Merekam susah senang para pekerja yang tinggal di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Hidup pas-pasan yang berawal dari kenekatan di perantauan.
Kisah itu tersimpan di balik riuh padat jalanan Jakarta. Di tempat tinggal para pekerja tinggal di tengah gang sempit. Mencoba bertahan dengan pendapatan yang jarang bisa ditabung setiap bulan. Bertahan meski keadaan serbaterbatas.
Saya bertemu dengan Lea (25) di kontrakan tempatnya tinggal. Letaknya, masuk sekitar 200 meter ke dalam gang sempit. Gang yang hanya bisa dilewati oleh kendaraan roda dua di Bukit Duri Jakarta Selatan.
Sebuah gang dengan suasana tenang meski penuh dengan kepadatan penduduk. Jauh dari keramaian jalanan Jakarta yang bising.
Di rumah kontrakan dengan satu kamar itu, lulusan sebuah PTS di Jogja ini tinggal bersama tiga rekannya. Demi menghemat pengeluaran. Dua rekannya tidur di dalam kamar, Lea dan satu rekan lainnya menggelar kasur di ruang tengah.
“Kalau mau kos di tempat yang strategis, jarak dari jalan utama dekat, ya siap harga di atas 2 juta,” ungkap Lea.
Sehingga, pilihannya tentu kos yang agak masuk ke gang-gang sempit. Terimpit bangunan-bangunan permukiman padat.
“Kalau ada dua motor papasan aja bakalan susah lewat,” tuturnya.
Tanah pengharapan
Lea mengakui, merantau ke Jakarta butuh keberanian. Namun, di Jakarta banyak peluang bisa ditemukan.
“Tapi bener, sejak masih di Jogja aku sudah banyak kirim lamaran ke Jakarta tapi jarang kepanggil. Sejak domisilinya pindah ke Jakarta, persentase kepanggilnya ningkat drastis,” katanya
Ia nekat berangkat cari kerja di Jakarta dengan modal pas-pasan. Orang tuanya masih mengirim sedikit uang, tapi sudah dipotong dari jumlah yang biasa ia dapat selama kuliah di Jogja.
Beruntung, teman ia mendapat tempat tinggal murah. Teman seatapnya saat ini memang terlebih dahulu bekerja di Jakarta.
Sebenarnya, saat hendak berangkat sudah ada undangan untuk wawancara kerja di Jakarta. Setidaknya, itu sebuah modal awal bagi Lea.
Namun, setibanya di Jakarta dan melakukan wawancara pada Juni 2023, ternyata ia tidak lolos seleksi wawancara. Tidak ada pilihan lain selain rajin-rajin mengirim lamaran kerja ke berbagai perusahaan.
“Pokoknya aku daftar semua lowongan di LinkedIn sampai JobStreet. Lebih dari 100 lamaran aku kirim,” kenangnya.
Lebih dari 100 lamaran pernah ia kirimkan sampai akhirnya bisa mendapat pekerjaan yang menurut Lea layak dan bisa jadi pegangan untuk hidup di Bukit Duri, Jakarta Selatan. Ke depan, tantangan yang menantinya adalah bagaimana bisa menambah pundi-pundi rupiah agar bisa menabung lebih banyak.
Meratapi hidup yang keras dengan gaji pas-pasan di pinggiran gang