Nganjuk Berjuluk Kota Angin Bak Negeri Avatar Aang, Padahal Panas dan Sumuknya Edan, Saingi Kota Terpanas di Indonesia

Ilustrasi - Nganjuk Kota Angin, tapi kok panasnya edan. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Berjuluk “Kota Angin” nyatanya tak membuat Nganjuk, Jawa Timur memiliki udara yang sejuk. Justru sebaliknya, panas di Nganjuk malah sangat-sangat menyengat, tak kalah dari Surabaya sebagai kota terpanas di Jawa Timur sekaligus salah satu yang terpanas di Indonesia.

***

Mengiringi ramainya series Avatar: The Last Airbender di Netflix, di media sosial banyak yang mengandaikan beberapa daerah di Indonesia kalau masuk di universe Avatar maka akan menjadi negara apa.

“Baru sadar kalau Aang lahir di Nganjuk, Kota Angin,” tulis seorang teman di WA story-nya yang membuat saya langsung membatin, “Njiiir, iya, ya, julukan Nganjuk kan Kota Angin.”

Saya kemudian mencoba menghubungi teman saya itu, Ubaid (24), yang asli Nganjuk. Meski memang sejak SMP hingga kuliah ia jarang sekali ada di Nganjuk lantaran sekolah dan mondok di luar daerah. (SMP-SMA di Jombang, kuliah di Surabaya).

“Waduh aku sendiri nggak paham kenapa julukannya (Nganjuk) Kota Angin,” jawabnya saat saya tanya perihal asal mula julukan Kota Angin tersemat pada Nganjuk.

“Perasaan ya nggak ada angin-anginnya. Sumuk dan panas,” imbuhnya.

Siklus angin besar di musim kemarau

Untungnya saya masih punya teman asal Nganjuk yang nyaris selalu bisa menjawab pertanyaan saya seputar sejarah yang berbau lokalitas, Ilham Wahyudi (25).

Saat menerima WA saya, ia lagi-lagi tak habis pikir kenapa saya sering bertanya hal-hal tak umum.

“Penting ini untuk mengonfirmasi apakah Avatar Aang itu benar-benar berasal dari Nganjuk atau tidak,” ucap saya berkelakar. Dengan senang hati Ilham lantas meladeni.

Ilham mengaku tak tahu persis kapan Nganjuk berjuluk Kota Angin.

Namun, seturut pengetahuannya, julukan Kota Angin tak lepas dari kondisi geografis Nganjuk yang berada di antara dua gunung besar di Jawa Timur, yakni Gunung Wilis dan Gunung Arjuno.

“Nah, hal itu membuat angin di Nganjuk kenceng,” jelas Ilham.

“Terutama di musim kemarau. Aku pernah merasakan sendiri, anginnya kenceng banget,” lanjutnya.

Angin di Nganjuk lebih kenceng dari daerah lain

Saya tentu sangsi dengan penjelasan Ilham. Sebab, fenomena semacam itu sebenarnya kan merupakan fenomena umum di banyak daerah di Indonesia, terkhusus yang terletak di pegunungan.

Namun, Ilham mengatakan bahwa apa yang terjadi di Nganjuk berbeda dengan di daerah-daerah lain.

“Aku ini suka melipir ke beberapa daerah di Jatim. Ke daerah di lereng Lawu, di lereng Gunung Kelud Blitar juga pernah. Anginnya kenceng, tapi nggak sekenceng di Nganjuk pas musim kemarau,” ungkapnya.

Demikian pula yang tertulis di beberapa media massa, yang menyebut bahwa frekuensi angin di Nganjuk setiap musim kemarau cenderung lebih tinggi ketimbang daerah lain, khususnya daerah-daerah di Jawa Timur.

Nganjuk Kota Angin tapi sumuk dan panas

Saya pertama kali mendengar julukan Nganjuk Kota Angin di semester 2 kuliah, juga dari Ilham.

Saat itu, saya lupa mata kuliah apa, dosen bertanya perihal julukan dan ciri khas dari masing-masing daerah mahasiswa.

Ketika sampai pada Ilham, saat itulah saya untuk pertama kali mendengar julukan Kota Angin.

Agak aneh di telinga saya. Sebab, julukan Kota Angin menurut saya agak abstrak.

Gampangnya begini, kalau Kota Udang kan jelas berarti produksi udangnya yang besar. Misalnya lagi Kota Garam, berarti produksi garamnya melimpah. Atau misalnya lagi Kota Batik, ya karena jadi sentra batik.

Nah, kalau Kota Angin, apa? Memangnya kotanya seberangin apa, sih?

Namun, saat itu, saya mencoba berasumsi bahwa Kota Angin merujuk pada suhu udara di Nganjuk yang sejuk dan silir.

Asumsi yang kemudian terbantahkan saat saya beberapa kali main dan melintas di Nganjuk. Panasnya tetap bikin tenggorokan kering. Nggak ada silir-silirnya juga.

Nganjuk Kota Angin MOJOK.CO
Gambaran panasnya Nganjuk. (Wikimedia Commons)

“Panasnya kadang bisa kayak Surabaya malah, di angka 34 sampai 35 derajat celcius,” papar Ilham.

“Angin kenceng itu sebenarnya cuma siklus musiman. Kota Angin nggak berarti sejuk terus,” lanjutnya.

Menurutnya, beberapa daerah di Nganjuk yang agak pelosok dan perbukitan memang cenderung lebih sejuk. Dan itu wajar saja, sesuatu yang juga terjadi di daerah perbukitan atau lereng gunung lain. Sementara untuk di daerah yang agak ke kota, tetap panas dan sumuk.

Baca halaman selanjutnya…

Julukan selain Kota Angin

Julukan lain untuk Nganjuk

Selain Kota Angin, Nganjuk sendiri memiliki julukan lain, yakni “Bhumi Anjuk Ladang”. Ada yeng mengartikannya “tanah kemenangan”, ada juga yang menyebut bahwa Anjuk Ladang merujuk pada nama tokoh di balik berdirinya Nganjuk di masa lalu.

Hal tersebut tidak lepas dari sejarah Mpu Sindok yang konon merupakan pendiri Nganjuk.

Mengutip dari laman resmi Pemkab Nganjuk, secara singkat kira-kira begini sejarahnya:

Mpun Sindok adalah keturunan Wangsa Sanjaya yang melarikan diri dari kejaran Wangsa Sriwijaya saat dalam masa pergolakan.

Mpu Sindok lantas melarikan diri ke arah Gunung Lawu dan Gunung Wilis, di mana saat itu di sana ada daerah bernama Kakatikan Sri Jayamerta di bawah pimpinan Samgat/Sang Pamegat Mpu Anjuk Ladang.

Nah, Mpun Anjuk Ladang inilah yang memberi pertolongan pada Mpu Sindok beserta seluruh pasukannya.

Atas bantuan dari Mpun Anjuk Ladang pula Mpu Sindok akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Sriwijaya di masa perang berikutnya.

Berkat kemenangan itu, ia mendapat Sima Swantantra atau tanah perdikan (bebas pajak) dari Mpu Anjuk Ladang pada 937 Masehi.

Mpu Sindok lantas memberi nama tanah tersebut sebagai Anjuk Ladang untuk menghormati sosok Mpu Anjuk Ladang. Kata “Anjuk” inilah yang kemudian berkembang menjadi Nganjuk.

“Julukan Kota Bawang Merah atau Kota Brambang juga oke,” kata Ilham. Mengingat, menurut Kementerian Pertanian (Kementan), Nganjuk menjadi salah satu sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia.

Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA: Kampung Sengkuni Nganjuk, Warganya Baik tapi Jadi Tukang Prank Demi Puaskan Pengunjung

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

 

Exit mobile version