Sopir Bus Pariwisata Cerita Tantangan Bawa Rombongan Study Tour, Sisi Lain Kehidupan di Jalan yang Berat

Ilustrasi sopir bus pariwisata (Ega/Mojok.co)

Para sopir bus pariwisata berbagi cerita tentang sisi lain profesi mereka. Belakangan, profesi ini sedang jadi sorotan seiring dengan banyaknya kasus kecelakaan rombongan study tour.

***

Kabar tentang kecelakaan yang menimpa rombongan study tour seperti tak ada jeda pada Mei 2024. Diawali tragedi di Ciatur, Subang yang menimpa rombongan SMK Lingga Kencana Depok. Kecelakaan yang terjadi pada Sabtu (11/5/2024) itu menelan 11 korban jiwa.

Beberapa waktu setelahnya terjadi beberapa kecelakaan serupa di berbagai daerah. Kejadian lain juga ada yang merenggut korban jiwa.

Bicara study tour, Jogja adalah salah satu destinasi wisata utama rombongan pelajar dari berbagai daerah. Setiap akhir pekan atau musim liburan, di area parkir wisata sekitar Malioboro, kerap terlihat para sopir bus pariwisata yang sedang rehat saat rombongan study tour berpencar ke tempat-tempat hiburan.

Saya pernah berbincang dengan sejumlah sopir bus pariwisata yang sedang rehat di area Parkir Senopati dekat Titik Nol Kilometer Jogja. Saat berkunjung di siang hari, saya berbincang dengan Fajar (26), yang mengaku sudah mahir mengemudikan mobil dari usia 17. Saat itu ia sedang mengantar rombongan dari Solo.

Fajar sebenarnya bukanlah sopir bus pariwisata. Secara reguler, ia tergabung dengan salah satu PO Bus besar sebagai sopir bus AKAP.

“Bawa bus pariwisata itu pas libur kerja di PO. Ya buat nambah-nambah uang lah,” terangnya saat kami bertemu pada Rabu (8/3/2023) silam.

Saat menjadi sopir AKAP Fajar biasa menempuh rute jauh. Selain rute antar kota dan provinsi di Jawa, trayek terjauh yang ia kemudikan adalah Solo-Pekanbaru. Perjalanan jauh membuatnya hapal betul beragam jalan dan tantangan-tantangannya masing-masing.

Kerja bisa sambil cari hiburan

Menurutnya, saat menyopiri bus AKAP, secara penampilan dan perangai ia bisa lebih santai. Tancap gas cepat sudah biasa. Lantaran memang bus jenis ini berkejaran dengan waktu. Hal itu juga yang menjadi tantangan tersendiri buat Fajar.

“Kalau AKAP memang nggak nyantai. Ada jadwal berangkat dan perkiraan jadwal sampai,” tuturnya.

Sedangkan kalau bus pariwisata, urusan waktu cenderung lebih fleksibel. Sehingga sopir bisa sedikit lebih nyantai.

Saat menyopiri bus AKAP Fajar juga lebih bebas urusan pakaian. Sedangkan saat membawa bus pariwisata, terkhusus di bawah naungan PO tertentu, biasanya seragam dan penampilan harus rapi. Seperti yang tampak dari pakaiannya saat ini.

“Ya kurang lebih seperti ini,” katanya sambil menunjuk seragamnya sendiri.

Saat ditanya, lebih nyaman mana antara menyopiri bus pariwisata dengan AKAP, Fajar mengaku keduanya sama saja. Tapi memang saat bersama bus pariwisata para sopir bisa sekalian mencari hiburan di kota orang.

sopir bus pariwisata.MOJOK.CO
Para sopir bus pariwisata yang sedang bersitirahat di bagasi (Hammam/Mojok.co)

Jogja memang tampak biasa karena sudah sering ia kunjungi. Namun, ia mengaku sekalian bisa liburan saat mengantar rombongan study tour ke sejumlah kota yang jauh dan jarang atau bahkan belum pernah ia kunjungi.

“Paling jauh kalau mengantar pariwisata pernah ke Bali. Selain itu ke Padang juga pernah, ya lumayan jauh-jauh juga,” terangnya.

Baca halaman selanjutnya…

Beratnya jadi sopir bus pariwisata, permintaan penumpang dan urusan pelayanan jauh lebih ribet dari bus biasa

Beratnya jadi sopir bus pariwisata

Meski ada sisi menyenangkan, Fajar berujar kalau membawa rombongan study tour memang perlu servis ekstra. Ia menyebut bahwa mereka cenderung lebih banyak komplain ketimbang penumpang bus-bus biasa.

“Beda dengan AKAP, penumpangnya kan gonta-ganti. Pariwisata kan penumpangnya satu dan langsung berhubungan dengan manajemen,” keluhnya.

Keluhan yang ia terima cukup beragam. Tapi kebanyakan memang urusan kecepatan membawa bus. Kalau terlalu cepat dan salip-salipan, penumpang kerap merasa khawatir dan tidak nyaman. Tapi jika terlalu lambat juga rawan mendapat keluhan.

“Pokoke kudu pas wae. Nyopirnya itu alus,” cetusnya.

Sopir bus pariwisata lain yang saya temui, Arif (32), bercerita kalau kenyamanan penumpang di bus pariwisata harus benar-benar diperhatikan. “Ya memang permintaan penumpang itu macam-macam. Tapi asal bisa menyikapinya dengan pas ya oke-oke saja,” tutur sosok yang mengaku sudah empat tahun jadi sopir tetap di sebuah PO bus pariwisata ini.

Ia mengaku punya cara khusus untuk membuat penumpang senang penumpang. Membuat mereka nyaman dan terlena selama perjalanan.

“Kuncinya kalau saya cuma satu. Sepanjang perjalanan full musik dan audio-nya yang jos. Sudah itu penumpang pasti senang,” ujarnya terkekeh.

Proses antar jemput lebih ribet

Alih-alih soal permintaan dan komplain penumpang, tantangan terberat menurut Arif justru saat proses antar jemput. Saat menjemput, biasanya ia harus membawa kendaraan ini melintas di gang-gang kecil. Sesuatu yang jadi momok bagi para sopir. Konsentrasi penuh mereka butuhkan.

“Sebab di sekitar ya ada pohon, kabel, inilah yang paling susah,” keluhnya.

Terlepas dari persoalan itu ia mengaku senang menjalani pekerjaan ini. Setiap singgah di kantong-kantong parkir, ia bisa berkumpul bersama rekan senasib di kota-kota lain. Kota yang jauh dari asalnya.

Bagi para sopir bus pariwisata ini, keselamatan adalah tujuan utama. Di jalanan, mereka juga perlu memperhatikan apa yang membuat penumpang nyaman. Mau cepat, lambat, dengan musik yang menggelegar, bisa mereka sesuaikan.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Pedihnya Tak Bisa Ikut Study Tour Sekolah Terkenang hingga Dewasa: Gagal ke Jogja, WBL Lamongan, hingga Bromo karena Orang Tua Tak Ada Uang

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version