Jadi Guru Honorer Bergaji Rp100 Ribu Tak Bikin Saya Lelah Mendidik Anak-anak Bangsa

Meski Bergaji Rp100 Ribu Saya Tulus Jadi Guru Honorer MOJOK.CO

Ilustrasi - Guru honorer tulus mendidik meski bergaji Rp100 ribu. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Meski sempat hanya dapat gaji Rp100 ribu, seorang guru honorer di Ciamis, Jawa Barat tetap tulus mengabdi sepenuh hati.

Menjadi guru adalah cita-cita Arianti (27) sejak SMA. Berawal dari keinginan sang ibu, serta latar belakang keluarga yang sebagian besar merupakan seorang guru, menjadi alasan Arianti mantap jadi seorang tenaga pendidik.

Impian itu akhirnya jadi kenyataan sejak Arianti lulus dari Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG PAUD) di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Setelah mendapat gelar Sarjana Pendidikan dan meraih predikat Cumlaude di tahun 2020, Arianti memilih untuk mengajar di salah satu TK yang berada di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Ia mendaftar sebagai seorang guru honorer.

Sebelumnya, ia tak pernah sedikitpun membayangkan sebesar apa gaji guru honorer di TK.

Sempat terbesit minat untuk mengabdi jadi guru di wilayah 3T, namun harus ia urungkan. Sebab, Arianti ingin menuntaskan misi untuk meningkatkan kualitas mengajar di kampung halamannya terlebih dahulu. Meskipun berstatus sebagai guru honorer, tak lantas mengubah semangatnya untuk tetap menjadi seorang tenaga pendidik.

Tak kaget gaji guru honorer kecil

Gaji Arianti sebagai seorang guru honorer TK di Ciamis, Jawa Barat, jelas tidak sebanding dengan dedikasi yang ia berikan.

Ia harus mengajar mulai Senin hingga Sabtu dari pukul 08.00-10.00 WIB. Artinya, Arianti berkewajiban untuk mengajar selama 72 jam perbulannya.

“Nggak sebanding, sih, karena honorernya cuma dapat Rp100 ribu perbulan,” ujar guru honorer muda itu, saat saya ajak berbincang pada Selasa (1/10/2024) sore WIB.

Keadaan ini sebenarnya tak membuat Arianti kaget. Karena ia paham bagaimana umumnya kondisi guru muda yang masih berstatus honorer di kabupatennya.

Jadi guru honorer sepenuh hati

Alih-alih mengeluh karena mendapat gaji yang jauh di bawah UMK, Arianti tetap berpegang teguh pada prinsipnya: menjadi pendidik yang profesional untuk para anak didiknya.

Dedikasinya di bidang pendidikan ia tunjukkan melalui perannya sebagai seorang guru yang cakap bagi murid-muridnya. Selama kurang lebih empat tahun mengajar di TK, Arianti sadar betul menjadi guru adalah sebuah panggilan hati. Terlepas dari apapun kondisinya.

“Tantangan banget waktu menghadapi anak berkebutuhan khusus yang lagi tantrum. Ditambah orang tuanya tidak mengakui bahwa anaknya berkebutuhan khusus,” keluhnya.

Dengan sepenuh hati, ia tetap mengemban tugasnya sebagai wali kelas yang bertanggungjawab dengan menyamaratakan pembimbingan kepada anak berkebutuhan khusus, walaupun tanpa adanya dukungan yang mumpuni dari sekolah maupun tenaga profesional (psikolog).

Di sela-sela obrolan kami petang itu, saya sempat bertanya, “Apakah ada hal lain yang ingin dicapai setelah menjadi seorang guru TK?”

Arianti dengan bangga menjawab ia ingin menjadi bagian dari UNICEF Indonesia yang nantinya bisa mengabdikan dirinya pada negeri ini, terkhusus mengambil peran dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak usia dini di Indonesia.

Tugas tambahan yang ugal-ugalan

Arianti adalah guru honorer paling muda di TK tempatnya mengajar. Hal itu membuatnya kerap dibebani tugas yang nggak relate dengan kewajibannya mengajar.

“Karena aku yang paling muda dan biasanya yang paling muda itu disebutnya pintar IT, jadi disuruh ngerjain pengisian administrasi sekolah,” ungkap Arianti.

“Pengisian survey lingkungan belajar juga aku yang ngerjain. Padahal sebenernya ngerjain bareng-bareng tuh gampang, tapi ini numpahin tugasnya ke aku sendiri,” tambahnya.

Selain tugas administrasi sekolah, Arianti sering mengerjakan tugas yang seharusnya tidak ia kerjakan. Pembuatan SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) yang umumnya dikerjakan oleh guru PNS, juga dibebankan kepadanya.

Meski begitu, Arianti tak pernah mengeluhkan bebannya pada guru lain karena ia menganggap ini semua adalah bagian dari pengabdian.

Ikut PPG agar dapat gaji yang sesuai

Karena gaji yang hanya Rp100 ribu dan sulitnya guru honorer TK sepertinya menjadi PNS, Arianti akhirnya mendaftar Program Profesi Guru (PPG) agar memiliki sertifikat pendidik.

Beruntungnya ia lolos pada Agustus 2023 lalu. Dengan memiliki sertifikat pendidik, ia berharap bisa memperoleh gaji dan tunjangan profesi yang sesuai dengan kualifikasinya.

“Setelah PPG tetap jadi guru honorer, tapi nantinya dapat tunjangan sertifikasi. Nah, karena aku honorer, jadi yang diterima pas sertifikasi itu perbulannya Rp1,5 juta, cairnya per tiga bulan,” jelas Arianti.

Di samping profesinya sebagai seorang guru honorer di sebuah TK, Arianti juga membuka les privat bagi anak-anak SD. Lumayan untuk tambah-tambahan pemasukan.

“Sekali pertemuan kadang dibayar Rp100 ribu satu anak. Kalau les yang barengan, muridnya banyak, pada ngasih Rp5 ribu kadang Rp10 ribu,” terang ibu satu anak itu.

“Bukan cuma dari les, bisa dari yang lain rezeki mah,” sambungnya.

Meski dalam himpitan kesulitan, Arianti mengaku sangat mencintai pekerjaannya sebagai seorang guru. Mengajar baginya adalah sebuah kesenangan yang tak ternilai harganya.

Penulis: Yemima Ken Suryandari
Editor: Muchamad Aly Reza

Liputan ini diproduksi oleh mahasiswa Magang Jurnalistik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta periode September 2024.

BACA JUGA: Guru Honorer Temanggung Totalitas dan Serius Ngajar meski Gaji Nggak Sampai Rp500 Ribu, Malah Dimusuhi karena Dianggap Bikin Repot Guru PNS Bergaji Lebih Besar tapi Nggak Niat Ngajar

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

 

Exit mobile version