mengatur demikian seperti Undang-Undang Pendidikan Tinggi, Undang-Undang Jasa Konstruksi, dan Undang-Undang Hortikultura.

Belum lagi membahas mengenai banyaknya kewajiban mengutamakan produk dalam negeri dalam berbagai undang-undang yang dihapus.

Ketiga, apakah RUU Cipta Kerja bakal memperbaiki ekonomi Indonesia seperti diharapkan para seleb ini?

Itu pun masih harus dipertanyakan. Bener sih beberapa kali baca-baca undang-undang saya menemukan beberapa perizinan yang nggak efisien alias tumpang-tindih. Namun dalam artikel di laman pribadinya di sini ekonom UI, Faisal Basri bahkan menulis:

“…jika omnibus law bertujuan untuk menggenjot investasi agar pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, boleh jadi jauh api dari panggang.”

Menurutnya permasalahan utama di Indonesia adalah Foreign Direct Investment yang rendah, low quality of investment, dan sistem perbankan yang masih belum optimal. Nah Omibus Law Justru tidak meperbaiki permasalahan-permasalahan tersebut.

Terus, buruh yang selama ini jadi kambing hitam kelas menengah ngehek Indonesia sebagai penyebab mandeknya ekonomi sebenarnya bukan penghambat utama investasi.

Rusli Abdulah, dalam artikelnya di sini justru menunjukan bahwa sebenarnya masalah utamanya ada pada korupsi, birokrasi yang tidak efisien, dan akses ke pembiayaan.

Oke soal klaim dan harapan segitu dulu.

Saya mau bahas pengemasan konten yang menurut saya cukup lucu. Yaitu video endorse Gisella Anastasia, yang jadi alasan kenapa saya nulis artikel ini. Ya soalnya, komentar saya di video endorse Omnibus Law pada Instagram Gisel selalu hilang entah kenapa.

Pas saya lagi nulis artikel ini bahkan videonya ikutan hilang.

Kenapa lucu? Karena videonya di Instagram Gisell menunjukan dua hal yang sangat kontradiktif dengan RUU ini.

Pertama dalam intro tersebut ada video Gisel sedang berolah raga.

Masalahnya RUU ini juga bakal bikin repot untuk menerapkan healthy lifestyle. Sebab RUU Cipta Kerja justru menghapus kewajiban label makanan dan minuman kemasan dalam Undang-Undang Kesehatan.

Tentu perubahan tersebut sangat disayangkan, pertama karena membaca label di kemasan sangat seru ketika sedang buang air.

Kedua, menurut BEM FK UI label tersebut penting lho biar kita tahu kandungan dalam makanan dan minuman agar bisa disesuaikan dengan pola makan, selera pribadi, alergi, sampai apakah harga makanan itu worth it.

Intinya label makanan penting lah buat diet dan menjaga fitnes tubuh.

Hal kedua yang agak kontradiktif dengan RUU Cipta Kerja adalah unsur anak kecil. Menurut saya ini RUU paling tidak sayang anak.

Bagaimana tidak? Dengan pengelolaan yang ada sekarang saja kita sudah mewariskan berbagai masalah lingkungan hidup berkepanjangan ke generasi selanjutnya. Eh, ini malah ditambah lagi dengan berbagai deregulasi instrumen perlindungan lingkungan.

Well, masih ada sih beberapa artis yang masih masang endorse RUU Cipta Kerja. Cuma banyak juga yang udah take down dari medsosnya masing-masing, mungkin karena diributin warganet, atau semoga saja sadar bahwa Omnibus Law memang bermasalah.

Semoga mereka nggak trauma juga sih untuk membahas kebijakan, karena toh banyak juga yang memberikan dampak bagus selain yang saya sudah sebutkan tadi. Ada juga nama-nama seperti Ananda Badudu, .Feast, Kill The DJ, sampe legenda kayak Iwan Fals.

Tapi, karena belakangan tidak hanya toko online yang sering dikomplain kalau produknya tidak sesuai dengan deskripsi, tetapi DPR dan Pemerintah juga sering kok diprotes karena undang-undang gak sesuai dengan yang dijanjikan, maka…

…kalau mau endorse sebuah RUU sih saran saya unboxing dulu baca naskah akademik sama pasal-pasalnya. Kira-kira sesuai nggak sama deskripsi?

Lagipula kan ada bedanya antara “menyebarkan aura dan semangat potif” dan nerima mentah-mentah klaim dari sebuah rancangan undang-undang.

BACA JUGA A-Z Omnibus Law: Panduan Memahami Omnibus Law Secara Sederhana atau tulisan ESAI lainnya.

Exit mobile version