Kepala Desa di Sleman dan Magetan Menjabat Hampir 40 Tahun, Lampaui Orde Baru Soeharto

Ilustrasi kepala desa (Mojok.co)

Perombakan aturan masa jabatan lurah atau kepala desa terjadi berulang kali. Di balik itu, tercatat ada  kepala desa di Maguwoharjo Sleman dan Magetan yang memimpin lebih lama dari Orde Baru.

Mulanya, dalam Pasal 9 UU Nomor 19 Tahun 1965 diatur masa jabatan kepala desa paling lama 8 tahun tanpa diikuti ketentuan bisa dipilih kembali. Aturan ini sempat mengalami perombakan pada UU Nomor 5 1979 yang menyebut jabatan kades 8 tahun dan maksimal bisa terpilih sekali lagi.

Pada perjalanannya, ada beberapa kali perombakan yang membuat pemimpin desa bisa terpilih berulang kali. Bahkan, hingga total durasi kepemimpinannya melampaui lama jabatan Orde Baru Soeharto.

Perjalanan panjang Kepala Desa Maguwoharjo Sleman

Pada 1982, fotografer Harian Kompas Julius Pourwanto pernah memotret beberapa poster besar pada pemilihan lurah di Maguwoharjo, Sleman. Sekilas, terlihat penampakan menarik, alih-alih foto calon yang terpampang merupakan ikon hewan dan buah-buahan.

Di foto itu tampak beberapa poster nama calon. Ada Sudibyo dengan ikon ketela, Bambang dengan ikon kates atau pepaya, hingga Imindi Kasmiyanto dengan ikon ayam jago. Nama yang terakhir lah yang kemudian terpilih menjadi kepala desa di Maguwoharjo, Sleman.

Imindi menjabat sejak 1982 hingga 2020, total 38 tahun, lebih dari Orde Baru yang lamanya 32 tahun. Total, ia terpilih sebanyak empat kali saat durasi satu periode delapan tahun dan sekali saat aturan masa jabatan berubah jadi enam tahun pascaterbitnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Sebenarnya, Imindi sempat akan maju lagi pada kontestasi pemilihan lurah serempak di Sleman 2021 silam. Namun, gagal karena adanya putusan MK yang menetapkan batas maksimal kades tiga periode. Selain Imindi, ada enam calon lurah lain di Sleman yang terganjal aturan pada kontestasi tersebut.

Saat ramai dinamika tuntutan penambahan masa jabatan kades pada awal 2023 lalu, Menkopolhukam Mahfud MD sempat menyebut kepala desa di Sleman ini.

“Ada di Sleman daerah saya 30 tahun jadi kepala desa, setiap mau ganti ada peraturan baru untung terus dia panjang, panjang, panjang terus sampai sekarang orang tanya kapan nih. Gitu-gitu juga belum tentu stabil dan belum tentu aman juga kan gitu,” kata Mahfud pada Kamis (2/2/2023) silam.

Saya sempat mencoba mewawancarai Imindi di kediamannya pada 2022 silam. Namun, ia menolak untuk memberikan cerita soal kepemimpinannya di Maguwoharjo. Selepas itu, saya sempat menghubunginya lagi namun tidak ada jawaban.

kantor kepala desa maguwoharjo sleman.MOJOK.CO
Kantor Kalurahan Maguwoharjo (Wikimedia Commons)

Pada masa lalu banyak yang menjabat durasi panjang

Selain di Sleman, ada catatan menyebut pernah ada lurah di Bandar, Sukomoro, Magetan yang menjabat selama 39 tahun 10 bulan. Diperkirakan, ia mulai menjabat sejak 27 Oktober 1945 hingga 27 Agustus 1985. Melewati masa Orde Lama hingga Orde Baru. Ia berhenti menjabat karena sakit yang menyebabkannya meninggal dunia.

Namun, saya belum bisa mengonfirmasi lebih lanjut kebenaran informasi lurah di Magetan tersebut. Diperkirakan, selain di Sleman dan Magetan, pada masa lalu banyak lurah yang menjabat dengan durasi panjang karena aturan yang belum membatasi.

Dosen Ilmu Pemerintahan Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa ”APMD” Yogyakarta, Diasma Sandi Swandaru berpendat seorang kepala desa mampu terpilih lagi berulang kali karena kedekatannya dengan masyarakat. Aspek ini tidak ada di level kepemimpinan yang lebih tinggi.

“Kepala desa langsung head to head dengan rakyat, beda dengan bupati, gubernur, presiden. Masyarakat tiap hari bisa melihat rumahnya Pak Kades. Maka saat pilihan, petahana yang mendapat kepercayaan yang sangat tinggi, mudah terpilih kembali,” ungkapnya kepada Mojok.

Belum lagi, ada beragam interaksi seperti saat warga mengadakan hajatan. Hubungan ini yang membuat ikatan antara warga dengan kades lebih dekat.

Di sisi lain, tidak memungkiri bahwa beberapa desa yang berada di kawasan sub-urban punya daya tarik ekonomi yang memikat. Namun, hal ini tidak berlaku di semua daerah. Dias juga menyoroti bahwa ongkos sosial sebagai kepala desa tergolong tinggi.

Selanjutnya, ia berpendapat pembangunan desa jauh lebih lambat dari level pemerintahan di atasnya karena keterbatasan dana. Hal tersebut juga melandasi kebutuhan para kades untuk masa jabatan lebih lama seperti yang tercermin pada tuntutan 2023 lalu.

“Belum lagi waktu untuk rekonsiliasi pascapemilihan yang cukup lama. Di desa dinamikanya begitu terasa,” pungkasnya.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Blak-blakan Reno Candra Sangaji, Lurah 1.000 Baliho yang Sempat Bikin Geger Jogja

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version