Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Kalender Jawa dan Ilmu Weton Makin Disepelekan, Petaka Mengintai Generasi Muda

Muchamad Aly Reza oleh Muchamad Aly Reza
23 Juni 2024
A A
Kalender Jawa dan Ilmu Weton Makin Ditinggalkan, Marabahaya Mengintai Generasi Selanjutnya MOJOK.CO

Ilustrasi - Kalender Jawa dan weton mulai ditinggalkan, marabahaya mengintai. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Sakralitas kalender Jawa makin ke sini memang makin luntur. Padahal mempelajari bahkan sampai di titik menguasainya butuh proses yang sangat panjang. Lunturnya sakralitas tersebut terbukti dengan banyaknya orang Jawa sendiri yang mulai mengabaikan perhitungan dalam kalender Jawa seperti weton.

Saya sendiri sempat mewawancara sepasang suami istri yang dengan sadar dan sengaja menentang perhitungan weton. Mereka berani menyimpulkan kesakralan weton sudah jauh tertinggal. Karena nyatanya meski menabrak pantangan weton, rumah tangga mereka tetap baik-baik saja.

Kasus semacam itu pun juga sudah banyak terjadi. Oleh karena itu, resistensi terhadap kepercayaan weton pun makin menguat di kalangan generasi muda. Kalender Jawa perlahan-lahan mulai ditinggalkan.

Belajar kalender Jawa penuh tirakat

Saya bertamu ke rumah Mbah Wo (70), demikian banyak orang di Desa Manggar, Rembang, Jawa Tengah, memanggilnya. Ia menjadi satu dari dua penghitung kalender Jawa terakhir di Manggar.

Tak perlu jauh-jauh. Mbah Wo menyontohkan, para cucunya yang sudah menikah dalam kurun empat tahun terakhir tak ada yang mau menggunakan sistem weton.

Cucu-cucu Mbah Wo yang mayoritas berlatar pendidikan pesantren menolak saat hendak dihitung wetonnya dengan si calon pasangan. Mereka juga memilih hari nikah dengan tanpa mempertimbangkan hitungan hari baik dalam kalender Jawa.

Sebab, dalam keyakinan yang mereka pegang, dalam Islam semua hari adalah hari baik. Sepanjang untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

“Ya tidak apa-apa mereka yakinnya seperti itu. Saya tetap menghitung dari sisi kalender Jawa. Kalau ada apa-apanya, ya saya bantu tirakat sebagai penangkal,” ujar Mbah Wo di kediamannya, Minggu (16/6/2024) sore WIB.

Mbah Wo sendiri mengaku belajar kalender Jawa dan cara penghitungan weton dari sang bapak. Ia belajar sejak kecil.

Belajarnya pun tak gampang, karena tak cuma urusan hitung-menghitung angka. Melainkan juga bersinggungan dengan sisi mistis. Sehingga perlu tirakat yang panjang dan berat. Seperti puasa mutih dan lain-lain.

“Pantangannya pun banyak. Misalnya tak boleh makan apa. Kalau saya salah satunya tak boleh makan ikan tongkol. Itu kan (salah satu) jenis ikan paling enak,” ungkap bapak tiga anak tersebut (satu laki-laki, dua perempuan).

Menurut Mbah Wo, itu pula lah yang kemudian membuat anak-anak muda—khususnya anak dan cucunya sendiri—enggan belajar ilmu weton dan kalender Jawa. Mbah Wo sudah sempat meminta secara khusus satu anak laki-lakinya untuk belajar agar ilmu Mbah Wo tersebut tak putus. Tapi sang anak menolak. Begitu juga saat kemudian ia meminta dua cucu laki-lakinya belajar. Tak ada yang mau.

Rezeki dari kalender Jawa

“Kata bapak saya dulu, jangan ragu belajar kalender Jawa karena ngerejekeni (memberi rezeki),” tutur Mbah Wo.

Sepanjang masa hidupnya sebagai penghitung kalender Jawa, memang begitulah yang Mbah Wo rasakan. Karena ia menjadi jujukan untuk konsultasi perihal weton.

Iklan

Orang-orang yang sowan ke rumahnya setidaknya akan membawakan beras atau minyak goreng atau gula atau kopi atau rokok atau jajanan sebagai bentuk terimakasih.

Seperti sore saat saya sowan ke rumah Mbah Wo itu. Obrolan kami sempat terhenti sejenak karena ada orang desa yang mau konsultasi hari. Orang tersebut hendak menyunatkan cucunya. Ia minta rekomendasi hari baik berdasarkan hitungan weton dalam kalender Jawa dari Mbah Wo.

Mbah Wo lantas mengambil kalender yang tergantung di dinding kayu rumahnya. Ia memejamkan mata sejenak, lalu mulai menggerakkan jari-jemari: mulai menghitung.

Kalender Jawa dan Ilmu Weton Makin Ditinggalkan, Marabahaya Mengintai Generasi Selanjutnya MOJOK.CO
Mbah Wo (70), salah satu ahli kalender Jawa saat sedang menghitung weton. (Aly Reza/Mojok.co)

Usai ketemu hari yang dalam perhitungannya baik, si tamu lantas menyodorkan sebungkus rokok Sukun putih pada Mbah Wo.

“Sekarang yang masih sering tanya-tanya soal hitung-hitungan Jawa itu ya orang-orang tua. Kalau yang muda-muda sudah nggak ada,” tutur Mbah Wo usai si tamu berpamitan.

Rezeki tak cuma berupa pemberian. Mbah Wo juga merasa mendapat rezeki berupa status sosial. Sebab, keahliannya menghitung kalender Jawa membuatnya cukup dihormati/dituakan di Manggar.

Marabahaya mengintai generasi selanjutnya

Mbah Wo menyadari kalau usianya sudah sangat uzur. Ia tak memungkiri kalau sekarang ia sedang dalam proses menunggu kematian menjemput.

Sering kali muncul kekhawatiran, jika penghitung kalender Jawa sudah tak ada lagi di Manggar (secara khusus), ia khawatir akan ada banyak malapetaka bagi warga desa generasi selanjutnya. Sebab, dalam bertindak (urusan anak sunat, anak nikah, bangun rumah dan lain-lain) kalau tak selaras dengan hitungan weton maka akan celaka.

Dalam konteks anak cucunya, selama ini Mbah Wo mungkin bisa mengakali (menangkal) marabahaya yang mengintai dengan cara ia lah yang bertirakat. Tapi kalau ia tidak ada, lantas akan bagaimana?

Kalender Jawa dan Ilmu Weton Makin Ditinggalkan, Marabahaya Mengintai Generasi Selanjutnya MOJOK.CO
Mbah Wo (70), ahli kalender Jawa dan Weton dari Rembang di kediamannya. (Aly Reza/Mojok.co)

“Benar semua adalah takdir Gusti Allah. Tapi ilmu Jawa ini kan juga ilmu dari Gusti Allah. Jadi jangan anggap sepele,” tutur Mbah Wo.

Kalimat penutup Mbah Wo itu lantas membuat saya teringat dengan adegan penutup dari film Inang (2022) garapan Fajar Nugros.

Bergas (Dimas Anggara) lahir sebagai anak sial karena lahir pada Rebo Wekasan (hari sial dalam kepercayaan Jawa), yakni hari Rabu terakhr di bulan Safar (Hijriyah). Oleh karena itu, setiap 10 tahun sekali orang tua Bergas harus menjalani ritual “inang” agar nyawa Bergas tetap selamat. Karena kalau tidak, dalam setiap ulang tahunnya di angka puluhan, maka ia akan tewas.

Ritual “inang” tersebut berupa menumbalkan bayi agar nyawa ditukar dengan nyawa Bergas.

Menjelang ulang tahun ke 30, Bergas mulai curiga. Karena saat ia pulang ke rumah orang tuanya, di rumah orang tuanya sudah ada seorang perempuan hamil bernama Wulan (Naysilla Mirdad).

Singkat cerita, Bergas berhasil menggagalkan ritual “inang” dengan membawa Wulan kabur, meski harus dengan berdarah-darah. Bergas menegaskan pada Wulan bahwa ia tak percaya dengan mitos kesialan Rebo Wekasan.

Awalnya semua baik-baik saja. Bergas dan Wulan berhasil kabur dengan selamat. Namun, di suatu tempat saat Bergas turun dari mobil, truk dengan kecepatan tinggi menabraknya.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Kengerian Rumah Hantu Trinil di Gamplong Jogja, Wisata Horor dengan Teror Mencekam Bikin Jantungan

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Terakhir diperbarui pada 24 Juni 2024 oleh

Tags: cara menghitung wetonhari baik dalam kalender jawahari sial dalam kalender jawakalender jawamitos dalam wetonmitos rebo wekasanpantangan rebo wekasanrebo wekasanrembangsejarah kalender jawaWetonweton yang tidak cocok menikah
Muchamad Aly Reza

Muchamad Aly Reza

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO
Catatan

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
LKSA Darul Hadlonah Rembang tak butuh slogan "Kebersihan sebagian dari iman" atau "Jagalah kebersihan" MOJOK.CO
Ragam

Darul Hadlonah Rembang, Tempat yang Selalu Bersih Tanpa Peringatan “Jagalah Kebersihan”

21 November 2025
LKSA (panti asuhan) Darul Hadlonah Rembang beri bekal keterampilan hidup bagi anak-anak bermasalah sosial MOJOK.CO
Ragam

Darul Hadlonah Rembang: Beri Bekal Keterampilan ke Anak-anak Bermasalah Sosial untuk Arungi Kehidupan

20 November 2025
Rembang amat butuh kereta api karena perjalanan pakai bus di pantura amat menyiksa MOJOK.CO
Ragam

Rembang Sangat Butuh Kereta Api karena Perjalanan di Jalan Pantura Amat Menyiksa

19 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.