Udang Galah Sijawa, Harta Tersembunyi dari Bantul yang Belum Banyak Dibudidaya

Ilustrasi Udang Galah Sijawa, Harta Tersembunyi dari Bantul Belum yang Banyak Dibudidaya. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Satu potensi perikanan di Yogyakarta yang belum banyak dilirik oleh banyak orang adalah budidaya udang galah. Harganya lebih menggiurkan daripada udang vaname. Udang Galah Sijawa, jadi harta karun karena belum banyak yang membudidayakannya.

“Permintaan untuk Jogja saja itu selalu kurang, Mas. Pembudidaya itu sampai tidak bisa memenuhi permintaan pasar,” kata Koordinator Unit Kerja Budidaya Air Payau (UK-BAP) Samas Arga Kurniawan, Kamis (21/3/2024).

Arga membawa saya ke kolam pembenihan udang galah yang berada di tempat khusus di kantornya. Di tempat tersebut, ada kolam indukan yang menghasilkan telur dan benur udang galah yang nantinya akan pindah ke kolam yang lebih besar. Benih itu juga mereka jual kepada masyarakat yang tertarik budidaya udang galah.

“Di Jogja itu pembudidayanya masih sedikit, mungkin sekitar 10 orang saja,” kata Arga. Sepuluh orang tersebut rata-rata merupakan pemain lama dalam budidaya udang galah.

Arga Kurniawan menunjukkan bibit udang galah yang masih dalam bentuk larva. Masyarakat umum bisa membeli bibit udang galah di tempat ini MOJOK.CO
Arga Kurniawan menunjukkan bibit udang galah yang masih dalam bentuk larva. Masyarakat umum bisa membeli bibit udang galah di tempat ini. (Agung P/Mojok.co)

Padahal dari sisi harga, udang galah lebih mahal dari udang vaname. “Kalau dari harga itu lebih mahal dari udang vaname, paling murah itu di Jogja satu kilogramnya Rp85 ribu. Kalau kondisi sekarang jelang Lebaran bisa sampai Rp100 ribu,” kata Arga. 

Menjanjikan tapi tak banyak orang yang membudidaya

Kalau memang menjanjikan, mengapa tidak banyak orang Jogja yang membudidaya udang galah? “Udang galah nggak bisa dibudidaya secara intensif, untuk pembesaran padatan tebar itu 15-25 ekor per meter persegi. Udang vaname bisa sampai 100 ekor per meter atau ikan lele bisa lebih banyak lagi,” kata Arga.

Siklus hidup udang galah cukup unik, ketika mereka bertelur lokasinya di air payau, tetapi saat benih membesar mereka ada di air tawar. “Siklusnya itu, udang galah dari benur sampai dewasa akan berada di air tawar, saat memasuki musim pemijahan atau bertelur mereka ke air payau, setelah itu menetas menjadi larva yang kemudian setelah 33-35 hari akan menjadi benur dan kembali ke air tawar hingga dewasa, begitu seterusnya,” kata Arga.

Karena tak perlu membuat kolam di tepi laut, budidaya udang galah ini relatif lebih aman dalam hal merusak lingkungan. “Pembesaran itu di air tawar, kalau pembenihan sampai larva itu di air payau,” kata Arga.

Jika di tepi pantai melihat banyak kolam, itu merupakan budidaya udang vaname yang saat ini juga marak di tepi pantai di Yogyakarta. Keberadaan tambak-tambak ini banyak menuai protes karena bisa merusak lingkungan.

Sijawa, udang galah asal Bantul yang banyak kelebihan

Arga mengungkapkan sebagai balai benih, pihaknya menyediakan bening udang galah berkualitas. Saat ini justru banyak pembudidaya dari luar Jogja memanfaatkannya. Udang galang yang UK-BAP Samas kembangkan adalah varietas Udang Galah Sijawa. 

“Sijawa sudah dapat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2022 tentang Pelepasan Udang Galah “Sijawa”, kata Arga. Hasil dari domestikasi di Samas menunjukan jenis udang ini memiliki ketahanan penyakit dan toleransi terhadap lingkungan serta uji proksimat dan genotipe. 

Arga Kurniawan menunjukkan induk udang galah di kolam pembibitan. (Agung P/Mojok.co)

Kelebihan lain, Udang Galah Sijawa dalam hal reproduksi tinggi serta derajat pembuahan 100%, derajat penetasan 77,53%, dan dapat dipijahkan sepanjang musim.  Tahan terhadap penyakit (bakteri Vibrio harveyi; parasit Epistylis sp., Vorticella sp. dan Halotrema sp.; dan Virus MrNV 0,05-0,15 ml/individu). 

Ibarat ayam, udang galah itu ayam kampung, udang vaname itu ayam broiler

Menurut Arga, saat ini udang galah selalu bisa terserap pasar. Pihaknya bahkan kewalahan ketika ada mitra atau masyarakat yang ingin mendapatkan udang galah ukuran konsumsi. “Pasti terserap pasar. Meski udang vaname lebih murah, orang-orang lebih suka udang galah. Ibarat ayam, udang galah itu ayam kampung, sedang udang vaname itu ayam broiler. Semuanya punya pasar masing-masing,” kata Arga. 

Saat Imlek, permintaan akan udang galah biasanya meningkat drastis. Orang-orang Tionghoa memilih udang galah sebagai salah satu hidangan yang tidak boleh terlewatkan. “Mau berapapun stoknya, pasti habis,” kata Arga. 

Potensi yang besar tersebut tentu juga memiliki tantangan, salah satunya karena sedikitnya jumlah udang yang disebar, kolam untuk pembesaran udang galah butuh yang luas. “Di Yogyakarta pembudidayanya nggak terlalu banyak, mereka rata-rata sudah lama bermain di udang galah,” kata Arga. 

Menurut Arga, selain kolam yang luas, salah satu hal yang jadi pertimbangan orang membudidayakan udang galah adalah lamanya waktu panen. “Satu kali panen itu usia 5-6 bulan, agak lama dibandingkan ikan lainnya,” kata Arga.

selain waktu peliharanya yang lama, tantangan lain adalah soal sifat udang galah yang kanibalisme. Maka, kolam yang besar jadi keharusan karena bisa jadi tempat udang untuk bermanuver atau bersembunyi saat ganti kulit. 

“Saat ganti kulit itu saat-saat mereka paling lemah, jadi kalau nggak sembunyi bisa udang lain mangsa atau ikan predator yang masuk kolam, seperti ikan gabus,” katanya.

Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA Iwak Kali Bu Jasman, Warung Langganan Emha Ainun Najib yang Ramainya Pernah Kalahkan Soto Kadipiro

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News.

Exit mobile version