Pasar Ikan Higienis, Proyek Nasional yang Gagal Total Hidupkan Ekonomi Jogja Selatan 

Ilustrasi Pasar Ikan Higienis, Proyek Nasional yang Gagal Hidupkan Ekonomi Jogja Selatan. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Pasar Ikan Higienis Jogja dulunya jadi harapan akan menjadi titik pertumbuhan ekonomi baru di selatan Kota Yogyakarta. Kini, proyek yang semula mengajak masyarakat agar gemar makan ikan ini gagal alias mati. 

***

Melewati kawasan Jalan Tegalturi, Giwangan, Kecamatan Umbulharjo membuat saya teringat akan Pasar Ikan Higienis yang saat soft openingnya saya kebetulan hadir meliput. Maka ketika melintas di bekas gedungnya, Rabu (31/1/2024) membuat saya penasaran untuk berhenti dan masuk ke dalamnya. 

Sebagai gambaran, saat acara soft opening Pasar Ikan Higienis (PIH) Giwangan pada 10 November 2007 acara berlangsung meriah. Wakil Gubernur DIY Paku Alam VIII saat itu meresmikan pasar ikan tersebut. Walikota Yogyakarta saat itu, Herry Zudianto saat saya wawancara mengungkapkan PIH menjadi salah satu titik ekonomi baru di Kota Yogyakarta bagian selatan. 

Aneka produk perikanan baik itu ikan laut, kolam dan ikan impor ada di PIH. Keberadaan restoran dan taman di PIH Giwangan juga menjadi daya tarik tersendiri. Namun, kondisi tersebut tidak berlangsung lama. 

Pasar Ikan Higienis Giwangan berangkat dari program pemerintah pusat agar orang suka makan ikan 

PIH Giwangan di Kota Yogyakarta merupakan satu dari 24 pasar ikan yang dibangun pemerintah pusat di seluruh Indonesia. Awalnya, pasar tersebut untuk menjual ikan segar dan berbagai produk olahan ikan dengan menggandeng pihak ketiga. Namun, rencana tidak berjalan maksimal.

PIH Giwangan yang menempati areal lahan seluas  8.460 meter persegi ini melalui dua fase pembangunan yaitu di tahun 2004 dan 2005. Waktu itu, proyek pembangunan gedung ini menjadi wewenang dari Pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan dikelola oleh Dinas kelautan dan Perikanan Provinsi DIY.

Bekas bangunan PIH saat ini disewa oleh pihak ketiga untuk restoran dan toko oleh-oleh MOJOK.CO
Bekas bangunan PIH saat ini disewa oleh pihak ketiga untuk restoran dan toko oleh-oleh. (Agung P/Mojok.co)

Selanjutnya, pasar ikan tersebut dikelola Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DIY kepada Pemkot Yogyakarta melalui Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta. 

“PIH merupakan sarana perikanan terpadu yang diharapkan mampu meningkatkan minat masyarakat untuk makan ikan. Konsep PIH yang menawarkan produk perikanan dengan mutu yang baik serta kenyamanan berbelanja  kita harapkan mengesampingkan kesan pasar tidak identik dengan kotor dan becek,” papar Herry Zudianto saat memberikan sambutan waktu itu. 

Baca halaman selanjutnya

Alasan pasar ikan jadi proyek gagal 

Alasan pasar ikan jadi proyek gagal

Herry juga menyebutkan jika PIH Giwangan akan menjadi lokomotif perekonomian Kota Yogyakarta terutama di bagian selatan. PIH harapannya mampu menghidupkan roda perekonomian wilayah selatan Yogyakarta dan mampu menyeimbangkan wilayah utara Yogyakarta yang sudah tumbuh berkembang perekonomiannya,” tambah Herry.

Sayangnya, masyarakat tidak terlalu berminat dengan keberadaan PIH Giwangan. Terbukti, masyarakat yang berbelanja ikan di tempat tersebut terbilang sedikit, meski pengelola sudah berupaya membuat berbagai acara pendukung agar ramai.

Salah satu alasan PIH Giwangan ini sepi karena faktor budaya dan kebiasaan. Masyarakat Yogyakarta lebih akrab dengan daging ayam daripada ikan. Hal ini seperti diungkapkan oleh Staf Teknis Bidang Perikanan Tangkap DKP DIY,  Supiyono dalam laman Tribun Jogja pada tahun 2020.

Menurutnya, angka rata-rata konsumi ikan di wilayah Yogyakarta setiap orangnya hanya 28 kilogram per tahun. Angka ini kecil sekali dibandingkan standar konsumi nasional yang mencapai 45 kilogram per tahun. Salah satu faktornya, harga ikan yang mahal bagi kalangan masyarakat di Yogyakarta.

Gonta-ganti penyewa tapi tetap sepi

Pengelola kemudian tidak melanjutkan kontraknya.  Kemudian ada pihak lain yang menyewa sebagai tempat pengolahan ikan yang akan menjadi produk ekspor. Namun, setelah kontrak berakhir penyewa tidak lagi melanjutkan hingga sempat mangkrak. 

Pemkot Yogyakarta sempat menerima beberapa calon investor, tapi terpaksa menolak karena mereka ingin PIH tetap menjadi tempat usaha yang ada hubungannya dengan perikanan. 

Selanjutnya ada pihak restoran dengan menu utama aneka ikan yang menyewa tempat tersebut. Tak cuma pasarnya yang sepi. Bahkan, kios usaha terakhir yang berada di pasar ini, yakni Doeloe PIH Resto juga harus gulung tikar karena merugi. Pandemi Covid membuat restoran tersebut juga menyerah dan tidak melanjutkan masa sewanya.

Sejak awal, PIH Giwangan didesain selain jadi pasar ikan juga jadi tampat wisata, salah satu daya tariknya dengan pembangunan kolam-kolam ikan. (Agung P/Mojok.co)

Alhasil, pasar ini benar-benar mati dan banyak yang menyewa bangunannya untuk acara-acara besar seperti resepsi pernikahan. Bahkan jika tidak ada yang menyewa, pasar ini malah kalah ramai dengan warung-warung dan angkringan yang berada di sekitarnya.

Saat ini jadi restoran Aji Saka

Saya yang penasaran dengan kondisi PIH akhirnya masuk. Di bagian depan tampak mencolok tulisan Aji Saka, Resto dan Oleh-oleh. “Baru Juli 2024 kami kelola, Mas. Ada restoran ada juga toko oleh-oleh,” kata Aldi, Marketing Aji Saka saat saya temui, Rabu (31/1/2024). 

Aldi mengungkapkan saat ini pihaknya fokus pada tamu-tamu wisatawan atau rombongan wisata yang sudah melakukan reservasi terlebih dulu. “Mereka biasanya habis dari tempat wisata seperti Malioboro, makan malam di sini. Atau sebelum pulang ke kotanya, mereka makan di sini, karena kan nggak jauh dari ring road selatan,” ujar Aldi.

Meski lebih banyak menerima tamu rombongan, restorannya juga menerima tamu perorangan. “Perorangan atau keluarga kami terima, tapi memang yang datang sebagian besar rombongan wisata,” kata Aldi. 

Menurut Aldi, salah satu pertimbangan owner Aji Saka mau menyewa PIH adalah lokasinya yang cocok untuk menciptakan keramaian di Jogja bagian selatan. “Kalau bagian utara kan sudah penuh, maka kami ingin meramaikan Yogyakarta bagian selatan.” kata Aldi.

Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA Guru Besar UGM: Ikan Wader Rentan Punah, Kok Bisa? 

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version