Saat Mantan Teroris Ubah Stigma di Masyarakat dengan Jualan Soto

Bukan hal yang mudah kembali ke kehidupan masyarakat umum setelah jadi narapidana teroris. Namun, perjuangan ini harus dilakukan Joko Triharmanto, terpidana kasus Bom Bali 1 yang kini sudah bebas dan menekuni bisnis kuliner.

***

“Monggo pinarak, ngersakne soto ayam nopo daging (silahkan masuk, mau soto ayam atau daging sapi),” ucap penjual soto pagi itu, Kamis (5/5/2022) saat saya sarapan di warungnya Jalan Kalitan nomor 6, Penumping, Laweyan, Solo.

Soto yang disajikan sangat khas Solo. Kuahnya bening dan dinikmati dengan sambal, sedikit kecap, dan perasan jeruk nipis. Teh manis hangat jadi pendamping yang sepadan sarapan saya pagi itu.

Warung soto ini baru saja dibuka. Dulunya tempat ini merupakan warung “pokwe” singkatan dari jupuk dewe—istilah masyarakat Jawa untuk menamakan warung yang menyajikan makanan secara prasmanan. Belakangan warung pokwe ini berubah menjadi warung Soto.

jack harun mojok.co
Jack Harun saat meracik soto. (Novita Rahmawati/Mojok.co)

Spanduk berwarna kuning dengan tulisan ‘Soto Bang Jack’ tertera di depan warung. Saat masuk ke dalam, pengunjung langsung disambut dengan panci besar berisi kuah soto yang aromanya menguar ke sudut ruangan. Pemiiliknya juga ramah, tiap ada pembeli langsung dipersilahkan untuk duduk di meja kursi yang terjajar rapi di dalam warung.

Sosok di balik warung Soto Bang Jack tak lain adalah Joko Triharmanto (46) atau yang dikenal dengan Jack Harun. Ia pernah mendekam di balik jeruji karena kasus Bom Bali 1. Warung sotonya di Laweyan adalah gerai kedua bisnis kulinernya. Sebelumnya, Jack Harun membuka warung soto di Sukoharjo sejak tahun 2018 lalu.

Merangkul eks napi teroris

Jack Harun memang punya cita-cita bikin warung soto di Kota Solo setelah menghirup udara bebas. Ia mengumpulkan modal dikit demi sedikit untuk mewujudkan mimpinya. Tempat ini juga ia gunakan untuk merangkul para eks napi teroris. Mengingat Jack Harun saat ini menjabat sebagai Ketua Yayasan Gema Salam, yayasan yang menaungi para eks napi teroris.

“Ada dua orang yang ikut di sini. Kebetulan mereka sekretaris dan bendahara Yayasan Gema Salam,” katanya.

“Saya ingin buka warung di Solo karena lebih dekat ketimbang harus ke Sukoharjo. Di sini kondisinya lebih bersih juga. Alasan lainnya ya karena saya orang asli Penumping, makanya saya ingin buka warung di sini,” papar Jack.

Pelanggan dan para kerabat Jack Harun saat pembukaan warung soto. (Novita Rahmawati/Mojok.co)

Jack mengatakan bahwa dirinya membuka pintu lebar-lebar bagi para eks napi teroris yang kesulitan kembali ke masyarakat. Terutama yang kesulitan mencari pekerjaan. Ia mengakui bahwa para eks napi teroris kerap kesulitan kembali ke tengah-tengah masyarakat karena menyandang gelar eks teroris.

“Selama ini mungkin mereka (eks napi teroris) kesulitan di masyarakat, jadi mereka bisa bantu-bantu di sini dulu. Nanti kami gaji sesuai dengan kemampuan kami,” ucapnya.

Sejak membuka warung, Jack Harun memfasilitasi para eks napi teroris agar bisa bekerja dan mencari nafkah penyambung hidup. Dari 34 anggota yayasan Gema Salam, sudah ada lima orang yang berhasil membuka usaha.

“Ada yang buka warung bakmi dan nasi goreng, ada yang jualan air minum isi ulang, ada yang bekerja di Jakarta. Intinya silahkan berlatih, bekerja, atau berwiraswasta di sini. Bahkan yang nasi goreng itu jualannya di warung soto saya. Saya buka dari pagi sampai jam 11.00 WIB siang, sorenya dipakai jualan nasi goreng,” ucapnya.

Usaha kembali ke masyarakat

Dukungan yang diberikan Jack Harun bagi kawan-kawannya sesama eks napi teroris ini sebagai upaya agar mereka bisa kembali bersosialisasi. Ia mengakui bahwa tidak mudah kembali ke masyarakat setelah ada stigma teroris. Namun dengan usaha dan kemauan yang kuat stigma ini bisa terkikis secara perlahan.

“Stigma itu sebenarnya tergantung kita, bagaimana kami enjoy di masyarakat, bergaul dengan masyarakat. Bahkan saya sering ikut event jalan sehat 17 Agustus bersama Pak Rudy (FX Hadi Rudyatmo-mantan Walikota Solo),” katanya.

“Harapannya bisa lebih laris dan bisa memberikan tempat bagi teman-teman eks napi teroris,” katanya berbicara soal harapannya ke depan.

Warung Soto Bang Jack yang baru saja dibuka di Solo. (Novita Rahmawati/Mojok.co)

Jack Harun merupakan terpidana kasus terorisme Bom Bali 1 yang berperan sebagai perakit bom. Kasus ini melibatkan jaringan Dr. Azahari dan Noordin M. Top. Atas keterlibatannya, Jack Harun divonis 6 tahun bui.

Setelah menjalani masa tahanan, Jack Harun kembali ke masyarakat dengan membuka warung soto perdananya di Sukoharjo sembari mendirikan Yayasan Gema Salam. Banyak pejabat yang sudah berkunjung ke warung sotonya, salah satunya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada tahun 2021 lalu.

Di hari pertama pembukaan gerai kedua warung sotonya, ia menggratiskan hidangannya selama sehari. Walhasil warung ramai oleh warga yang memang penasaran dengan rasa sotonya. Para kerabat pun berdatangan menambah sesak warungnya.

Salah satu pengunjung yang datang untuk menikmati Soto Bang Jack ini yakni Pendeta Sedyoko. Ia merupakan Ketua Pesekutuan Gereja Kristen Semarang yang sengaja datang untuk menikmati semangkok soto buatan Jack Harun.

“Saya kenal beliau saat bertemu di rumah salah satu teman. Kebetulan pertemanan kami berlanjut via Whatsapp. Beliau mengundang saya untuk menikmati soto di cabang warungnya yang di Solo,” katanya.

Pria yang akrab disapa Yoko ini memuji soto buatan Bang Jack yang terasa enak dengan porsi yang pas. Pujian lainnya dilontarkan Yoko terkait usaha Jack Harun menampung kawan-kawan eks napi teroris untuk bisa kembali ke masyarakat dan memperbaiki kondisi ekonomi.

“Saya pikir cabang (warung) ini untuk mampu menggandeng (eks napi teroris) yang lain dan membuat jejaring serta memberdayakan mereka yang membutuhkan,” ucapnya.

Ia juga mengimbau agar masyarakat menghilangkan stigma negatif terhadap warung milik Jack Harun ini. “yang sudah baik mari dibuat lebih baik lagi. Mari tidak usah menengok ke belakang, anggap sebagai pengalaman. Mari kita tengok ke depan, kita sama-sama menjalin kesatuan dan peersatuan untuk masa depan,” pungkasnya.

Reporter: Novita Rahmawati
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Foto-foto Lama dan Cerita Purworejo yang Gagal Jadi Ibukota Hindia Belanda dan liputan menarik lainnya di Susul.

Exit mobile version