Warung Tahu Gimbal Kopyok Telur Mbo merupakan salah satu kuliner legendaris di Kabupaten Batang. Sudah turun temurun selama tiga generasi.
***
Satu-satunya warung tahu gimbal kopyok telur
Malam itu, magrib baru saja berlalu, langit di atas Kota Batang Jawa Tengah terlihat cerah, walau sebelumnya mendung tebal tampak bergelayut di arah tenggara kota. Namun, sepertinya mendung tersapu angin ke arah timur, sehingga hujan tak jadi turun.
Saya memasuki ruang Warung Makan Tahu Campur Mbo yang berlokasi di ruas Jl.Ahmad Yani, 50 Batang, Minggu 9 Januari 2022 malam. Empat ibu-ibu dengan seragam olahraga, kelihatannya baru selesai senam aerobik tengah menikmati makanan mereka.
Saya pun lalu memilih tempat duduk agak ke pojok warung dan memesan satu porsi tahu gimbal kopyok telur. Salah seorang dari perempuan itu, mengangkat tangan kanannya dan berseru, “Pak Mbo, tolong dibungkus dua porsi tahu gimbal kopyok telur, jangan terlalu pedas, sedang saja, untuk oleh-oleh di rumah,” katanya memanggil si empunya warung makan.
“Siap, Bu Bos,” sahut laki-laki yang dipanggil dengan sebutan Pak Mbo itu dengan ramah sambil meracik tahu gimbal kopyok telur yang dipesan.
Di Batang, banyak warung tahu campur, namun warung tahu campur yang sudah dimodifikasi menjadi tahu gimbal kopyok telur, cuma ada satu, yakni Warung Tahu Campur Mbo dengan menu andalannya tahu gimbal kopyok telur.
Sajian itu tak menunggu lama sudah terhidang di depan saya. Rasanya memang lezat. Paduan antara tahu putih goreng yang dipotong-potong berselaput telur, gimbal urang, atau yang juga disebut peyek udang itu, dengan sambal kacang kental, dan irisan kubis, sungguh lezat.
Di sela-sela kesibukannya menyiapkan uborampe tahu gimbal telur, Istadin (54) yang akrab di panggil Pak Mbo itu kepada Mojok.co mengungkapkan, warung yang ia kelola saat ini merupakan warisan usaha dari almarhum ayahnya, Pak Eknat yang meninggal dunia pada tahun 1987. Dulu, almarhum kakek dan ayahnya saat berjualan tahu campur memakai pikulan di trotoar Jalan RE Martadinata Batang, setiap sore dan tutup sekitar pukul 22.00 WIB.
“Saya merupakan generasi ke 3, dalam mengelola warung ini. Sebelumnya warung tahu campur ‘Mbah Anis’ itu dikelola oleh almarhum kakek saya, bernama Mbah Anis. Usai Mbah Anis meninggal, dagangan tahu campur dilanjutkan oleh almarhum ayah saya, dengan dengan Warung Tahu Campur ‘Pak Eknat’ sesuai nama ayah saya,” kata Istadin.
Istadin dan Pak Mbo mengatakan, waktu itu ayahnya sudah mulai berjualan sekitar tahun 1970. Tempat jualan ayahnya ada di ruas jalan RE Martadinata, tepatnya di sebelah selatan Bioskop Mustika.
Asal mula “Pak Mbo”
Lebih lanjut Pak Mbo mengatakan, ia meneruskan usaha ayahnya pada awal 1987, dan pindah lokasi ke ruas Jl.Ahmad Yani. Warungnya itu kemudian diberi label nama “Mbo” sesuai panggilan namanya selama ini. Menurut ayah satu anak itu, “Mbo” adalah penggalan dari kata Bolo, yang berarti teman. Dan, ‘bo’, diucapkan oleh lidah orang Jawa, dengan lafal Mbo. Seperti Bogor diucapkan manjadi Mbogor, Bandung diucapkan Mbandung, Bantul menjadi Mbantul dan seterusnya.
“Nama saya Istadin, sejak saya sekolah di Madrasah Aliyah Muhammadiyah (MAM) Batang, teman saya memanggil saya Mbo. Kecuali Pak Guru, saat mengabsen tetap menyebut nama asli saya. Ini semua karena gara-gara almarhum bapak saya,” kata Pak Mbo.
Kepada setiap pelanggan warung datang, bapaknya mereka dipanggil “Mbo” yang berarti Bolo atau teman. “Para pelanggan warung bapak saya, memanggil nama bapak juga Mbo, bukan Pak Eknat, sebagai tanda ke akraban. Kalau zaman sekarang Mbo itu, mungkin “Bro, atau Gaes (Guys),” kata alumnus MAM Batang tahun 1986 itu.
Anehnya, menurut Istadin, panggilan Mbo yang semula ditujukan kepada para pelanggan warung alamarhum bapaknya itu, melekat kepada dirinya sampai sekarang. Dan saat ia meneruskan usaha warung tahu campur almarhum ayahnya, diberinya label “Mbo.”
“Sampai sekarang para pelanggan warung saya memanggil saya dengan sebutan Pak Mbo, karena kata Mbo di spanduk warung saya, dikira nama saya. Boleh dikatakan, yang mengenal nama asli saya hanya keluarga dan teman-teman dekat saya. Saya tidak protes, saya merasa nyaman dipanggil dengan sebutan Pak Mbo. Karena ternyata panggilan Pak Mbo ngrejekeni, alhamdulillah setiap hari warung saya laris manis,” ujar dia sambil tertawa terbahak.
Warung Tahu Campur Mbo meskipun terlihat laris, menurut Pak Mbo, kondisinya warung belum seramai sebelum pandemi. “Kini setelah PPKM di Kabupaten Batang yang semula Level 4 menjadi 3, alhamdulilah secara berangsur-angsur, kondisi warung saya menjadi normal, meskipun belum seperti semula,” kata Pak Mbo.
Sebagai gambaran, saat ini warungnya, ujar Pak Mbo, setiap hari menghabiskan 400 – 500 potong tahu dan 4 kg telur ayam. Sebelum pandemi, menurut Pak Mbo, setiap hari menghabiskan 600 potong tahu dan 5 kilogram telur ayam.
Resep modifikasi yang tidak njiplak
Menu tahu gimbal kopyok telur yang menjadi andalan warungnya, menurut ayah satu anak itu, tidak njiplak atau meniru menu dari daerah lain. Sebagai pembanding, Pak Mbo mencontohkan, menu tahu gimbal yang merupakan salah satu makanan khas Semarang, dengan menu kreasinya tidak sama.
“Kalau tahu gimbal khas Semarang, telurnya didadar atau diceplok, sedangkan menu tahu gimbal saya, telurnya saya kopyok bersama irisan tahu putih. Sehingga ketika dimakan, tekstur telurnya melekat dan menyatu dengan potongan-potongan tahu,” kata Pak Mbo. Setelah potongan tahu yang diiris segi empat kecil berbaulut dengan telur kopyok itu, kemudian disiram dengan sambal kacang plus kecap.
Ia menambahkan, usai lulus MAM Batang, semula berniat meneruskan kuliah di Solo dengan mengambil jurusan PGSDLB (Pendidikan Guru Sekolah Dasar Luar Biasa), tapi gagal, karena faktor ekonomi. “Ayah saya meninggal, untuk menyambung kehidupan keluarga, saya lalu meneruskan usaha warung tahu campur yang sudah dirintis oleh almarhum kakek dan dilanjutkan leh almarhum ayah saya itu,” terang Pak Mbo, yang merupakan anak ke 5 dari 10 bersaudara, pasangan alamarhum Pak Eknat dan Ibu Tinemu itu.
Pak Mbo dalam mematok tarip menu masakannya tidak sama. Untuk tahu campur, terdiri dari tahu, bakwan, tempe dijual Rp12 ribu per porsi.Sedangkan tahu gimbal telur, terdiri dari tahu putih, gimbal urang (peyek udang) dan telur kopyok Rp15 ribu per porsi.
“Kami tidak melulu menyediakan menu tahu campur atau tahu gimbal kopyok telur, tapi juga menyediakan menu lain. Yaitu bakso dan soto ayam. Untuk nyawisi, pelanggan yang tidak suka dengan tahu campur, bisa memilih bakso atau soto ayam,” kata ayah dari Ilham (22), anak semata wayangnya, yang sekarang duduk di semester akhir Fakuktas Ekonomi, Universitas Pekalongan itu.
Pak Mbo juga menjelaskan, pengunjung warungnya dari lintas porofesi, yaitu PNS, pegawai swasta dan lainnya. “Salah satu pejabat Kabupaten Batang yang sering datang ke warung saya adalah almarhum Bapak Drs.H.Nasihin, beliau adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Batang, yang meninggal pada bulan Juli 2021. Juga bapak dan ibu PNS lainnya, yang saya tidak hafal namanya,” tutur Pak Mbo.
Sementara itu, salah seorang pelanggan bernama Ahsin (52), asal Warungasem Batang, kepada Mojok.co mengatakan, ia sudah cukup lama menjadi pelanggan di Warung Tahu Campur Mbo.
“Rasa tahu gimbal kopyok telurnya benar-benar mantap. Bahkan bulan kemarin (Desember 2021), saya pernah pesan 70 porsi tahu gimbal untuk keperluan arisan sekaligus Yasinan di rumah saya,” kata Ahsin yang sehari-harinya bekerja di pabrik sabun ditergent itu.
Reporter : Kasirin Umar
Editor : Agung Purwandono
BACA JUGA Yahya, Superhero dari Purworejo yang Berharap Punya Kage Bunshin No Jutsu dan liputan menarik lainnya di Susul.