Seorang perempuan asal Bandung, Jawa Barat, berbagi cerita perihal bos di tempat kerjanya—sebuah startup content creator di Sumatera—yang kelewat manipulatif. Sudah lah gaji di bawah UMR Bandung, selalu molor, dan ketika mau pindah tempat kerja eh malah dihalang-halangi.
***
Sudah satu tahun ini Diana (26), bukan nama asli, bekerja sebagai content creator di sebuah startup di Sumatera. Sistem kerjanya remote, sehingga selama satu tahun ini dia bekerja dari mana saja, termasuk bisa dari rumahnya di Bandung.
Bagi Diana, cukup satu tahun saja. Kontraknya berakhir Februari 2025 nanti. Sebenarnya besar kemungkinan bagi Diana untuk mendapat perpanjangan kontrak. Tapi dia mantap menolak.
Tawaran kerja santai dengan gaji lumayan untuk tambahan pemasukan di Bandung
Perkenalan Diana dengan startup itu terjadi saat Diana masih kuliah. Waktu itu, ada yang memberi tawaran bekerja sebagai content creator di startup yang terbilang baru itu.
“Kerjanya ternyata remote. Jamnya juga fleksibel. Apalagi perusahaannya punya visi ‘memberdayakan karyawan’. Jadi aku tertarik,” ungkap Diana kepada Mojok, Kamis (9/1/2025) siang WIB.
Semula Diana merasa nyaman dan baik saja-saja. Bagaimana tidak. Kerjanya santai, gajinya pun lumayan. Bosnya suportif pula.
Diana mengaku mendapat gaji sebesar Rp1,8 juta per bulan. Tentu jauh di bawah gaji UMR Bandung. Namun, lumayan lah untuk tambah-tambahan pemasukan. Toh kerjanya remote dan santai.
Seiring waktu, gaji untuk perempuan Bandung itu selalu molor
Seiring waktu, perempuan asli Bandung itu mulai merasa janggal dengan sistem penggajian startup tersebut.
Dalam kontrak perjanjian kerja, gaji seharusnya ditransfer setiap tanggal 24 per satu bulan. Akan tetapi, tiba-tiba molor jadi tanggal 26.
“Awalnya aku maklumi aja, sih. Pokoknya yang penting gaji cair aja, walaupun molor-molor,” ucap Diana.
Namun, seiring waktu, molornya sudah makin menjadi-jadi. Tidak cukup dua-tiga hari. Bahkan bisa lewat bulan.
“Gaji bulan ini aja telat. Aku baru gajian tanggal 3 Januari (2025),” kata eks content creator asal Bandung tersebut.
Dipaksa full time saat dapat tempat kerja baru
Sejak awal—apalagi setelah mengalami sistem penggajian yang selalu molor—Diana memang hanya ingin menjadikan pekerjaan sebagai content creator di startup Sumatera itu tidak lebih dari sampingan saja (part time).
Maka, menjelang penghujung 2024 lalu dia mendaftar seleksi sebuah instansi pemerintah untuk opsi pekerjaan tetap (full time). Hasilnya, alhamdulillah diterima.
Tahu Diana memutuskan kerja full time di sebuah instansi pemerintah, si bos pemilik startup agak “terusik”. Dia lantas menghubungi Diana, membujuk perempuan Bandung itu kerja full time sebagai content creator di startup miliknya.
“Beliau ini bahkan “memaksa” meminta list modal atau uang yang kukeluarkan selama proses seleksi di instansi tempat kerjaku sekarang ini. Mau dia ganti semua asalkan aku mau kerja full time sama dia,” terang Diana. Bahkan si bos membujuk Diana untuk tidak melanjutkan kerja di tempat barunya.
Lebih-lebih si bos juga (katanya) akan menyewa kantor di Jakarta. Sehingga jika Diana mau menerima tawaran full time, maka nanti dia akan berkantor di Jakarta. Tidak remote lagi.
“Dia juga minta aku nyebutin berapa gaji yang aku inginkan. Ya aku nggak kasih lah. Buat apa? Aku kan udah bilang, untuk jadi content creator di start up itu, aku memang cuma mau part time,” lanjut perempuan Bandung itu.
Anehnya, meski Diana menolak menuruti permintaan si bos dan menegaskan hanya ingin tetap kerja part time, si bos beberapa kali masih memberondong Diana dengan pesan WhatsApp berisi permintaan di atas. Dan Diana memilih tidak membalas.
Tanya gaji malah dibilang toxic
Sikap Diana itu ternyata membuat si bos startup makin “terusik”.
Suatu waktu, tidak lama setelah kejadian itu, Diana memberanikan diri bertanya kapan dia akan menerima gaji? Harusnya gaji masuk pada tanggal 26. Namun, sampai tanggal 5 tak kunjung ada transferan.
“Aku chat lah ‘Salam, Mas, apakah gaji saya di-hold karena belum kasih list yang Mas mau?’ Dia bales, ‘Santai aja, gaji pasti masuk. Tolong dilurusi pikirannya.’ Lah kan aku cuma nanya karena terpantau udah tanggal 5 dan gaji belum masuk,” keluh Diana.
Persoalan itu pun dibawa si bos sampai ke meeting. Kata Diana, dia dan bos startup itu biasanya akan meeting satu sampai dua kali dalam satu bulan.
“Pas meeting tuh biasanya ngomongin kerjaan. Tapi kali itu tensinya beda. Dia malah bilang, ‘Kamu baru kerja dua minggu di situ (tempat kerja baru) aja udah toxic banget ya kamu. Kamu perlu ke Psikolog’. Dia bilang itu sambil ketawa aneh,” beber perempuan Bandung tersebut.
Meeting itu menjadi puncak ktidakhabispikiran Diana. Si bos kelewat red flag. Dia juga merasa ada yang tidak beres dari startup itu. Akhirnya dia bulat untuk tidak memperpanjang kontrak part time alias melepaskan pekerjaan content creator itu sepenuhnya.
Disadarkan teman kalau si bos manipulatif
Sejak awal perempuan asli Bandung itu menerima pekerjaan sebagai content creator di startup tersebut, beberapa temannya sebenarnya merasa agak janggal. Terlebih setelah Diana menceritakan relasinya dengan si bos.
“Temenku pada bilang, kalau orang udah mainannya uang atau segampang itu ngeluarin uang buat “orang asing”, itu udah nggak bener,” kata Diana.
Ada juga teman Diana yang menduga, seandainya Diana mengikuti maunya si bos (kerja fulltime di sana, gaji sesuai permintaan Diana, dan biaya Diana untuk proses seleksi kerja di tempat baru diganti), maka si bos bisa jadi memang ingin menjebak Diana dalam perasaan hutang budi.
Dampaknya bisa mengerikan. Si bos yang punya kecenerungan manipulatif itu bisa memanipulasi Diana. Jika Diana sedikit saja tidak mau berkompromi dengan kepentingan atau kemauan si bos, maka bisa-bisa Diana diminta mengembalikan uang dan apapun yang pernah si bos berikan.
“Dia juga anehnya mau membayarkan utang pribadiku. Sebenarnya bukan aku yang ngutang, tapi ada something lah. Aku terpaksa jual ipadku, eh dia yang beli, tapi aku yang pakai ipadnya gitu. Coba bos mana yang gitu,” beber Diana.
Si bos naksir Diana?
Tak sampai di situ, si bos juga pernah curhat kalau mantannya sudah nikah. Itu membuatnya agak pata hati.
“Terus dia lihatin nama kontak mantannya. Namanya ada kesamaan dengan namaku. Buatku kaya apa banget ya,” sambung perempuan Bandung itu.
Dan ternyata, selama ini setiap kali meeting online, ternyata yang ada di ruang meeting tersebut hanya ada Diana dan si bos. Berdua saja. Tidak ada karyawan lain.
Atas cerita-cerita tersebut, teman-teman Diana menyimpulkan kalau si bos sebenarnya naksir dengan Diana. Itu membuat Diana malah makin ngeri. Apalagi si bos punya kecenderungan red flag dan manipulatif. Sementara Diana mengakui kalau dirinya terlalu polos.
Kata teman-temannya, kasus yang Diana alami bisa saja dilaporkan ke Kemnaker. Namun, Diana sendiri tidak mau ribet berurusan lagi dengan si bos manipulatif dan startup nggak jelasnya itu. Maka, Diana memutuskan, sudah, per Februari 2025 nanti hubungan kerjanya dengan si bos berakhir saja. Toh Diana juga sudah mendapat tempat kerja baru.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Rasanya Kerja di Kemensos: Gaji Besar, Tapi Nggak Kuat Lihat Kelakuan Teman yang Korup atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan