Tinggal di kos dengan harga sewa bulanan lebih dari UMR Jogja tentu tidak bisa dilakukan sembarangan orang. Bukan perantau biasa, harus punya modal besar. Misalnya para mahasiswa kaya dari Jakarta.
Pilihan untuk menempati kos eksklusif kini sudah jadi hal yang semakin lazim bagi mahasiswa atau perantau di Jogja. Kamar dengan ac, kasur empuk, dan berbagai fasilitas penunjang lainnya memang memanjakan.
Harga kos eksklusif cukup beragam. Standar paling rendah berdasarkan survei yang Mojok lakukan di berbagai tempat mulai dari Rp1,2 jutaan. Di harga segitu, masih banyak yang menjangkaunya.
Ima (22) misalnya, mahasiswa Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY) ini menganggap kos adalah elemen penting dalam hidup perantauannya. Meski mengaku hemat dalam urusan ongkos makan dan nongkrong, ia rela keluar kocek Rp1,3 juta per bulan untuk kos.
“Kos utama banget karena aku bahkan untuk makan sering masak sendiri. Beli seringnya di warteg atau rumah makan prasmanan,” kata dia.
Jika harga Rp1,3 hingga 2 jutaan sudah lumrah, ada kalangan yang biaya kos-nya lebihi UMR Jogja. Pada 2024 ini Upah Minimum Kota Yogyakarta ada di angka Rp2.492.997. Jadi pertama, yang jelas kos ini bukan untuk kalangan pekerja gaji mepet UMR.
Kos di kawasan desa saja sudah ada yang harganya sampai RP3,5 juta
Saya pernah menemui Herman* (35), seorang pemilik kos eksklusif di daerah Maguwoharjo, Sleman. Meski lokasinya jauh dari pusat kota, bangunan tiga lantai dengan sebelas kamar dibanderol seharga Rp2,6-3,5 juta. Peminatnya juga tetap banyak. Tentunya bukan dari kalangan pekerja gaji UMR Jogja dan perantau sembarangan.
Herman sedang bertemu dengan petugas servis ac saat saya jumpai. Semalam, baru ada penghuni yang keluar dan meninggalkan kamar dengan pendingin ruangan yang rusak.
Ia mempersilakan saya duduk di ruang tamu kos tersebut. Saya lalu mengamati sekitar dan tampak mobil dengan plat B, tanda dari Jakarta.
Kos ini berkonsep industrial dengan beragam fasilitas yang memanjakan penghuninya. Kamar di harga Rp2,6 juta punya luas 3 x 4,5 meter belum termasuk kamar mandi yang punya luas sekitar 3×1 meter.
Belum lagi, di luar kamar banyak fasilitas pendukung. Parkirannya luas bisa menampung hingga 10 mobil. Dapurnya lengkap dan modern. Ada pula taman dan area untuk nongkrong di luar kamar yang konsepnya sudah serasa seperti di kafe.
Lelaki ini mengaku membangun kos di masa pandemi 2020 lalu. Bangunan ini mulai beroperasi pada 2021. Meski di tengah surut ekonomi, Herman mengaku kamarnya tak pernah kosong banyak.
“Saya bangun pas pandemi. Saat itu, kalau nggak dibuat bebas dan eksklusif ya nggak berani. Nggak bebas nggak ada yang mau ninggali,” terangnya.
Dengan fasilitas yang lengkap, ia bisa menyewakan kamar yang kosong dari penyewa bulanan secara harian dengan harga Rp300 ribu per malam. Lumayan untuk mempercepat potensi balik modal.
Membangun kos eksklusif butuh modal banyak. Herman mengaku untuk mengisi fasilitas dalam kamar saja perlu merogoh kocek sekitar Rp40 juta. Fasilitas mulai dari kulkas, ac, meja dan kursi, lemari besar yang menempel di tembok, dan beragam instalasi ruang lainnya.
Baca halaman selanjutnya…
Langganan perantau dari Jakarta, bukan level pekerja UMR Jogja
Andalannya perantau dari Jakarta dan pekerja level atas, bukan level UMR Jogja
Tiga tahun berjalan mengelola kos, ia masih optimistis dengan potensi yang ada. Untuk memasarkan, ia sempat bekerja sama dengan salah satu aplikasi promosi kos besar di Indonesia. Namun, menurutnya potongan jasa terlalu besar sehingga Herman memilih mengelolanya sendiri.
“Akhirnya saya cuma ngandelin promosi influencer di TikTok. Cuma ngiklan sekali dua kali, tapi ngalir terus,” cetusnya.
Penawaran fasilitas menarik dan kebebasan aturan membuatnya berani pasang harga yang relatif tinggi. Meski begitu, ia yakin dengan potensi pemasukan yang bakalan datang dan tidak takut sepi.
“Jogja ini isinya pendatang dari berbagai daerah. Sabang, Jakarta, sampai Merauke,” ujarnya.
Pangsa pasar utamanya adalah mahasiswa kelas menengah ke atas. Beberapa penghuni mahasiswa di sini berasal dari Jakarta. Selain itu ada juga dari kalangan pekerja di Jogja.
“Tapi ya jangan dibayangkan pekerja dengan UMR Jogja. Kos eksklusif itu ya untuk pekerja level manajerial,” kelakarnya.
Kalangan tersebut mencari tempat tinggal yang nyaman dan juga fleksibilitas aturan. Hal itu disediakan oleh Herman. Bahkan, area bersama di kos tersebut biasa untuk meeting atau nongkrong para kolega penghuni.
Eksklusivitas dan kebebasan tempat di kos Herman, sejauh ini tidak mengundang persoalan bagi warga. Meski kawasan tersebut masih terbilang perdesaan.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Nestapa Perantau di Jogja Rela Bertahan dengan Kos Nyaris Ambruk karena Bapak Kosnya Baik
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News