Saya tak pernah menjumpai konser di Indonesia yang diadakan pukul 05.00 WIB, selain Urup 2025. Itu adalah kali pertama saya menonton konser Kunto Aji dengan nuansa alam sambil menikmati matahari terbit di awal tahun baru.
Sebelum menikmati lagu-lagu Kunto Aji alias Mas Kun, saya sudah harus macet-macetan untuk parkir di sekitaran Asram Edupark, Jogja – tempat konser berlangsung dari pukul 04.00 WIB. Sementara, loket penukaran tiket telah dibuka sejak 03.00 WIB.
Ada pula yang tak harus macet-macetan seperti saya, sebab penonton sudah tiba duluan sejak Selasa (31/12/2024). Mereka adalah penonton yang membeli tiket kategori terbenam, sedangkan saya kategori terbit. Dengan tiket terbenam, penonton bisa menginap 2 hari 1 malam.
Di sela-sela menginap, penonton dapat camping di sekitaran Asram Edupark yang dikelilingi oleh pohon dan sungai. Panitia Urup 2025 juga berkolaborasi dengan Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) untuk menayangkan film yang menjadi pilihan mereka.
Meski hanya membeli tiket terbit, saya tidak menyesal karena masih ada kegiatan menarik yang bisa saya ikuti. Misalnya, meditasi bersama komunitas MyndfulAct, ziarah tanah bersama komunitas Jumbuh, merangkai bunga bersama Soradies, hingga mencicipi kuliner di Pasar Urup.
Yang utama dari keseluruhan kegiatan tersebut adalah menikmati lagu-lagu Mas Kun. Musisi kelahiran Jogja itu memang terkenal dengan lirik lagunya yang penuh makna.
“Beri awalan baik untuk lembar baru, agar lebih bermakna untuk sendiri dan sekitar. Bersama kita berkumpul dalam satu titik yang menenangkan hati dalam perayaan URUP 2025,” ucap Mas Kun, dikutip dari akun Instagramnya @kuntoajiw pada Rabu (1/01/2024).
Menguji sabar di awal tahun baru 2025
Matahari mulai muncul dari permukaan secara perlahan, saat saya berjalan dari tempat parkiran menuju loket penukaran tiket Urup 2025. Jaraknya cukup jauh, saya membutuhkan waktu untuk berjalan sekitar 10 menit.
Instrumen dari lagu Urip terdengar saat saya hampir tiba di loket. Saya mulai mempercepat langkah saya. Sayangnya, mau bergegas pun tidak bisa, sebab saya harus lebih dulu menghadapi antrean panjang.
Tidak apalah jika harus kehilangan satu sampai tiga lagu sebelum tiba di area panggung, batin saya saat itu. Setidaknya, masih ada sekitar 15 lagu yang bisa saya nikmati sembari melihat Kunto Aji memainkan gitarnya.
20 menit berlalu, untungnya tidak ada yang main serobot. Walaupun sayup-sayup saya mendengar keluhan dari penonton lantaran tidak sabar melihat konser. Setelah tiba giliran saya menukar tiket, saya harus kembali berjalan kurang dari 5 menit untuk menuju panggung.
Saya dan beberapa penonton tidak bisa lari karena jalan dari loket ke area panggung terlihat becek dan berlumpur. Saya lihat penonton lain juga tak gusar. Mereka tampak tenang, malah menyempatkan waktu untuk melihat-lihat beberapa tenan di Pasar Urup 2025 yang sudah buka.
Musik Kunto Aji menemani saat lelah melanda
Saya akhirnya tiba di area panggung sekitar pukul 06.32 WIB. Bagian depan panggung terlihat sudah penuh, sehingga saya memutuskan duduk agak jauh dari sana. Di sebelah saya, seorang ibu duduk sendirian sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Tanda bahwa dia sedang menikmati musik Kunto Aji.
“Sendirian kah, Bu?” tanya saya usai izin untuk duduk di sampingnya.
“Oh nggak, sama putri saya. Itu yang berdiri di depan,” tunjuk ibu itu, yang jujur saja, saya tidak tahu perawakan putrinya karena berada di antara lautan manusia.
Usai lima lagu berlalu, seorang perempuan menghampiri ibu tadi. Dia menceritakan kekagumannya saat Kunto Aji duet bersama Nadin Amizah menyanyikan lagu Selaras. Dari situ saya menduga, anak itulah yang ditunjuk ibu tadi.
Saya pun mencoba berkenalan sekali lagi, hingga saya tahu, ibu dan anak itu berangkat sejak subuh dari Magelang menggunakan sepeda motor. Perempuan itu bernama Karina (25). Dia mengatakan itu adalah konser pertamanya bersama sang ibu, Nanik (56).
“Mumpung libur tahun baru, saya mau ajak ibu nonton karena dulu udah sering sama teman,” ucap Karina.
Nanik sendiri sebetulnya tidak tahu lagu-lagu Kunto Aji, dia hanya ingin menghabiskan waktu bersama putri bungsunya di libur tahun baru. Sebab, putra sulungnya masih bekerja di luar kota.
“Daripada sendirian di rumah, ya saya ikut karena kami cuman berdua. Saya suka lagunya, nadanya halus,” kata Nanik.
Sementara itu, Karina mengaku menyukai musik Kunto Aji sejak masa kuliah. Salah satu lagu favoritnya berjudul Sulung. Selain nadanya, Karina merasa lirik lagu Kunto Aji membuat dia ikhlas menjalani hidup.
“Lagu-lagu Mas Kunto itu menemaniku kalau lagi capek, apa lagi pas pulang kerja. Bikin tenang,” ucapnya.
Menikmati konser Urup 2025 dengan bahasa isyarat
Selain Karina, saya juga berkenalan dengan Dhanis (22) di konser Urup 2025. Perempuan penyandang disabilitas tuli itu senada dengan Karina yang sama-sama menyukai lagu Sulung.
Saya dibantu Sari untuk berbincang bersama Dhanis menggunakan bahasa isyarat. Dia adalah penerjemah yang membantu Dhanis bersama dua teman tuli lainnya menikmati lagu-lagu Kunto Aji selama konser.
“Kalau aku sendiri paham sih, karena ada akses bahasa isyaratnya. Ada gesturnya juga dan aku bisa merasakan itu,” kata Dhanis.
Dhanis menyukai lagu Sulung, karena dia bisa merasakan beban sebagai anak pertama di keluarganya. Selain harus menjadi panutan untuk adik-adiknya, dia merasa tahun 2024 ini penuh tekanan. Salah satunya dengan kondisi fisik Dhanis yang sekarang, dia jadi sulit untuk mengungkapkan sesuatu.
“Tahun ini aku mau belajar menerima diriku sendiri, karena itu sudah jadi takdir Tuhan,” ucap mahasiswa UIN Sunan Kalijaga tersebut.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Melihat Semesta Bekerja, Seperti Lirik Lagu Kunto Aji atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.