Jangan Sekali-Sekali Tidur dengan Ambyang-Ambyang

Biasanya, di sepuluh hari terakhir di bulan ramadan, banyak orang yang sengaja tidur di masjid. Tujuannya tentu saja untuk beritikaf, agar siapa tahu bisa mendapatkan berkah malam Lailatul Qadar.

Itok adalah salah satu kawan saya yang cukup rajin tidur di masjid. Bukan untuk beritikaf, tapi sekedar untuk cari suasana baru saja. Katanya ia bosan tidur di rumah terus.

Di malam ramadan yang ke 28 tahun lalu, entah apa sebabnya, hanya ada dua orang, Itok dan satu orang bapak-bapak, yang tidur di masjid desa kami. Masjid yang biasanya nampak ramai di malam hari, saat itu mendadak menjadi sangat sepi.

Jam 11 malam, mereka berdua pun mulai tertidur. Itok tidur di teras masjid, sedangkan si bapak tidur di perpustakaan masjid.

Suhu udara malam itu begitu dingin. Sarung yang digunakan Itok untuk menutupi tubuhnya tak kuasa menahan hawa dingin yang menyeruak. Itok tak tahan, sebab bagaimanapun, kulit tubuhnya adalah kulit Jawa, bukan kulit Skandinavia.

Dengan mata yang masih kiyip-kiyip alias sedikit terpejam, Itok pun berjalan terhuyung menuju gudang masjid, mencoba mencari kain atau spanduk bekas yang mungkin bisa dijadikan sebagai tambahan selimut.

Dasar nasib baik di malam ramadhan, tak sampai lima menit mencari kain di gudang, itok sudah mendapatkan sehelai kain berwarna gelap yang cukup lebar. Tanpa pkir panjang, Itok pun langsung mengambilnya dan menggunakannya sebagai selimut.

Sekitar jam satu malam, Itok pun nglilir, ia terbangun. Mungkin karena hawa dingin yang masih saja menusuk.

Samar-samar, ia mulai mencium bau wangi. Setelah dicari tahu, ternyata bau wangi tersebut berasal dari kain dari gudang yang ia gunakan sebagai selimut.

Itok kemudian duduk selonjor dan mulai mengamati kain yang masih menutupi bagian kakinya itu. Itok menyibakkan kain tersebut, dan terlihatlah bordiran kalimat syahadat walau agak samar.

Sesaat itok terdiam, sejurus kemudian itok langsung berteriak sekencang-kencangnya, bangkit dari posisi duduknya, dan langsung lari terbirit-birit keluar masjid. Ia bahkan tak peduli dengan sandalnya yang masih ada di beranda, yang Itok pikirkan saat itu adalah bagaimana caranya ia bisa lari sejauh mungkin dari masjid.

Usut punya usut, Ternyata kain yang ia gunakan sebagai selimut tadi adalah ambyang-ambyang, alias kain penutup keranda mayat. Ambyang-ambyang tersebut memang biasa disimpan di gudang masjid.

Tidur dengan selimut tetangga, mungkin sudah biasa. Namun tidur dengan selimut keranda, itu baru luar biasa. Dan Itok mengalaminya.

Exit mobile version