Curhat Guru PPPK, PMM Merdeka Mengajar Jadi Tak Berkualitas karena Hanya Kejar Target Peringkat Kabupaten

curhat guru pppk, merdeka mengajar jadi ilusi, pmm sekadar kejar target. MOJOK.CO

Ilustrasi guru (Ega/Mojok.co)

Platform Merdeka Mengajar (PMM) hadir untuk membantu guru mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Namun, sebagian guru PPPK maupun PNS, merasa kontradiktif karena sekadar kejar target meningkatkan peringkat kabupatennya.

PMM Merdeka Mengajar merupakan terobosan dari Kemendikbudristek untuk meningkatkan kapasitas guru. Terdapat banyak materi pelatihan mandiri untuk referensi pengembangan praktik mengajar.

Seorang guru PPPK di Jawa Tengah, Adrian* (34) mengaku langsung mengikuti workshop PMM pada awal perilisannya 2022 silam. Sejak saat itu ia menyadari banyak manfaat yang bisa ia ambil di aplikasi ini.

“Jujur sejak awal merasa bahwa PMM ini bagus dan aplikatif materinya untuk para guru,” ungkapnya kepada Mojok Rabu (17/1/2024).

Soal manfaat, bukan hanya Adrian, ada ribuan guru yang sudah merasakannya. Ada berbagai kanal seperti pengembangan diri; perangkat ajar mulai dari modul ajar, modul projek, hingga buku teks; panduan pengelolaan kinerja dari perencanaan, pelaksanaan, hingga penilaian; dan masih banyak kanal dan fitur bermanfaat lainnya.

Bahkan, mulai 2024 ini Kemendikbudristek akan mengintegrasikan PMM dengan e-Kinerja Badan Kepegawaian Negara (BKN). Hal itu tertuang dalam SE BKN dan Mendikbudristek No 9 Tahun 2023 tentang Sistem Informasi Pengelolaan Kinerja Aparatur Sipil Negara Guru. Hal ini membuat banyak guru dituntut lebih sering mengakses PMM Merdeka Mengajar.

Andrian yang sudah mengajar lebih dari sewindu heran dengan materi yang ada di PMM. Pasalnya, banyak pembelajaran yang menurutnya penting namun tidak pernah ia dapat sebelumnya. Bahkan saat mengenyam studi bidang pendidikan di perguruan tinggi maupun Pendidikan Profesi Guru (PPG).

“Bayangkan kita sudah mengajar belasan bahkan puluhan tahun tapi baru dapat materi yang penting semacam ini,” katanya.

“Bahkan materi saat PPG pun tidak sedalam yang ada di PMM,” imbuhnya.

PMM sekadar untuk kejar target, tidak sesuai semangat Merdeka Mengajar

Setelah mengikuti workshop di awal perilisan, Adrian menyayangkan tidak ada dorongan lebih untuk mengakses PMM yang bermanfaat ini. Baginya, tidak ada sistem yang jelas bagi guru untuk mengoptimalkan kegunaan aplikasi tersebut.

Baru, pada 2023 ada guru mulai gencar didorong untuk lebih banyak mengaksesnya. Namun, awal hingga pertengahan tahun ia masih dalam situasi khawatir untuk menunggu terbitnya surat keputusan statusnya sebagai guru PPPK.

Ilustrasi. Guru sedang mengajar di kelas (Christina Wocintechcat/Unsplash)

Sebenarnya, sejak 2022 ia mengaku sudah sering memanfaatkan materi yang ada di dalam aplikasi tersebut. Namun, orientasinya tidak untuk mendapatkan sertifikat di laman pelatihan mandiri. Untuk mendapat sertifikat syaratnya menuntaskan materi dan mengunggah aksinyata.

Hingga pada pertengahan menuju akhir tahun 2023, Dinas Pendidikan di kabupatennya mendorong para guru untuk gencar mendapatkan sertifikat di pelatihan mandiri. Bukan karena alasan peningkatan kapasitas.

“Tapi karena kabupaten saya peringkat guru dalam mendapat sertifikat di PPM itu rendah. Jadi dinas mendorong untuk menuntaskan sebanyak-banyaknya. Tidak ada penekanan soal kualitas dalam mendalami materi atau membuat aksi nyata, pokoknya selesai yang banyak,” tuturnya.

Hal itu menurutnya kontradiktif dengan semangat Merdeka Mengajar yang berorientasi pada kualitas para guru. “Orang seperti saya nggak cocok dengan cara semacam ini,” keluhnya.

Baca halaman selanjutnya…

Kejar jumlah sertifikat itu mudah, tapi kualitasnya rendah

Sekadar kejar jumlah sertifikat itu mudah

Dorongan itu membuat Adrian mencoba untuk menuntaskan pelatihan hingga mendapat sertifikat PMM. Hal yang ternyata menurutnya tergolong mudah.

“Saya nyoba sekali dengan melakukan aksi nyata yang sebenarnya nggak benar-benar nyata. Cukup foto dan video seadanya, terbit sertifikat setelah sekitar sebulan,” ungkapnya.

Rekan-rekannya bahkan ada yang berhasil menuntaskan pelatihan dan membuat 5-10 aksi nyata dalam hitungan sepekan hingga dua pekan saja. Bahkan sampai akhir 2023 lalu ada rekannya yang sudah mengunggah hampir 40 aksi nyata. Namun, ia menyayangkan bahwa itu sekadar kuantitas tanpa mempertimbangkan pembuatan aksi sungguhan.

“Program ini bagus, tapi sayangnya di level dinas hingga bawahnya ini hanya berorientasi pada target dan peringkat,” jelasnya.

Tuti, seorang guru PNS di Jawa Tengah juga mengakui bahwa PMM Merdeka Mengajar ini punya manfaat besar. Bedanya, ia mengakui bahwa banyak guru yang masih malas dan belum tergerak untuk mengoptimalkan potensinya.

“Padahal PMM ini bermanfaat. Nggak harus ikut program Guru Penggerak untuk paham kurikulum Merdeka, cukup pakai aplikasi ini. Tapi, sampai sekarang saya belum banyak akses, alasannya ya masih berat dan terkendala malas,” ungkapnya.

Tuti mengaku kewalahan melihat banyak sekali materi yang tersedia. Mulai dari Penguatan Profil Pancasila, Kurikulum Merdeka, Merdeka Belajar, hingga Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran. Dari puluhan bahkan ratusan materi tersebut, belum sampai 10 unit yang ia dalami.

“Satu materi itu terdiri dari banyak modul. Saya baru mengerjakan sekitar enam. Dari jumlah itu belum ada yang lolos aksi nyatanya,” curhatnya.

Kendati begitu, para guru PPPK dan PNS ini mengakui bahwa terobosan dari Kemendikbudristek merupakan hal menarik dengan muatan yang bermanfaat. Sayangnya, di level implementasi masih banyak yang gagap.

)* bukan nama sebenarnya

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Program Guru Penggerak Membuat Guru Kewalahan Mengajar

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version