Berbincang dengan tokoh inspiratif di PKL Srikana
Tak hanya menyediakan menu yang murah, PKL Srikana juga cocok dijadikan tempat untuk mengerjakan tugas. Apalagi warung-warung di sana buka 24 jam. Tiap warung juga menyediakan wifi dan stop kontak.
Fasilitasnya yang nyaman juga membuat mahasiswa menggunakannya sebagai tempat berdiskusi. Tak hanya mahasiswa, tapi juga masyarakat sekitar. Suhek bahkan pernah menjumpai tokoh-tokoh yang menurutnya inspiratif.
Suatu hari, dia pernah bertemu dengan pengendara sepeda pancal yang mampir sejenak di warung. Pengendara itu bercerita sedang mengelilingi kota-kota di Indonesia dengan sepedanya.
“Itu nggak bakal kutemukan di kafe atau di tempat-tempat yang penuh dengan nilai-nilai kapital yang tinggi, apalagi sampai ngobrol panjang lebar,” ucap Suhek.
Kegigihan orang itu membuat Suhek terkesan dan termotivasi untuk berkeliling Indonesia. Maka sejak tahun 2018, dia sudah mencoba berkeliling Sumatera sampai akhirnya ke Papua.
“Dari 2018 sampai 2022, aku sudah keliling ke 30 provinsi, 57 gunung, dan 800 kota,” kata dia.
PKL Srikana, riwayatmu kini…
Suasana PKL Srikana nampak berubah di tahun 2024. Namanya sudah berganti menjadi SWK Srikana. Warung-warungnya dibentuk seperti kontainer.
Menurut Imam, penataan itu adalah hal yang bagus sehingga PKL Srikana lebih tertata dan enak dipandang. Namun, dia merasa tidak bisa nongkrong seperti dulu karena fasilitas warung yang berkurang.
“Vibe untuk kita kenal banyak orang itu sudah berbeda. Dulu kita bisa ngobrol dengan prodi lain lama, tapi karena sekarang kursi dan mejanya terbatas jadi tidak mendukung kita untuk saling akrab. Harus gantian tempat juga karena antre,” ucapnya.
Selain itu, tidak banyak warung di sana yang kini buka 24 jam. Berdasarkan pengalamannya, warung-warung sudah tutup pukul 03.00 WIB. Pedagang juga tidak menyediakan wifi dan stop kontak, karena biaya sewa tempatnya sudah mahal.
Meski begitu, PKL Srikana tetap menjadi pilihan mahasiswa untuk mencari makanan murah, sebab harganya tidak jauh berbeda dengan yang dulu. Menunya bahkan lebih beragam seperti bubur, batagir, rawon, pecel, dan lain-lain.
“Kalau dibandingkan dengan kantin warna-warni, harganya memang edan. Terlebih transaski pembayarannya terbilang ribet karena harus memakai kupon. Harganya makanan itu 15 ribu ke atas,” ujar Imam.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News