Jatinangor Town Square Isinya Mahasiswa Undip Tak Berduit, Mal Andalan Buat Nggembel Tapi Tetap Kelihatan Elite

Ilustrasi Jatinangor Town Square, Lambang Kemajuan Sumedang yang Jadi Andalan Mahasiswa Bidikmisi Buat Nggembel tapi Tetap Keren (Mojok.co/Ega Fansuri)

Sejak lama, Kabupaten Sumedang memang kalah pamor ketimbang kota-kota lain di Jawa Barat. Keunggulan kota berjuluk “Buludru” ini kerap tertutupi dengan pembahasan tanpa ujung soal kota tetangga mereka, Bandung. Banyak orang mungkin juga mengenal kota ini berkat Tahu Sumedang saja. Padahal, mereka punya Jatinangor Town Square, satu-satunya mal yang bikin mahasiswa di sana tidak mati karena bosan.

Sejak lebih dari 15 tahun silam, Jatinangor Town Square alias Jatos hadir di tengah masyarakat Sumedang, khususnya di wilayah Jatinangor. Ia tak hanya menjadi satu-satunya mal yang berada di kawasan pendidikan ini. Jatos sekaligus menjadi lambang kemajuan dari Sumedang, yang selama ini menjadi kota yang jarang mendapat sorotan.

Jatinangor Town Square pertama kali beroperasi pada 2016. Berdiri di lahan seluas 30 ribu meter persegi, lokasi Jatos sangat strategis. Ia berada di Jalan Raya Jatinangor No. 150 Sumedang, Jawa Barat, dan dikelilingi empat kampus besar di Jawa Barat. Antara lain Universitas Padjadjaran (Unpad), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), dan Institut Koperasi Indonesia (Ikopin).

Berkat kepungan empat kampus besar itu, kebanyakan pengunjung Jatos adalah kalangan mahasiswa. Andini Aulia (27), salah satu alumni Unpad, bercerita kalau Jatos sudah ibarat rumah ketiganya di perantauan, setelah kamar kos dan sekretariat ormawa. Mahasiswa asal Purwokerto ini mengaku, kalau dipikir-pikir, sepanjang kuliah di Jatinagor waktu dia lebih banyak habis di Jatos ketimbang kampus.

“Ya gimana lagi, belum ada hal yang belum pernah aku lakuin di Jatos. Yang belum, mungkin cuma ketemu jodoh aja sih,” guraunya saat Mojok hubungi Kamis (21/3/2024) malam.

Andalan nggembel di tanggal tua karena WiFi gratis

Selama kuliah di Unpad Jatinangor pada 2015-2019 lalu, Jatos menjadi andalan Andini buat melepas penat setelah seharian kuliah. Sebagai mahasiswa beasiswa Bidikmisi yang duitnya pas-pasan, jangan harap melepas penat yang dimaksud adalah dengan shopping, nonton, atau nongkrong di kafe mahal.

Namun, ada dua alasan mengapa Andini rutin datang ke tempat ini. Pertama, jarak antara kosnya dengan Jatos sangatlah dekat. Saat itu, Andini ngekos di daerah Cikeruh, cukup lima menit jalan kaki buat sampai di mal. Sementara alasan kedua, karena ada WiFi gratis di sana. Kalau lagi pengen healing, Andini biasanya streaming atau download film bajakan menggunakan WiFi tersebut.

“Jadi dulu di Jatos ada kedai donat gitu. Aku sekali aja sih nongkrong di sana, tapi password WiFi enggak pernah ganti. Jadi tiap ke mal lesehan aja deket kedainya sambil WiFian gratis,” kenangnya.

Jatinangor Town Square, Lambang Kemajuan Sumedang yang Jadi Andalan Mahasiswa Bidikmisi Buat Nggembel tapi Tetap Keren.mojok.co
Gambaran Jatos di malam hari (Wikimedia Commons)

 

Andini mengaku tak merasa malu dengan aksinya itu. Sebab, nyatanya Jatinangor Town Square memang jadi tempat kongkow kaum-kaum prasejahtera seperti dirinya. Di masa-masa dia kuliah, tak sulit buat menemui mahasiswa yang datang ke mal hanya dengan sarungan, sandalan, ataupun modal nyawa sambil menjinjing tas laptop.

“Tujuannya sama, apalagi kalau bukan buat ngadem atau sambil nugas pake gratisan WiFi.”

Sampai-sampai, Andini dan beberapa temannya ada bercandaan. Nongkrong di Jatos–meski kenyataannya cuma nggembel, kata Andin, bikin “derajat” mereka sedikit terangkat. Sebab, kalaupun lagi enggak punya uang, minimal tongkrongan mereka adalah mal.

“Orang-orang yang salah kira pasti pada mikir, ‘wih, keren tiap hari nge-mall’, padahal mah aslinya nggembel aja nyari yang adem-adem.”

Tempat terbaik foya-foya saat Bidikmisi cair

Akan tetapi, memang ada kalanya Andini ingin merasakan nge-mall yang sesungguhnya di Jatos. Maksudnya, beneran datang ke mall buat foya-foya, seperti makan, nonton, dan shopping. Masalahnya, momen tersebut memang jarang ia dapat. Makanya, sekalinya ada duit, Andini dan teman-teman tak pernah menyianyiakannya.

“Ada momen kita bener-bener nge-mall buat foya-foya. Pas Bidimisi cair,” kata dia.

Bagi Andini, adalah manusiawi jika seorang mahasiswa yang tiba-tiba pegang uang banyak, kemudian merasa ingin foya-foya. Toh, kesenangan itu tak bisa ia rasakan tiap hari. 

Anggaplah bidikmisi hanya cair sekali tiap semester. Artinya, hanya dua kali dalam setahun Andini dan teman-temannya bisa berfoya-foya di Jatos. Pas hari-hari biasa, dia bakal kembali ke rutinitasnya  sebagai mahasiswa kere: duduk di lesehan kedai donat sambil download film bajakan pakai WiFi gratis.

Lucunya lagi, Jatos memang biasanya ramai di masa-masa uang Bidikmisi mahasiswa cair. Entah itu hanya perasaannya saja atau memang benar, yang jelas di saat-saat pencairan duit beasiswa, tiba-tiba Jatos lebih ramai dari biasanya.

“Itu feeling aku aja sih, mungkin anak-anak bidikmisi yang mau ngerasin foya-foya lari ke Jatos. Lagian mau kemana lagi, orang opsinya ya cuma kesini kok.”

Baca halaman selanjutnya…

Sebenarnya kalah jauh ketimbang mal di Jogja, tapi mahasiswa Undip tetap ke Jatos karena beberapa alasan

Datang ke Jatos karena tak ada pilihan lain

Kalau Andini datang ke Jatinangor Town Square karena sudah jadi rumah ketiganya, beda halnya dengan Hanifah (24). Mahasiswa Unpad angkatan 2019 mengaku kalau Jatos sebenarnya enggak begitu istimewa. Namun, ia tetap datang ke mal ini karena memang tak ada opsi lain buat shopping maupun nonton.

Mahasiswa asal Jogja ini mengaku, di tempat tinggalnya dulu, dia tak kebingunan kalau lagi pengen nge-mall. Bagaimana tidak, Jogja punya banyak mal mewah. Mulai dari Pakuwon Mall (dulu Hartono Mall), Ambarukmo Plaza, Sleman City Hall, Jogja City Mall, dan sebagainya. Ibaratnya, jalan dikit aja udah ketemu mal.

“Sementara di Jatinangor enggak ada mal lain selain Jatos,” akunya kepada Mojok, Kamis (21/3/2024) malam. “Itu pun kalau dibandingkan Jogja fasilitasnya ya jauh banget sih.”

Bahkan, belum juga ia “nemu” bagusnya Jatos, tiba-tiba pandemi Covid-19 melanda. Banyak lokasi akhirnya tutup atau ada pembatasan kerumunan, salah satunya Jatos itu sendiri. Alhasil, ketika Mojok bertanya kepada Hanifah soal kesannya terhadap Jatos, jujur tak banyak hal yang bisa ia ceritakan. Sebab, selama masa pandemi hingga lulus kuliah ia belum lagi nongkrong di mal tersebut.

“Tapi memang kudu aku akui kalo itu membantu banget bagi mahasiswa yang ngampus di Jatinangor,” pungkasnya.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Alasan Kecamatan Depok Lebih Layak Disebut Kota Pendidikan Ketimbang Jogja Itu Sendiri

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

Exit mobile version