Lulusan PBI UNY Banting Setir Jadi Produser Musik di Fiverr, Penghasilan Bulanan Bisa 4 Kali UMR Jogja!

Lulusan PBI UNY Banting Setir Jadi Produser Musik di Fiverr, Penghasilan Bulanan Bisa 4 Kali UMR Jogja!

Lulusan PBI UNY Banting Setir Jadi Produser Musik di Fiverr, Penghasilan Bulanan Bisa 4 Kali UMR Jogja! (Ega Fansuri/Mojok.co)

Banyak yang bilang, cari uang lewat musik itu susah. Bahkan, tak jarang orang yang bilang lupakan mimpi hidup dari musik. Tapi hal itu tak berlaku bagi Kharisma (29), produser musik yang meraup cuan dari menciptakan lagu di Fiverf. Kharisma menyebut dirinya adalah ghost producer.

Tapi, apa itu sebenarnya ghost producer?

“Intinya aku bekerja sebagai produser musik, dengan klien online lewat platform fiverr. Tugasnya bikin lagu dari 0, konsep dikasih dari client, dan dieksekusi oleh aku dan tim. Setelah lagu jadi, mostly hak lagu jadi milik klien, makanya judulnya jadi “ghost producer”. Jual lepas gitu,” terang Kharisma.

Kharisma mengerjakan satu lagu tergantung dari project yang diberikan oleh klien. Dia biasanya memberi due date sekitar 5-7 hari, tergantung antrean. Tapi jika tidak ada antrean, pengerjaan bisa jauh lebih cepat. Bisa 1-2 hari sudah selesai.

“Tapi kalo aku sekarang, kubikin deadline 1 hari 1 lagu, jadi cepat selesai dan cepat datang lagi orderannya.”

Saya jujur saja kaget, mengingat saya sendiri pernah rekaman lagu dan itu prosesnya seminggu lebih. Lalu saya tanya, bagaimana bisa dia menyelesaikan satu lagu sehari.

“Jadi kami jarang orderan yang pakai rekam, mostly digital/elektro. Kalaupun ada yangg rekam (gitar misal), tetep harus selesai dalam 1 hari. Kalau ada vocal, beda hari lagi. Jadi 1 hari selesai 1 instrumental,” terang Kharisma.

Calon guru banting setir jadi produser musik

Kharisma memulai bisnis ini sewaktu pandemi. Saat itu, dia hanya menerima job lokalan, alias dari kawan dan belum menerima klien dari luar. Pada 2021, dia diajak join oleh kakak kelas SMA menjalankan bisnis ini. Berhubung Kharisma punya pengalaman di dunia music production, akhirnya bisnis ini berkembang pelan-pelan.

“Mulai lelah juga, Mas, main musik di depan layar. Susah dapet uangnya, hehehe.”

Mengawalinya bisnis ini bisa dibilang tak mudah bagi Kharisma. Dia memulai bisnisnya lewat laptop yang ngeden dipaksa saat kerja, dan lambat laun baru bisa menambah alat, pelan-pelan. Selain itu, pengetahuannya harus di-upgrade tiap saat karena kadang klien meminta sound yang dia tak familiar. Tapi kini dia sudah berbeda, lebih jago.

“Berat di awal, karena banyak awam sama sound baru, plugins baru, dan seterusnya. Lama kelamaan enteng karena udah apal. Jam terbang sangat membantu.”

Nah, yang menarik adalah, Kharisma sebenarnya bukan orang lulusan sekolah musik atau sejenisnya. Dia adalah lulusan PBI UNY, bergelar sarjana pendidikan. Tentu ini dunia yang berbeda dari yang beberapa tahun dia pelajari. Saya sempat tanya, apakah dia merasa menyesal kuliah pendidikan atau merasa eman-eman sama gelarnya. Kharisma tegas menjawab tidak, sebab dari awal rencananya memang tidak jadi guru.

“Dari awal emang tidak ke arah guru, itulah kenapa aku konsentrasi ambil linguistic wkwk. At least bahasa Inggrisku kepake, masih bersyukur aku.”

Pemasukan jadi produser musik

Saya lalu bertanya tentang pemasukan yang Kharisma dapat selaku produser musik dan berapa tarif per lagunya. Mengingat bisnis ini sudah dijalani sejak lama dan dia mulai punya karyawan, pastilah uang yang didapat tak sedikit.

Kharisma bilang, tarif yang dia patok mulai dari 25 dollar per menit lagu. Jadi misal lagunya sepanjang 4 menit, dia bisa dapat 100 dollar. Tapi untuk lagu berdurasi panjang, dia punya harga yang berbeda.

“(kalau panjang) lebih murah, jadi sekitar $70-90, tergantung kompleksitas. Biasa, marketing strategy biar orang lebih tertarik beli yg lebih panjang durasinya.”

Selama sebulan, Kharisma menerima sekitar 20-25 orderan, dan pernah menyentuh 31 orderan. Rata-rata dia meraup penghasilan bersih 8-10 juta per bulan, sudah dipotong gaji karyawan.

“Tapi waktu sepi ya pernah cuma 3-5 juta per bulan, Mas.”

Kharisma akui, ada bulan di mana orderannya sepi, tapi juga ada yang membludak. Biasanya waktu holiday season, seperti Valentine, Natal, dan bulan-bulan di mana anime sedang digarap.

Untuk anime ini, saya terkejut, sebab sebagai penikmat anime paruh waktu, tahu betul artinya kalau ada studio anime menghubungimu, artinya pekerjaanmu benar-benar berkualitas. Tapi, Kharisma menjelaskan pada saya kalau dia tidak menggarap anime besar.

“Bukan yang studio gede si mas, new artist/illustrator gitu. Pernah ada yang bilang emang anime studio gitu, cuma tidak mau ngasih tau dari studio apa. Mungkin dia makelar juga.”

PBSI

Memakai platform Fiverr sebagai tempat dia meraup pundi-pundi, artinya klien Kharisma tak lagi orang lokal saja. Kharisma mengaku kliennya paling banyak adalah orang UK dan USA.

Kharisma mengaku karena kliennya dari dua negara tersebut, dia merasa butuh karyawan satu lagi yang bisa kerja malam, sebab perbedaan zona waktu begitu menyusahkan. Dia mengaku, telat respons sedikit saja, kliennya bisa kabur ke penyedia jasa yang lain. Ya, memang begitulah susahnya jadi produser musik.

Saya penasaran, adakah klien negara mana yang menyebalkan dan bikin pusing dia sebagai penyedia jasa di Fiverr. Tanpa berlama-lama, Kharisma menjawab.

“PBSI, Mas. Singkatan dari Pakistan, Bangladesh, Srilanka, India. Sudah terkenal worldwide kui.”

Bikin akademi musik

Bisnis ghost producer yang dijalani sudah lebih dari 3 tahun di Fiverr ini sudah jadi tumpuan hidup Kharisma. Tak semua orang sukses jadi produser musik, dan Kharisma adalah salah satu jadi bagian kecil dari orang-orang yang berhasil “bertempur” di dunia yang kerap dipandang sebelah mata ini.

Rencana selanjutnya yang akan dilakukan Kharisma adalah membuat akademi music production macam Jogja Audio School. Tapi itu rencana jangka panjang, yang mau dia lakukan untuk sekarang adalah bertahan dulu dan mengembangkan bisnisnya.

Maka dari itulah, dia punya keinginan untuk punya marketing satu lagi, untuk mengurusi klien yang datang di laman Fiverr miliknya pada malam hari. Perbedaan zona waktu, untuknya, memang menyiksa.

Reporter: Rizky Prasetya
Editor: Hammam Izzudin

BACA JUGA Synchronize vs Pestapora: Invisible Curator di Antara Indie Kopi Senja dan Dangdut Koplo

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

Exit mobile version