TPU Samaan Malang: Misteri Sebuah Jalan yang Tak Berujung

TPU Samaan Malang merupakan salah satu lahan pemakaman besar di Kota Malang. Kuburan ini terletak di jantung kota, atau lebih tepatnya di Jalan Sendang Biru, Kelurahan Lowokwaru.

TPU Samaan Malang: Misteri Sebuah Jalan yang Tak Berujung MOJOK.CO

Ilustrasi TPU Samaan Malang: Misteri Sebuah Jalan yang Tak Berujung. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COTPU Samaan Malang di Kota Malang menjadi pusat dari urban legend itu. Kisah menyeramkan yang awet dirawat oleh zaman.

Beberapa waktu yang lalu, Tempat Pemakaman Umum (TPU) Samaan Malang sempat viral. Alasannya sepele, karena prank yang dilakukan sekelompok anak kecil. Salah satu dari mereka berubah menjadi pocong-pocongan dan mengganggu siapa saja yang melewati jalan di tengah makam ini. Sialnya, salah seorang driver ojek online menjadi korbannya. Sepeda motornya oleng, hampir terjatuh, karena ulah iseng para bocah.

Membaca berita tersebut, ingatan saya tentang betapa angkernya jalan tengah (Jalan Gilimanuk) ini mulai muncul. Saat dulu menjadi driver ojek online, saya terbilang cukup sering melewati jalanan ini. Saya akui, saya memang penakut. Tapi, karena jalan ini merupakan jalan pintas, tak jarang saya melewatinya. Baik siang, sore, atau terkadang malam hari.

Jalan ini cukup menyeramkan. Saya sepakat akan hal itu. Beruntung bagi saya, satu-satunya pengalaman mistis ketika melewati jalan ini hanyalah perasaan tidak nyaman. Seperti sedang dilihati banyak sekali pasang mata. Pengalaman menyeramkan pertama dan terakhir, dan tak akan lagi saya ulangi untuk melewati jalan tersebut di malam hari.

TPU Samaan Malang merupakan salah satu lahan pemakaman besar di Kota Malang. Kuburan ini terletak di jantung kota, atau lebih tepatnya di Jalan Sendang Biru, Kelurahan Lowokwaru. Sudah ada sejak zaman kolonial Belanda dan kabarnya makam tertua di Samaan adalah milik seseorang yang wafat pada 1913.

Terkait lahan, kuburan ini memiliki luas sekitar 57.829 meter persegi dan terbagi menjadi dua bagian: sisi utara dan selatan. Bagian utara sebagai jatah Kecamatan Lowokwaru dan selatan untuk warga Kecamatan Klojen.

Mas Udin dan “kantor”-nya di TPU Samaan Malang

Sore itu dirinya sedang jongkok sambil membersihkan beberapa rumput liar di makam. Dia mendapatkan mandat itu. Mengenakan kaos oblong dan sarung, seperti ciri khasnya. Hanya kali ini tak memakai kopiah. Tak perlu memastikan, dari kejauhan saya sudah bisa menebak bahwa inilah lelaki yang saya cari di sore menjelang gelap tersebut.

Saya biasa memanggilnya Mas Udin, seorang tukang gali kubur dan penjaga makam keluarga saya. Beliau sudah “mengabdikan” lebih dari setengah usianya untuk mengurusi tempat peristirahatan terakhir bagi mereka yang telah lebih dulu pulang ke pangkuan Sang Pencipta.

Hanya karena butuh uang jajan, sejak kelas lima SD, Mas Udin telah “berkantor” di TPU Samaan, Kota Malang. Tak berkalung lanyard, tak butuh segelas kopi Starbucks, atau sepotong pizza untuk menemani lemburnya.

Kurang lebih 28 tahun mencari nafkah di TPU Samaan Malang, Mas Udin sudah berkawan baik dengan hal-hal berbau mistis. Ketika saya tanya tentang berapa kali dirinya diganggu “mereka”, Mas Udin sudah tak mampu ingat angka persisnya.

Namun, ada beberapa kejadian yang membuat kakinya tak sanggup lagi berdiri dan sudah cukup untuk membuatnya ketakutan di TPU Samaan Malang. Baginya, yang terparah adalah ketika dia merekam suara wanita menangis di bawah pohon pisang. Saat didatangi, wujudnya memang tak ada, tapi suaranya tetap nyata. Saya diberitahu di mana lokasi pohon pisang tersebut, dan ditawari melihat rekaman videonya. Benar saja, pria ini tak sekadar omong belaka.

Ketika saya tanya tentang angkernya jalan tengah (Jalan Gilimanuk) yang membelah TPU Samaan Malang menjadi dua bagian, ekspresi wajah Mas Udin seketika berubah. Awalnya, dia sedikit enggan menceritakan kisahnya, namun luluh juga ketika saya bilang ini untuk tugas kuliah (maafkan saya Mas Udin).

Dijaga sosok tinggi besar

Jalan Gilimanuk ini berada persis di tengah-tengah TPU Samaan Malang. Sebuah jalanan aspal yang kurang lebih memiliki panjang 350 meter ini bisa dikatakan sebagai “pintu masuk” dari para jenazah yang hendak dikebumikan. Selain itu, juga sebagai jalan pintas dari mereka yang dari arah Jalan Sendang Biru ingin menuju daerah perkampungan Gilimanuk.

Di siang hari, jalanan ini sama seperti jalan-jalan lain, ramai dilewati oleh para pengendara. Bahkan, beberapa warung dan pedagang kaki lima juga terlihat masih buka. Ya, tidak ada serem-seremnya lah. Namun, suasana itu berubah 180 derajat ketika malam tiba. Meskipun sekarang sudah diberikan beberapa lampu untuk menerangi jalan, tetapi masih kurang agar bisa mengurangi suasana mistisnya.

Sebelum sibuk bekerja eight to five mengurusi makam, Mas Udin dulu memiliki sampingan sebagai penjual gorengan. Tak jarang dirinya berjualan hingga hampir tengah malam. Apesnya, perjalanan pulang dari tempat jualan ke rumah yang lebih cepat ialah harus melewati jalan tengah tersebut. Sebenarnya bisa memutar, tapi jelas memakan banyak waktu.

“Pulangnya dulu saya jam 12 malam, naik becak kan saya. Habis itu di tengah sini Mas, lah tengah-tengah situ. Ada orang tinggi besar,” ujarnya menceritakan kejadian horor yang pernah dialami.

Sama seperti kebanyakan manusia lain, jelas dirinya keder melihat sosok yang “tidak biasa” tersebut. Tapi lama kelamaan, karena sering sekali bertemu dengan “mereka”, beliau kini menjadi lebih woles. Pun dengan keberanian yang perlahan mulai membesar. Ya, meskipun rasa takut tersebut masih tetap ada.

“Paling mereka mau kenalan, Mas,” tambahnya.

Wah, kalau kenalannya dengan cara seperti ini, saya lebih memilih untuk tak apa tak memiliki kawan baru, Mas.

TPU Samaan Malang, rumah kedua untuk pulang

Bagi saya, makam atau kuburan tak ubahnya seperti “rumah kedua” untuk mereka yang telah tiada. Pun dengan TPU Samaan Malang dan Jalan Gilimanuk ini. Saat melewati jalan tengah  ini, di kanan dan kirinya kita bisa langsung melihat “rumah kedua” tersebut tanpa ditutupi oleh dinding tembok. Ya, bisa dibayangkan bukan bagaimana kengeriannya kalau harus melewatinya di gelapnya malam.

Sama seperti rumah pada umumnya, TPU Samaan Malang adalah tempat bagi “mereka” untuk pulang. Sehingga, Jalan Gilimanuk ini seperti halaman depan rumah, di mana sering terjadi interaksi antara makhluk tak kasat mata dengan manusia.

“Dulu itu ada orang naik becak. Masih apa, masih ada Mitra 2 ya. Katanya naik becak dari sana, nah setelah dari pohon besar itu Mas (di Jalan Gilimanuk), orangnya (penumpangnya) langsung hilang.” Ujar Mas Udin

Belum selesai saya bergidik ketakutan, beliau menceritakan kembali sebuah pengalaman yang katanya cukup unik dan lucu. Yah, tapi bagi saya, jelas sangat menyeramkan.

“Di (jalan) tengah situ, dulu ada orang jualan bakso. Dinamai anak-anak “Bakso Pocong”, itu ada ancene. Pembeline pocong beneran katanya,” ujarnya agak sedikit tertawa.

Dari sini, saya mengakui bahwa perihal keberanian, saya jelas tak ada apa-apanya. Menceritakan kisah mistis langsung di tempatnya, sudah mampu membuat saya berkeringat dingin. Dan beliau masih bisa tertawa.

Jalan Gilimanuk dan sebuah perjalanan panjang tak berujung

Bagi saya, ini adalah urban legend yang sangat menyeramkan. Saat SMP, saya memiliki teman yang rumahnya di kampung Gilimanuk. Sehingga, setiap berangkat dan pulang dari rumahnya, saya selalu melewati jalan tengah di tengah TPU Samaan Malang tersebut.

Namanya Darsono, teman masa kecil saya. Karena rumahnya sangat dekat sekali dengan kuburan, tak ayal dirinya memiliki banyak stok cerita mistis. Satu yang saya ingat betul sampai sekarang, adalah ketika tetangganya yang disesatkan ketika hendak pulang melewati jalan tersebut. Mengendarai sepeda motor, dia merasa sudah berjalan sangat jauh dan terasa sangat lama. Anehnya, dia tak sampai-sampai di gapura kampungnya. Saat tersadar, tetangga kawan saya tersebut justru masih berada di tengah jalan. Diam dan tak ke mana-mana.

Kejadian-kejadian seperti ini tentu tak hanya sekali. Darsono bilang bahwa yang seperti itu masih sepele. Bahkan korbannya terbilang beruntung. Masih sadar dan berada di tengah jalan. Beberapa orang yang disesatkan justru harus berhenti di tengah-tengah TPU Samaan Malang.

Wess, kalau di sini (kuburan TPU Samaan Malang) mistis-mistis itu wes pasti ada, Mas” tutup Mas Udin, mengakhiri perbincangannya dengan saya sembari hendak pulang karena hari sudah menjelang malam.

Penulis: Devandra Abi Prasetyo

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Teror Kuntilanak dan Hantu Serdadu KNIL di Gang Kubur Jakarta dan kisah menegangkan lainnya di rubrik MALAM JUMAT.

Exit mobile version