“Saya, tuh, kasihan lihat kucing yang nggak terawat terus dibuang sama pemiliknya begitu aja di jalanan.”
Entah apa yang ada di pikiran orang-orang yang tega membuang kucing ke jalanan hingga ke pasar. Terlepas dari apapun jenisnya atau bagaimanapun kondisinya, kucing tetaplah makhluk hidup yang berhak menikmati hidupnya dan mendapatkan perawatan yang layak dari pemiliknya. Tak jarang pula ditemukan kucing yang dibuang ke jalanan dalam kondisi sakit atau tak terawat.
Anggap Kucing seperti Anak Sendiri
Beberapa minggu sebelum menulis ini, saya menemukan dan membaca liputan yang membahas tentang kisah pemulung yang menyelamatkan kucing jalanan.
Ternyata hal tersebut juga saya temukan saat berbincang dengan Pak Gondrong. Malam itu saya berbincang dengan Pak Gondrong di salah satu pasar yang ada di Jogja. Pak Gondrong (60)―begitu dirinya kerap disapa―bercerita bahwa dirinya sudah lima belas tahun merawat kucing yang terlantar. Semua bermula ketika ia menemukan tetangganya membuang kucing dengan memasukannya ke kardus berukuran 32 x 20 x 23 cm (atau seukuran kardus mi instan) dan dibiarkan begitu saja tanpa makanan.
“Sekarang kucingnya masih rutin saya rawat,” tuturnya dengan antusias, “bahkan kucingnya udah gemuk, Mas, udah sehat.”
Tidak hanya yang ditemukan di jalanan, ia bercerita bahwa sejak lima belas tahun silam ia terus berkeliling dari pasar ke pasar untuk memperhatikan dan merawat kucing yang ada di sana. Hal tersebut ia lakukan agar bisa melihat kondisi kucing dan rutin memberikannya makanan yang ia beli dengan uangnya sendiri.
“Sudah saya anggap seperti anak sendiri, Mas,” tawanya sambil melanjutkan ceritanya.
Pak Gondrong mengingatkan bagi pemilik yang membuang kucing dengan seenaknya di jalanan untuk menjadi pemilik yang semestinya bertanggungjawab. Pernah ada satu kejadian, Pak Gondrong menemukan kucing yang dibuang dalam keadaan kaki belakangnya tidak bisa ditekuk sehingga tidak bisa berjalan dengan normal. Hingga akhirnya, Pak Gondrong tergerak untuk mengobati kaki kucing tersebut dan merawatnya di rumahnya.
“Pas saya bawa ke dokter hewan, katanya bisa sembuh, tapi nanti jalannya nggak bisa normal kayak sebelumnya. Makanya, jalannya pincang. Yang penting, saya bersyukur kakinya bisa diobati, Mas,” ucapnya sambil menggendong kucing tersebut dan menunjukkan bagian kakinya yang pincang kepada saya.
Hingga saat ini, terdapat lima kucing yang terus dirawatnya di rumah dan menjadi peliharaan kesayangannya.
Merawat Kucing dan Tergabung di Komunitas
Tidak hanya dengan Pak Gondrong, malam itu saya juga ditemani Siti (38). Tatkala memasuki halaman parkir pasar, Siti langsung dikerubungi sekumpulan kucing di sana. Ada delapan kucing. Tanpa berpikir panjang, Siti langsung menjawab rasa penasaran saya.
“Sudah biasa, Mas. Mereka juga sepertinya sudah paham dan tahu bunyi motor saya,” ujarnya sembari tertawa.
Malam itu Siti membawa dua jenis makanan kucing: bolt untuk jenis makanan kering dan life cat untuk jenis makanan basah, serta satu mangkuk sebagai wadah untuk makanannya. Setelah memasuki kawasan di mana Siti biasanya memberi makan kucing yang ada di pasar, ia langsung mencampur kedua jenis makanan dan membagikannya kepada delapan kucing yang ada.
“Kita pilih waktunya di malam hari dan tempatnya di area belakang ini karena lebih leluasa dan gak bakal diprotes sama pedagang sekitar dan orang-orang juga, Mas,” ujarnya.
“Maksudnya diprotes gimana, Mbak?” tanya saya penasaran.
Siti bercerita bahwa acap kali ia mendapat protes dari pedagang yang ada di pasar. Menurut para pedagang, kucing di sana suka buang kotoran sembarangan yang terkadang mengganggu mereka. Oleh karenanya, ia lebih memilih waktu di malam hari supaya tidak mengganggu suasana di pasar.
Ketika memberi makanan kucing, Siti juga dibantu Pak Gondrong. Saya meminta izin untuk ikut memberikan makanan ke kucing lainnya. “Boleh, Mas, silakan,” jawabnya setuju.
Siti saat ini tergabung sebagai salah satu relawan komunitas yang bergerak pada kepedulian terhadap kucing, khususnya yang ada di pasar. Namanya Peduli Kucing Pasar (PKP) Jogja. Relawannya tersebar di 34 pasar yang ada di Jogja.
Siti memang memiliki minat terhadap kucing. Bermula dari berbincang-bincang dengan salah satu temannya di Plaza Ambarrukmo enam tahun yang lalu, ia menyatakan bergabung dengan komunitas yang bergerak pada kepedulian terhadap kucing ini. Demikian pula Pak Gondrong, yang turut bergabung sejak tahun lalu.
“Setelah itu, saya mencoba mampir ke salah satu pasar. Melihat keadaannya yang beberapa kurang terawat, saya makin tergerak untuk lebih peduli terhadap kucing dan merawatnya,” lanjut Siti.
Siti menuturkan pengalamannya saat ada orang yang mendatangi pasar untuk membuang kucing miliknya. “Kondisinya kurang terawat, Mas. Kurus banget. Akhirnya, kami sterilkan dan rawat dia. Sekarang kondisinya lebih membaik dan sehat,” katanya.
Yang lebih mengherankan lagi, ada orang yang mendatangi pasar dan mengambil kucing di sana tanpa sepengetahuannya. Untungnya, hari itu Siti diberitahu oleh pedagang yang ada di pasar. Singkat cerita, setelah mendapatkan kontak orang tersebut, Siti langsung menemuinya dan menemukan luka di sekitar mata kucing tersebut. Siti juga menyebut bahwa kucing tersebut terlihat tidak dirawat dengan baik. Hal ini terlihat dari badannya yang begitu kurus. “Entahlah, saya juga kurang tahu apa alasan orang-orang itu mengambil kucing di sini, tapi ternyata malah nggak dirawat. Mbok, yo bertanggung jawab,” ujarnya yang tampak kesal.
Oleh karena kasus seperti itu dan demi alasan keamanan, Siti meminta kepada saya untuk merahasiakan dan tidak menyebutkan nama pasarnya.
Sempat Ditentang Orang Tua
Merawat dan memelihara kucing jalanan menjadi kesenangan tersendiri bagi Opi (21), yang sempat ditentang orang tuanya. Ia merupakan mahasiswa psikologi di salah satu universitas di Jawa Barat yang bersedia untuk menjadi salah satu narasumber liputan ini.
Opi tidak menyangsikan bahwa kucing liar suka buang kotoran sembarangan, susah dalam hal toilet training-nya, dan kadangkala suka mencuri makanan yang ada di rumah.
“Akhirnya, orang tuaku ngebolehin karena kasihan dan kucing yang ingin aku pelihara juga lucu,” katanya.
Saking senangnya terhadap kucing, Opi juga memberi nama ketiga kucingnya tersebut.
“Ada dua kucing liar, namanya Mochi dan Kiky. Satu lagi kucing ras yang diadopsi, namanya Momo,” ucapnya.
“Kalau Mochi dan Kiky, mereka awalnya sering berada di sekitar rumah. Karena lucu, mereka langsung kubawa ke rumah. Tidur dan makan di rumah. Jadi, ya, kupelihara,” lanjutnya.
Ada beberapa hal yang membuat Opi tergerak untuk merawat dan memelihara kucing di rumahnya.
“Pastinya yang pertama kasihan karena kucing liar di sini banyak dan makannya susah. Terus, kucing liar yang ada di sekitar rumah ini diperlakukan nggak semestinya,” ujar Opi.
“Aku pernah menemukan ada kucing yang ekornya putus karena digunting sama orang. Itu memang benar-benar nggak pantas untuk dilakukan,” katanya lirih.
Opi melanjutkan ceritanya tergerak untuk merawat dan memelihara kucing liar, yang juga berangkat dari pengalamannya. Saat itu ia menemukan ada orang yang membuang kucing yang dimasukkan ke kardus. Kardus tersebut malah ditinggalkan begitu saja di rumah makan, padahal di dalamnya terdapat anak-anak kucing bersama induknya.
Selain itu, Opi sering melihat ada orang-orang yang berbagi ceritanya di media sosial yang menemukan kucing terlantar dan dibuang oleh pemiliknya.
“Jadi, sejak 2017 aku mulai merawat dan pelihara kucing di rumah,” tutupnya.
Getirnya Mahasiswa Kedokteran Hewan yang Menghilangkan Peliharaan Klien
Generasi Permen Karet Menyebalkan di Organisasi Kampus
Bukan LSM atau Start-up, Kerja di Pemerintahan yang Paling Enak
Balada Dinda-Dinda yang Punya Resting Bitch Face
Canlı Sonuçlar Bugünkü Canlı Maç Sonuçları, Dünkü İddaa Sonuçları İddaa Com’d
Official Web-site Do Cassino On-line Pin Up Sign In E Registr
Online Casinos Sydney 2024 » +80 Best Aussia Online Casino Site
Mostbet Türkiye: Resmi Site, Kayıt, Bonus 5 673 Giriş Yapma