Soto Daging Sapi Pak Sabar yang Cocok Disantap Saat Hujan 

Soto Daging Sapi Pak Sabar yang Cocok Disantap Saat Hujan

Soto Daging Sapi Pak Sabar jadi salah satu kuliner legendaris yang masih eksis di Yogyakarta. Salah satunya dikenal karena potongan dagingnya yang nggak pelit, cocok dimakan waktu hujan.

***

Menyantap soto di waktu hujan turun itu seperti keberuntungan bagi saya, karena sejatinya menyantap soto kapan saja itu nggak ada bedanya. Mau pagi, siang, atau malam, panas, hujan, sama enaknya. Hanya, menikmati soto saat hujan turun itu sensasinya beda. 

Seperti menikmati makanan yang kamu sukai di tengah orkestra musik. Air yang turun dari langit menghasilkan bunyi yang berbeda-beda. Begitu juga ketika pagi itu, Kamis (11/11/2021) saya melintas di Jalan Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul. Hujan tengah turun dengan deras.

Ingatan saya langsung tertuju pada Soto Daging Sapi Pak Sabar di kawasan itu. Warung soto yang memberi ingatan pada potongan daging sapinya yang melimpah. Maka, menjadi kebetulan yang menyenangkan ketika hujan turun, perut lapar, dan semangkuk soto daging sapi tersaji untuk dinikmati. 

Saya memesan soto daging sapi plus iso bacem yang seperti menantang saya untuk sementara waktu mengabaikan, apa itu kolesterol. Tempe garit yang jadi kesukaan tidak kelihatan hari itu. Saya melihat meja-meja lain pun kosong. Kelihatannya tempe telanjang itu tidak muncul atau belum muncul hari itu. Padahal pasti cocok sekali, semangkuk soto daging sapi, potongan iso dan tempe hangat yang dimakan waktu hujan turun. 

Hujan yang turun sebenarnya nggak begitu deras, tapi konstan. Uap dari semangkuk soto, ngebul mengenai muka, membuat kacamata saya yang tadinya basah karena air hujan, jadi berembun karena uap kuah soto. 

Di telinga saya, suara hujan yang konstan menimbulkan bunyi yang berbeda. Ketika jatuh di atap, tanah, kon blok, bahkan genangan air, seperti dari alat-alat musik yang berbeda. Mungkin terlalu lebay, tapi bagi orang yang sedang kelaparan, itu seperti suara orkestra. 

Bagian dalam Warung Soto Pak Sabar. Foto Agung PW/Mojok.co.

Kebiasaan saya ketika menyantap soto adalah menyantapnya lebih dulu tanpa kecap. Begitu menyeruput kuahnya, ada rasa gurih yang muncul dari rebusan daging. Pagi itu saya memesan soto tanpa nasi. Sengaja, biar mangkuknya muat ketika saya masukan potongan iso. Begitu potongan iso saya masukan, kuah sotonya jadi kimplah-kimplah mau tumpah. Saya kembali mencicipi, rasanya gurih manis, tak perlu lagi tambahan kecap karena sudah ada baceman iso yang memiliki cita rasa manis.

Usai makan, saya menyapa Pak Suparman, dia adalah orang yang diserahi tanggungjawab oleh keluarga setelah Pak Sabar meninggal dunia di tahun 1995. Soto Daging Sapi Pak Sabar sendiri didirikan oleh Pak Sabar sekitar tahun 1984-an. Warung soto yang didirikannya setelah berguru dengan menjadi karyawan di Warung Soto Pak Sholeh, warung soto daging sapi legendaris di Yogyakarta yang berdiri tahun 1952. 

“Pak Sabar punya dua anak laki-laki, saya diminta meneruskan usaha keluarga Pak Sabar,” kata Pak Suparman yang mulai bekerja di keluarga Pak Sabar di tahun 1990. 

Pak Suparman mengatakan semua karyawan Pak Sabar tahu akan semua resep soto sapinya. Tidak ada rahasia yang disembunyikan oleh Pak Sabar. 

“Bumbu-bumbu tidak dirahasiakan. Kata Pak Sabar, kalau yang tahu resepnya cuma dia, kalau pas dia nggak ada di warung, atau ada karyawan yang tahu resepnya sedang pulang kampung, kan repot. Jadi semua karyawan harus tahu,” kata Pak Suparman. 

Pak Suparman yang ditunjuk mengelola Soto Pak Sabar. Foto Agung PW/Mojok.co

Bukan hanya itu, Pak Sabar juga tidak melarang karyawannya untuk membuka usaha yang sama. Justru karyawan-karyawamnnya yang ingin mandiri didorong dan didukung. “Banyak yang setelah nggak kerja di sini buka warung soto sendiri, yang penting pesen Pak Sabar, jaga kualitas,” kata Pak Suparman. 

Pak Suparman menyebut beberap warung soto sapi di Yogyakarta yang cukup terkenal yang pernah nyantrik di Warung Soto Pak Sabar, ada Warung Soto Pak Gimin di Bantul, Soto Pak Dul Jalan Solo, Soto Pak Halim di Jalan Wonosari. “Pak Sabar itu menganggap semua karyawannya seperti keluarga. Sampai sekarang karyawan juga seperti keluarga, kalau hari ini makannya soto ya makan soto, kalau makannya pakai tempe, ya semua makan tempe, nggak beda,” kata Pak Suparman yang asal Kebumen.

Mulyana (26) salah satu karyawan Soto Pak Sabar, asal Banjar, Jawa Barat mengamini apa yang disampaikan Pak Suparman. Ia yang bekerja sejak 2013 mengaku tidak ada jarak antarkaryawan. 

Pak Suparman mengatakan, awal mula Soto Pak Sabar, bangunannya memang sudah sederhana meski tidak sebesar sekarang. Sejak dulu, warung sotonya memang berada di Jalan Gedong Kuning, meski beberapa kali pindah. “Besok akhir tahun, rencana pindah 100 meter ke arah selatan dari warung yang sekarang,” kata Pak Suparman. Beberapa tahun sebelumnya, sebelum menempati timur jalan seperti sekarang ini, Soto Pak Sabar terletak di barat jalan.

Pengunjung di Warung Soto Sabar. Foto Agung PW/Mojok.co

Sampai saat ini, Soto Pak Sabar memiliki tiga cabang. Satu cabang di Jalan Wonosari, soto daging sapi Pak Sabar dikelola oleh anak sulung Pak Sabar. Satu cabang lagi ada di Jalan Rajawali, Banguntapan, Bantul. “Yang di Gedong Kuning dan Jalan Rajawali saya yang ngelola,” kata Pak Suparman.

Pak Suparman mengatakan tidak pernah menghitung berapa soto daging sapi Pak Sabar terjual setiap harinya. Yang jelas, setiap hari ia buka mulai pukul 06.30 hingga pukul 16.00 WIB. 

Salah satu ciri khas Soto Pak Sabar, di dinding warungnya tertempel puluhan kalender. Ini ciri khas warung-warung soto yang katanya enak. Kalau ingin tahu enak atau tidak soto, bisa baca ini Satu Kata yang Jadi Penanda Warung Soto Enak di Yogya.  

“Kalendernya sudah tidak banyak seperti dulu, tapi tetap ada, kalau ada orang yang kasih, pasti kami tempel,” kata Mulyana. 

Di dinding warung tidak terlihat foto artis, justru foto-foto kiai. “Kalau artis yang datang ke sini banyak Mas, tapi fotonya nggak dipajang. Menteri juga ada yang sering ke sini, Pak Mahfud MD itu sering,” tambah Pak Suparman. 

BACA JUGA  Diam-diam Mbah Sulastri Memilih Tinggal di Panti Jompo dan liputan menarik lainnya di Susul.

Exit mobile version