Tapi, sang ibu menawar agar harga sewanya bisa sama dengan kos sebelah di Sapen Jogja. Kebetulan kos itu masih milik kakak sepupu Siwi. Fasilitasnya pun berbeda jauh. Belum ada WiFi dan hanya ada satu kamar mandi untuk sembilan kamar.
“Harganya memang Rp3,5 juta per tahun. Murah. Cuma bangunannya dan fasilitasnya berbeda jauh,” keluhnya.
Akhirnya, ia pun menegaskan bahwa harganya sudah tetap. Jika hendak murah, silakan saja sewa kamar di tempat tetangga itu. Dengan konsekuensi fasilitas yang berbeda. Akhirnya, orang tuanya pun mahfum. Uang muka segera mereka bayarkan.
Menghadapi mahasiswa UIN yang telat bayar tapi sering nongkrong
Persoalan berlanjut setelah semua kamar di Sapen Jogja penuh penyewa. Awalnya, Siwi memberikan kelonggaran dengan membayarkan uang muka terlebih dahulu, baru sebulan berselang mereka harus melunasinya.
Sayangnya, tidak mudah untuk menagih pelunasan para penyewa. Mereka menunda-nunda, sampai akhirnya Siwi harus tegas.
“Akhirnya saya harus tegas, kalau misalnya nggak bisa, dp saya kembalikan, cari kos lain saja. Saya mending cari anak kos baru tapi kontan,” keluhnya. Setelah ia bersikap tegas, ternyata sang anak langsung melunasi.
Hal yang membuat Siwi mengelus dada adalah melihat kebiasaan para mahasiswa yang cukup sulit saat membayar kos di Sapen Jogja. Ia mengamati, mereka sering membeli makanan online yang harganya lebih mahal ketimbang beli di warmindo atau masak sendiri. Dapur umum yang ia sediakan pun hanya digunakan oleh satu dua orang penghuni saja.
Belum lagi, karena saling menyimpan nomor di WhatsApp, Siwi sering melihat update status mereka. Tampak mereka sering nongkrong di kafe-kafe dengan penampakan yang cukup mewah. Penampilannya juga terlihat mentereng. Namun, Siwi masih berpikir positif bahwa cewek zaman sekarang pintar padu padan pakaian meski harganya tidak mahal-mahal amat.
“Ini bukan saya saja yang mengalami. Kakak sepupu saya juga mengeluh mahasiswa yang minta murah tapi fasilitas lengkap. Namun bayarnya tersendat,” katanya.
“Bahkan dia pernah mengalami anak kos yang kabur tidak membayar,” imbuhnya geleng-geleng kepala.
Kisah Siwi jadi gambaran bahwa usaha kos, yang banyak dianggap ladang cuan ternyata tak semudah bayangan. Modal untuk membuka kos cukup besar. Belum lagi, strategi untuk membuat kamar kos selalu terisi.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.