Salah satu anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Kabupaten Sleman, Sidny Rania menepis isu soal pelarangan menggunakan jilbab bagi perempuan saat bertugas. Meskipun dia tak menampik standar “cantik” menjadi nilai tambah bagi seorang Paskibraka.
***
Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang tayang di televisi membuat Sidny terpana sejak kecil. Sejak itu, dia mulai mencari tahu dan menyampaikan keinginannya menjadi anggota Paskibraka kepada keluarga.
Rupanya, darah seorang petugas pengibar bendera sudah mengalir di keluarganya. Bude Sidny adalah seorang anggota Paskibraka Nasional di tahun 1995. Namun, dia tidak menyebut rinci namanya. Selain budenya, sepupu Sidny juga merupakan anggota Paskibraka Yogyakarta.
Semangat Sidny mulai tumbuh dengan mendaftar ekstrakulikuler pleton inti saat SMP. Sayangnya, dia tidak diterima. Begitupula saat SMA. Sidny tidak tahu alasannya tidak diterima, hanya saja dia tidak mengubur mimpinya.
Perempuan kelahiran tahun 2008 itu terus melatih fisiknya dan mencari peluang lain di luar sekolah. Tanpa dia sangka, dia menjadi satu-satunya orang di sekolah yang diterima menjadi Paskibraka Kabupaten Sleman.
“Dari 16 orang yang daftar tinti, cuman aku yang lolos di Kabupaten Sleman,” ucapnya dalam program Akar Rumput yang tayang di Youtube Mojokdotco, sebagaiman dikutip pada Jumat (13/12/2024).
Menyiapkan setumpuk berkas pendaftaran calon Paskibraka Kabupaten Sleman
Perjuangan Sidny sampai lolos menjadi seorang Paskibraka Kabupaten Sleman tentu tidak mudah. Tak hanya harus melatih fisik dan memenuhi syarat-syarat calon Paskibraka, Sidny juga harus menyiapkan banyak dokumen.
“Total tuh kemarin ngumpulin 17 berkas dalam satu satu tumpukan dan itu ada detailnya,” ujarnya.
Sebagai informasi, calon paskibraka di tingkat kabupaten harus menyiapkan dokumen seperti kartu keluarga, formulir pendaftaran, surat izin dari sekolah, orang tua atau wali, nilai rapor, prestasi yang dipunya, dan sebagainya.
Setelah melewati tahap seleksi pemberkasan, Sidny harus menjalani tes di tiap wilayah. Lalu, seleksi di tingkat kabupaten. Tahap ini yang menurut Sidny paling susah, karena dia bertemu dengan calon kandidat lain yang sama-sama kompetitif.
Bersaing dengan kandidat kuat di Paskibraka Kabupaten Sleman
Jujur saja, Sidny sempat khawatir melihat kandidat lain yang menurutnya lebih kuat secara fisik. Dia mengistilahkan kondisinya kebanting jika dibandingkan dengan mereka.
“Pertama, dari tinggi badan itu mereka pada tinggi-tinggi semua. Kebetulan tinggiku hanya 161 cm, sementara yang lainnya tuh ada yang 173 cm sampai 175 cm,” ucapnya.
Padahal, Sidny sudah rutin berolahraga seperti renang, lari, push up, dan sit up agar tingginya bisa bertambah melebihi persyaratan umum yang diminta. Di mana, calon paskibraka harus memiliki tinggi minimal 160 cm.
Ketika mengetahui tinggi peserta lain yang bahkan melebihi syarat minimal putra, yakni 170 cm, Sidny hanya bisa berserah. Yang penting dia punya niat dan keberanian.
“Aku nggak mau nyerah walaupun banyak kebanting, banyak yang pintar, banyak yang lebih cantik, bahkan lebih tinggi,” kata Paskibraka Kabupaten Sleman.
Demi mewujudkan mimpinya, Sidny membuang tanggapan negatif yang menyelumuti pikirannya. Dia terus berdoa dan meminta restu kepada orang tua. Apapun hasilnya nanti, dia serahkan pada sang kuasa.
Kebebasan memakai jilbab saat bertugas
Sidny meyakini bahwa perempuan yang berparas cantik lebih berpeluang lolos menjadi anggota Paskibraka. Sebab, dia punya nilai tambah dari segi tampilan. Terlebih selama ini, tidak ada pembawa baki yang parasnya jelek.
“Kakak notis kan kalau paskibraka pembawa baki itu pasti cantik-cantik semua,” ujarnya.
Tak perlu jauh-jauh membayangkan, anda bisa melihat pembawa baki Paskibraka Nasional di Ucapara Bendera Hari Kemerdekaan Indonesia. Pembawa baki yang tersorot kamera harus enak dipandang secara visual dan selalu tersenyum.
Menanggapi isu soal anggota Paskibraka perempuan dilarang mengenakan jilbab, Sidny menepis hal itu. Dia mengaku setiap anggota bebas memilih menggunakan jilbab atau tidak saat bertugas.
“Buktinya aku sampai di sini masih berhijab,” kata dia.
Bahkan di tim Paskibraka Sleman sendiri mayoritas memakai jilbab.
“Banyak banget. Kami seangkatan yang nggak pakai hijab dua orang, karena memang kemauannya sendiri bukan karena paksaan,” lanjutnya.
Ingin melanjutkan studi di Universitas Gadjah Mada atau Universitas Osaka
Bagi Sidny, Paskibraka memberikannya banyak pelajaran. Terlebih saat dia ditunjuk sebagai lurah. Dalam Paskibraka ada anggota yang ditunjuk sebagai Pak Lurah, Bu Lurah, dan Jogoboyo. Lurah sendiri bertugas mengoordinir anggota selainnya selama masa karantina yang berlangsung tujuh hari.
Secara umum, lurah bertindak sebagai pemimpin. Bahkan dalam barisan, dia berada di posisi paling depan. Sidny juga harus mengatur anggotanya agar tidak terlambat berbaris, masuk kamar, makan, hingga melaporkan dan melaksanakan tugas dari kakak pembina mereka.
Dengan begitu, dia tidak hanya belajar soal kepemimpinan tapi juga kedisiplinan. Di era generasi Z yang dicap cenderung suka menghabiskan waktu sendiri, Sidny lebih suka mencoba pengalaman baru.
“Ini juga sebagai salah satu bukti kita meneruskan jasa para pahlawan kita,” kata anggota Paskibraka Kabupaten Sleman itu.
Setelah intensif menjalani latihan selama satu bulan penuh, dari pagi hingga menjelang malam, Sidny bisa dibilang sudah mendapat batu loncatan untuk meneruskan mimpinya ke depan.
Dia berharap dapat melanjutkan studi di Universitas Gadjah Mada, Jogja atau Universitas Osaka, Jepang setelah lulus SMA.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Ahmad Effendi
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News