Tetesan Berkah di Warung Abang Kesukaan Gus Dur Jombang

Warung Abang Kesukaan Gus Dur

Di Jombang, Jawa Timur, ada satu jalan yang disebut orang-orang dengan istilah “Gang Kolesterol”. Yakni di daerah Balong Besuk, Kecamatan Diwek. Hal tersebut lantaran di sepanjang jalan itu berderet warung nasi kikil. Namun di antara deretan warung-warung kikil di sana, Warung Abang Kesukaan Gus Dur menjadi warung kikil yang paling populer.

***

Jombang sedang diguyur hujan deras saat saya singgah di sana pada Jumat, (11/2/2022). Beruntung saya tiba di lokasi tujuan—Warung Abang Kesukaan Gus Dur—tidak lama sebelum hujan turun, kira-kira pukul 16.15 WIB.

“Ngiyup riyen, Mas (berteduh dulu, Mas),” ujar seorang perempuan yang sedang sibuk menyiapkan dagangannya di atas meja. Namanya Siti Munazilan (45), yang tidak lain adalah pengelola Warung Abang Kesukaan Gus Dur.

Ia baru saja membuka warungnya tersebut 15 menit sebelum saya tiba. Jadi, saya adalah pelanggan pertama yang mampir di warungnya sore itu. Saya lantas memesan seporsi nasi kikil dan segelas teh hangat. Sementara hujan turun semakin deras, saya pun mengajak Bu Munazilah berbincang-bincang tentang bagaimana kemudian warungnya itu menjadi satu-satunya warung dengan klaim “Kesukaan Gus Dur”.

Bukan klaim sepihak

“Yang ngasih nama ini (Kesukaan Gus Dur)  justru santri Tebuireng, Mas. Santri ndalem-nya Gus Dur. Bukan dari kami sendiri,” ungkap Bu Munazilah memulai ceritanya.

Bu Munazilah lalu meruntut sejarah panjang warung kikilnya hingga menyematkan embel-embel Kesukaan Gus Dur di belakang namanya.

Ia sendiri sebenarnya adalah generasi ketiga pengelola Warung Abang Kesukaan Gus Dur. Seturut keterangan Bu Munazilah, Warung Abang Kesukaan Gus Dur dirintis oleh neneknya, Bu Sampurni, sejak sebelum kemerdekaan. Namun ia mengaku tidak tahu, kapan persisnya neneknya mulai berjualan. Yang ia tahu, berdasarkan cerita dari sang ibu, dulu neneknya mengawali jualan nasi kikil dengan pikulan. Keliling dari satu tempat lain.

Pada tahun 1995, kendali warung kemudian dipegang oleh Bu Qoirumlah, ibu dari Bu Munazilah. Baru pada tahun 2017 lalu Bu Munazilah dipasrahi untuk melanjutkan bisnis keluarganya tersebut. Lebih-lebih sejak menyematkan embel-embel “Kesukaan Gus Dur”, warung nasi kikilnya seperti ketiban berkah; menjadi warung kikil yang paling dicari-cari, terutama oleh orang-orang dari luar Jombang.

“Nenek jualan dengan memikul itu entah berapa lama saya kurang tahu. Cuma akhirnya pakai tanah ini dan dikasih nama Warung Abang. Ya karena warungnya bercat merah (abang), Mas. Nama itu terus dipakai sampai tahun 2009. Nggak lama setelah Gus Dur Wafat, baru dikasih nama Kesukaan Gus Dur,” jelasnya.

“Bisa dibilang nenek itu orang yang mengawali (pelopor) warung nasi kikil di Jombang. Karena warung-warung kikil yang lain, kata ibu saya, baru ada setelah nenek saya. Jadi, nenek saya lebih dulu,” sambungnya.

warung kikil abang kesukaan gus dur
Siti Munazilah (45), generasi ketiga pengelola Warung Abang Kesukaan Gus Dur. (Muchamad Aly Reza/Mojok.co)

Bu Munazilah menambahkan, sejak masih dipegang oleh Bu Qoirumlah, Gus Dur memang sering mampir di Warung Abang, dari sebelum hingga sesudah lengser dari kursi kepresidenan. Kikil goreng dan lidah sapi menjadi menu yang sangat disukai oleh presiden keempat RI tersebut.

“Beliau itu sukanya digado, Mas, dimakan nggak pakai nasi. Kalau ke sini itu biasanya ya bawa rombongan banyak, para pendereknya (santri ndalem),” terang ibu dua anak itu.

Tak lama setelah Gus Dur Wafat pada Rabu, 30 Desember 2009, beberapa santri ndalem Gus Dur kemudian menyematkan sebutan “Kesukaan Gus Dur” untuk Warung Abang yang saat itu masih dipegang oleh Bu Qoirumlah. Tidak lain sebagai penghormatan dan bentuk kenang-kenangan dari almarhum cucu pendiri NU tersebut.

Santri-santri, yang kata Bu Munazilah memang sering menyertai Gus Dur tiap singgah di Warung Abang itu mengaku kalau mereka sendiri lah yang berinisiatif untuk memberikan nama “Kesukaan Gus Dur”. Namun, pemberian nama tersebut sebelumnya sudah dikomunikasikan dan direstui oleh keluarga ndalem Gus Dur; antara lain istri dan anak-anak Gus Dur.

Dari pihak keluarga Bu Qoirumlah pun jelas sangat tidak keberatan, Malah merasa senang dan terhormat lantaran mendapat klaim sebagai warung kesukaan Gus Dur langsung dari keluarga Gus Sendiri sendiri. Maka sejak tahun 2009 itu pula banner bertuliskan “Warung Abang Kesukaan Gus Dur” mulai terpampang di depan warungnya.

“Wafatnya Gus Dur itu kan Rabu ya, Mas. Nah, Senin sebelum wafat beliau masih sempat ke sini loh. Nggak nyana saja ternyata itu kunjungan beliau yang terakhir,” ucap Bu Munazilah setelah beberapa saat mencoba mengingat-ingat.

“Kalau ditanya ada pengaruhnya nggak? Ya sangat besar, Mas, pengaruhnya. Sejak pakai nama “Kesukaan Gus Dur” warung ini malah kayak ketiban berkah. Jadi makin dikenal banyak orang,” imbuhnya.

Tetesan berkah dari Gus Dur

Ketika masih bernama Warung Abang (tanpa embel-embel “Kesukaan Gus Dur), kata Bu Munazaliah, jumlah pembeli di Warung Abang masih terhitung standar; tidak terlalu sepi, tapi tidak bisa juga disebut ramai. Baru sejak tahun 2009 itu, setelah resmi berubah nama, Warung Abang Kesukaan Gus Dur nyaris tak pernah sepi selama buka pukul 17.00 WIB-22.00 WIB.

Kecuali di masa pandemi ini yang diakui Bu Munazilah jumlah pembeli di warungnya agak menyusut dibanding hari-hari normal sebelumnya.

Kata Bu Munazilah, sejak memakai nama “Warung Kikil Kesukaan Gus Dur”, banyak orang dari luar Jombang yang penasaran. Sehingga datang ke warung untuk sekadar mencicipi menu-menu yang tersedia di sana; napak tilas menu-menu yang menjadi favorit Gus Dur selama masih hidup. Tidak jarang pula para peziarah dari luar kota menyempatkan diri singgah di Warung Abang Kesukaan Gus Dur setelah berziarah di makam Gus Dur di Kompleks Pesantren Tebuireng, Jombang.

Foto tokoh-tokoh publik nasional yang pernah mampir, mulai dari Hotman Paris hingga Cak Nun. (Muchamad Aly Reza/Mojok.co)

Beberapa tokoh publik nasional juga pernah mampir di Warung Abang Kesukaan Gus Dur. Sebut saja di antaranya, Hotman Paris, Ahmad Dhani, Cahrlie Van Houten, Yeni Wahid, hingga Emha Ainun Nadjib (Cak Nun). Momen-momen mampirnya para tokoh publik itu diabadikan dalam bingkai-bingkai foto yang dipajang berderet di salah satu sudut warung.

“Alhamdulillah Gus Dur memang mberkahi warung ini, Mas. Ya cuma gara-gara ada Corona jadi agak lesu,” ucap Bu Munazilah.

“Kalau dari keluarga Gus Dur sendiri apa ada yang sering ke sini, Buk? Kalau dulu kan Gus Dur yang sering ke sini. Nah, sekarang ada nggak dari keluarga Tebuireng yang sering mampir juga?” Pertanyaan yang tiba-tiba terbesit di kepala saya saat saya mendapati ada foto Yeni Wahid di salah satu bagian dinding warung.

“Wah kalau itu nggak ada sih, Mas. Karena dulu memang cuma Gus Dur yang suka makan ke sini. Kalau toh ada dari Pesantren Tebuireng itu ya santri-santri ndalem yang dulu sering ikut Gus Dur ke sini. Kalau mereka sesekali masih mampir,” ungkapnya.

Kendati begitu, pihak keluarga Gus Dur secara tak langsung terkesan masih ingin terus menyambung silaturahmi dengan keluarga Bu Munazilah. Karena karap kali Bu Munazilah mendapat pesanan nasi kikil dalam jumlah besar untuk acara-acara tertentu di Pesantren Tebuireng. Misalnya saja pada momen 40 harinya Salahuddin Wahid (Gus Sholah), adik kandung Gus Dur, pada 12 Maret 2022 lalu.

Berkah Gus Dur, diakui Bu Munazilah, tidak hanya menetes pada warung yang dikelolanya saat ini. Pasalnya, ia secara pribadi mengaku pernah merasakan magisnya ucapan dari seorang Abdurrahman Wahid.

“Sempat ada momen saya itu takut karena nggak kunjung punya momongan, Mas. Sama Gus Dur dibilangin, saya disuruh sabar. Waktu nunggunya memang lama, tapi saya insyaAllah bakal punya anak,” tuturnya dengan wajah agak tersipu.

“Waktu itu Gus Dur juga bilang, kalau mau hamil cepet saya mau dikasih amalan khusus. Tapi sayanya yang nggak mau. Saya lebih milih nunggu saja. Dan Alhamadulillah, 11 tahun pernikahan saya akhirnya dikaruniai dua anak,” tambahnya, kali ini dengan raut wajah sumringah.

Harapan bisa terus buka dari generasi ke generasi

Saat ini Bu Munazilah mengelola Warung Abang Kesukaan Gus Dur bersama tiga adik kandung dan satu adik iparnya. Hanya sang kakak yang tidak terlibat dalam urusan pengelolaan warung karena memilih bekerja sendiri.

Sistem kerjanya dibagi shift. Bu Munazilah dan adik bungsunya memegang kendali pada pukul 16.00 WIB-19.00 WIB. Sedangkan adik-adiknya yang lain kebagian jatah pada pukul 19.00 WIB-22.00 WIB.

“Kami bagi hasil, Mas. Uang yang masuk dari jam empat sore sampai tutup itu nanti dibagi rata. Kalau dapat banyak ya Alhamdulillah bagiannya banyak. Kalau lagi sepi begini ya baginya sedapatnya. Intinya dibagi rata, Mas,” terang Bu Munazilah.

Bu Munazilah dan tiga adik kandungnya memang sudah ikut berkecimpung di warung sejak mereka masih duduk di bangku Sekolah Dasar; bantu-bantu sekadarnya. Lalu ketika mereka masuk Madrasah Tsanawiyah (MTs), mereka mulai diajari oleh sang ibu, Bu Qoirumlah, bagaimana mengolah kikil yang tepat dan tentunya bagaimana meracik bumbu untuk lodeh yang jadi andalan di warung mereka.

“Karena dulu itu istilahnya kalau nggak ikut bantu-bantu ya nggak mungkin dapat uang saku, Mas,” ujar Bu Munazilah.

“Tapi ya mungkin sama ibuk harapannya agar anak-anaknya bisa masak kikil terus bisa meneruskan warung ini,” tambahnya.

Bu Munazilah pribadi sempat kepikiran untuk tidak ikut mengelola warung kikil peninggalan nenekanya tersebut. Ia ingin hidup dari hasil jerih payahnya sendiri, dalam artian tidak berpangku tangan dari hasil bisnis keluarganya itu.

Seporsi nasi kikil di Warung Abang Kesukaan Gus Dur. (Muchamad Aly Reza/Mojok.co)

Itulah kenapa, ketika ibunya masih hidup, ia memilih membuka sebuah toko kecil di depan rumahnya. Hanya saja menjelang sang ibu wafat, ia dan adik-adiknya diminta untuk meneruskan mengelola Warung Abang.

Apalagi saat-saat sebelum ibunya wafat itu Warung Abang sudah memakai sematan “Kesukaan Gus Dur”. Barangkali Bu Qoirumlah melihat ada potensi bahwa kelak Warung Abang Kesukaan Gus Dur akan menjadi warung legendaris nan ikonik di Jombang yang akan terus dicari banyak orang.

Bu Qoirumlah kemudian secara khusus meminta agar Bu Munazilah menyewakan saja tokonya kepada orang lain. Sementara Bu Munazilah diminta fokus membantu adik-adiknya mengelola warung.

“Saya dulu penginnya juga bisa sekolah sampai kuliah, Mas. Tapi sejak lulus MTs kayak diarahkan buat di warung ini saja. Eh malah ketambahan sekarang warungnya jadi seperti ini (pakai embel-embel Kesukaan Gus Dur). Jadi eman lah kalau nggak diteruskan,” bebernya.

Meski menjadi salah satu warung yang cukup digandrungi oleh khalayak, tapi Bu Munazilah menegaskan kalau ia dan adik-adiknya sepakat untuk tidak membuka cabang. “Menjaga orisinilitas”, kurang lebih itulah yang saya tangkap saat Bu Munazilah menjelaskan alasannya. Oleh karena tidak ingin membuka cabang itu pula, maka sistem kerjanya pun dibagi ke dalam dua shift seperti yang dijelaskan Bu Munazilah sebelumnya.

Hanya saja, ia memiliki harapan besar agar anak-anaknya dan keponakan-keponakannya kelak berkenan untuk meneruskan mengelola Warung Abang Kesukaan Gus Dur. Sehingga warung nasi kikil tersebut bisa terus bertahan dari generasi ke generasi, menjadi saksi sejarah manakala Gus Dur masih hidup.

Nganu, begini, Mas, yang jadi kesukaan Gus Dur itu kan di sini, ya di tempat ini. Nah, kalau seumpama ada cabangnya, yang cabang itu kan bisa dibilang bukan kesukaan Gus Dur. Wong Gus Dur cuma suka mampir yang di tempat ini kok,” jelas Bu Munazilah, kali ini sembari menurunkan nada suaranya, seiring dengan hujan deras yang berangsur mereda. Karena sebelumnya kami harus sedikit ngoyo tiap kali berbicara, beradu dengan gemericik suara hujan dan dersik hembusan angin di luar.

“Penginnya warung ini nanti diteruskan anak-anak dan keponakan-keponakan lah, Mas. Penginnya ya seperti itu. Doakan saja biar bisa terus buka sampai nanti,” pungkasnya.

***

Tak lama setelah hujan reda, seorang pria, Suwarno (40) memarkir motornya persis di sebelah motor saya. Pria asli Jombang itu lantas memesan seporsi nasi kikil. Saya pun mengambil sebatang rokok lagi; mengurungkan niat untuk langsung bergegas dari warung. Saya merasa perlu untuk mendengar testimoni dari salah seorang pembeli di Warung Abang Kesukaan Gus Dur.

“Saya kebetulan sering mampir ke sini. Yang membedakan dengan warung-warung nasi kikil lain di Jombang, nasi kikil di sini pedesnya karena rempah, Mas. Jadi nggak usah pakai sambel itu rasanya sudah pedes. Beda dengan warung lain. Baru terasa pedes kalau dikasih sambel,” ungkapnya.

Nasi kikil di Warung Abang Kesukaan Gus Dur memang dihidangkan dengan satu menu sayur saja, yakni lodeh. Seporsi nasi kikil dihargai Rp15 ribu, bisa nambah tergantung dengan jenis lauk yang dipilih. Karena Warung Abang Kesukaan Gus Dur tidak hanya menyediakan kikil saja. Melainkan ada pilihan-pilihan lauk lain seperti, lidah sapi, empal, babat dan jeroan-jeroan sapi yang lain.

Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Ratih Widyarni, Vespa Warisan Bapak, dan Perpustakaan Keliling dan liputan menarik lainnya di Susul.

Exit mobile version