Misteri di Wonokromo Surabaya, Jejak Dia yang Sehari-hari Selami Kali Jagir untuk Cari Orang Tenggelam

Ilustrasi - Mbah Kalap, penyelamat nyawa orang tenggelam di Kali Jagir Wonokromo Surabaya. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Surabaya pernah memiliki sosok “penakluk” ngerinya Kali Jagir, Wonokromo, Surabaya. Sosok yang rasa-rasanya belum ada yang bisa menggantikannya sempai sekarang.

Nama aslinya S. Kahar Supardi, tinggal di sekitar Kali Jagir, Wonokromo. Dia kemudian lebih dikenal dengan panggilan “Mbah Kalap”. Kalap—bisa juga kelep—berarti tenggelam.

Kalau mengutip laporan surat kabar Suara Karya edisi 13 Februari 1975 (arsip Perpusnas), kalap artinya menghilang. Tenggelam dan menghilang, sebenarnya sama saja.

Bukan tanpa alasan kenapa S. Kahar Supardi mendapat panggilan tersebut. Sebab, Mbah Kalap adalah orang yang selalu ada tiap ada kasus orang tenggelam atau menghilang di Kali Jagir, Wonokromo, Surabaya.

Bisa menyelam 2-3 jam di Kali Jagir Wonokromo Surabaya

Nama Mbah Kalap cukup tersohor di Surabaya pada sepanjang 1970-1980-an. Di era itu, sosok dengan ciri fisik berhidung pesek dan tanpa belahan di bibir itu terlibat aktif dalam misi-misi penyelamatan di Kali Jagir, Wonokromo, Surabaya.

Saya tidak menemukan data terkait apa pekerjaan Mbah Kalap sebelumnya. Yang jelas, karena seringnya berada di sekitar Kali Jagir, dia kerap mendapati orang yang menceburkan diri di anak Sungai Brantas tersebut.

Mbah Kalap pun tanpa pikir panjang langsung menyusul menceburkan diri. Mencoba menyelamatkan orang yang melakukan percobaan bunuh diri itu.

Mbah Kalap, penyelamat nyawa orang tenggelam di Kali Jagir Wonokromo Surabaya MOJOK.CO
Kolase foto penyelamatan Mbah Kalap di Kali Jagir Wonokromo, Surabaya. (Dok. Perpusnas)

Mbah Kalap ternyata cukup sering melakukan aksi kemanusiaan itu. Tiap ada laporan tenggelam, maka dia adalah orang pertama yang dicari. Jasad orang-orang tenggelam itu selalu bisa dia temukan.

Yang membuat orang-orang kagum pada Mbah Kalap, mengutip dari Surabaya Historical, dia menyelam tanpa menggunakan alat bantu sama sekali. Hanya modal celana dan telanjang dada, Mbah Kalap bisa menghabiskan waktu dua sampai tiga jam di dasar aliran Kali Jagir, Wonokromo, Surabaya, yang bisa dibilang memiliki arus bawah cukup deras.

Membantu polisi

Atas kemampuan Mbah Kalap tersebut, Polsek Wonokromo sampai meminta Mbah Kalap bantu-bantu di kepolisian. Secara khusus, dia diminta untuk mengawasi pintu air Kali Jagir dan penyelam untuk mencari korban tenggelam.

Mbah Kalap pun menerima tugas itu dengan senang hati. Toh sebelumnya, sebelum diminta membantu, menolong orang tenggelam sudah menjadi kebiasaannya.

Begitulah hingga akhirnya dalam rentang 1970-1980 Mbah Kalap terlibat aktif dalam banyak misi penyelamatan orang tenggelam di Kali Jagir, Wonokromo, Surabaya.

Atas dedikasinya, pada 1975 Mbah Kalap menerima penghargaan dari Komandan Kepolisian Besar Resor Kota Besar Surabaya.

2 cara selamatkan orang di Kali Jagir Wonokromo Surabaya

Dalam mencari korban tenggalam di Kali Jagir, ada dua cara yang kerap Mbah Kalap gunakan.

Cara pertama, sebut saja cara konvensional. Mbah Kalap biasanya akan menyisir area permukaan Kali Jagir untuk mencari jasad korban. Jika tak kunjung ketemu, maka dia akan menyelam ke dasar.

Seperti disinggung di awal tulisan, biasanya dia bisa menyelam dalam kurun dua-tiga jam. Tahu-tahu ketika nyembul ke permukaan, dia sudah menggendong jasad korban yang dicari.

Cara kedua, sebut saja cara spiritual (atau silakan saja pembaca hendak menyebutnya apa). Biasanya untuk kasus khusus: saat jasad korban relatif lebih sulit ditemukan.

Mbah Kalap akan meminta disediakan kemenyan, beberapa jenis bunga, merang (batang padi kering), tikar, hingga bantal. Lalu dia akan melakukan ritual untuk berkomunikasi dengan danyang (penghuni) Kali Jagir, Wonokromo, Surabaya, yang diyakini oleh Mbah Kalap dan sebagian banyak warga Surabaya berwujud siluman buaya (ada yang menyebut buaya biasa, ada yang menyebut buaya putih).

Dari ritual itu, Mbah Kalap lalu akan mendapat petunjuk, di mana lokasi jasad korban tenggelam berada.

Tipu daya orang yang pura-pura hanyut

Perihal siluman buaya itu, Surabaya Historical mencatat bahwa ada kepercayaan di tengah masyarakat Surabaya—terutama masyarakat Wonokromo—kalau Kali Jagir dihuni oleh dua siluman buaya. Yakni boyo lanang (buaya jantan) dan boyo wedok (buaya betina).

Keduanya mencari tumbal sesuai jenis kelamin. Boyo lanang mencari tumbal laki-laki. Sementara boyo wedok mencari tumbal perempuan.

Keduanya pun mendiami wilayah berbeda. Boyo lanang mendiami wilayah rolak lanang (pecahan kali menuju timur: arah Panjang Jiwo/Kali Londo). Sedangkan boyo wedok mendiami rolak wedok (pecahan kali jagir menuju utara: arah Kalimas).

Konon, baik boyo lanang maupun boyo wedok punya tipu daya yang sama saat mencari tumbal. Mereka akan menjelma sebagai orang yang hanyut. Dengan harapan akan ada orang—yang kebetulan berada di Kali Jagir—menceburkan diri untuk menolong.

Setelah orang tersebut menceburkan diri, dia akan diseret tenggelam. Menjadi tumbal.

Nah, di masa itu, Mbah Kalap adalah satu-satunya orang yang bisa menangkal tipu daya dari dua siluman buaya penghuni Kali Jagir, Wonokromo, Surabaya, tersebut. Kalau untuk masa sekarang, masih belum ada lagi orang dengan kesaktian serupa Mbah Kalap.

Mbah Kalap kini tinggal cerita. Ceritanya masih terdengar hingga sekarang berkat cerita tutur dari generasi ke generasi.

Mbah Kalap sudah tiada. Namun, Kali Jagir, Wonokromo, Surabaya, hingga saat ini masih  terus menelan nyawa.

***

Masih ada banyak kekosongan informasi perihal Mbah Kalap dalam surat-surat kabar lama. Ketika ke Kali Jagir pun, saya hanya mendengar cerita-cerita sepintas. Saya kok malah “tertantang” untuk menelusuri jejak Mbah Kalap dari anak turunnya sendiri. Sayangnya, sejauh ini, informasi soal anak turun Mbah Kalap pun masih belum berhasil saya gali.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Kali Jagir Wonokromo, Tempat Orang Miskin Menghibur Diri hingga Mangkhiri Nyawa karena Tak Kuat Hidup di Surabaya yang Bikin Sengsara atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Exit mobile version